Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA jam memimpin rapat di kantor Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Jawa Tengah di Semarang pada Jumat, 25 Oktober 2024, Megawati Soekarnoputri kerap bersuara keras. Ketua Umum PDIP itu meminta 300 kader partai banteng yang hadir memenangkan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah yang diusung PDIP, Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi, dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada Jawa Tengah.
Kepada para kadernya, Megawati menekankan bahwa kemenangan PDIP di pilkada Jawa Tengah merupakan harga mati. Jawa Tengah merupakan lumbung suara PDIP. Sejak Reformasi 1998, PDIP selalu memenangi pemilihan Gubernur Jawa Tengah. Di tingkat kabupaten dan kota di provinsi itu, banyak kader PDIP juga menjadi kepala daerah.
Ketua PDIP Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Ganjar Pranowo mengatakan Megawati bersiap memberi rapor merah bagi kader yang tak memenangkan para calon kepala daerah. “Ibu Megawati cukup keras. Ia menyampaikan akan mengevaluasi kami semua jika tak menjalankan mesin partai,” tutur Ganjar kepada Tempo di Jakarta Selatan, Kamis, 7 November 2024.
Beberapa hari sebelum rapat di Semarang, Megawati memanggil sejumlah petinggi PDIP ke rumahnya di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Lima politikus partai banteng yang mengetahui isi pertemuan itu mengungkapkan, Megawati mencermati mesin partai di Jawa Tengah yang belum panas. Dampaknya, elektabilitas Andika-Hendrar tak kunjung melejit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) didampingi Ketua DPP PDIP Bidang Politik Puan Maharani (kedua kiri) melambaikan tangan ke arah simpatisan usai menghadiri Konsolidasi Organisasi Internal Partai di Kantor DPD PDIP Jateng, Semarang, Jawa Tengah, 25 Oktober 2024. Antara/Makna Zaezar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Survei internal PDIP menunjukkan tingkat keterpilihan Andika, mantan Panglima TNI atau Tentara Nasional Indonesia, masih tertinggal dari lawannya, eks Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Ahmad Luthfi. Elektabilitas Hendi—panggilan Hendrar—sebagai mantan Wali Kota Semarang pun dinilai tak cukup mendongkrak.
Dalam rapat di Semarang, Megawati menegur Ketua PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto dan Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto, yang juga juru kampanye untuk pilkada Jawa Tengah. Megawati menuntut Bambang dan Utut lebih serius memenangkan Andika dan Hendi. Hingga Jumat, 8 November 2024, Bambang dan Utut tak merespons permintaan wawancara Tempo.
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif PDIP Deddy Yevri Sitorus membantah bila partainya disebut tak solid memenangkan Andika dan Hendrar. “Evaluasi dari Ibu Megawati itu untuk meningkatkan semangat organisasi supaya kami tak takut menghadapi ancaman selama pilkada,” kata Deddy ketika ditemui Tempo di Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 4 November 2024.
Lebih dari lima politikus partai banteng yang ditemui Tempo sepanjang pekan lalu mengungkapkan bahwa Megawati berkonsentrasi memenangi pilkada di Jawa Tengah. Bukan hanya karena provinsi itu merupakan kandang banteng, melainkan juga medan pertarungan dengan Joko Widodo, anak didiknya. Jokowi dan PDIP berpisah jalan dalam Pemilihan Umum 2024.
Kini Jokowi diduga mendukung Ahmad Luthfi dalam pilkada Jawa Tengah. Luthfi cukup dekat dengan Jokowi. Ia menjabat Kepala Kepolisian Resor Surakarta saat Jokowi memimpin kota itu. Dalam pemilihan Gubernur Jawa Tengah, Luthfi berpasangan dengan Taj Yasin Maimoen, mantan wakil gubernur.
Megawati meminta Kepala Badan Riset dan Analisis Kebijakan Pusat PDIP Andi Widjajanto memetakan daerah yang menjadi palagan dengan Jokowi. Pada Agustus 2024, Andi menyerahkan data 7 provinsi dan 40 kabupaten/kota yang menjadi gelanggang perang. Di antaranya Sumatera Utara dan Jawa Tengah.
“Pemetaan itu saya serahkan kepada Bu Megawati sepuluh hari setelah penetapan calon kepala daerah untuk mengukur pengaruh Jokowi,” ujar Andi ketika ditemui Tempo di Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis, 7 November 2024.
Megawati lalu meminta pengurus PDIP menganalisis titik lemah lawan. Di Jawa Tengah, PDIP menemukan setidaknya dua kelemahan Ahmad Luthfi, yaitu isu keluarga dan sentimen negatif polisi di masyarakat. Kajian yang sama menunjukkan sebagian kelompok masyarakat menganggap ada cawe-cawe polisi dalam kontestasi politik. Sentimen ini muncul sejak pemilihan presiden 2024.
PDIP lantas menyusun dan menyebarkan narasi untuk memperkuat popularitas Andika Perkasa. Di daerah yang resistan terhadap keterlibatan polisi dalam pemilu seperti di Semarang, tim sukses Andika menguarkan narasi Rambo versus Sambo. Rambo, tokoh berbadan atletis, merujuk pada Andika. Adapun Sambo mengacu pada Ferdy Sambo, polisi yang membunuh Brigadir Yosua Hutabarat.
Ketua Tim Pemenangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, dr. Umar Wahid (tiga dari kiri) bersama Andika Perkasa dan Hendi, serta timses, saat konferensi pers di Semarang, Jateng, 7 Oktober 2024. Antara/Zuhdiar Laeis
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengakui partainya menggerakkan sejumlah instrumen untuk mendongkel elektabilitas Luthfi-Yasin. Instrumen pertama adalah mesin partai yang dipimpin oleh Bambang Wuryanto. “Kami berbagi tugas. Mas Bambang bergerak di Jawa Tengah, saya di Jawa Timur,” kata Hasto saat ditemui di Jakarta Pusat, Kamis, 7 November 2024.
Instrumen partai yang dipimpin Bambang menjaga kantong suara PDIP yang kuat seperti Boyolali dan Wonogiri. Di Boyolali, PDIP menurunkan tim hukum dengan jumlah lebih banyak ketimbang daerah lain. Dipimpin Ronny Talapessy, Ketua Reformasi Sistem Hukum Nasional PDIP, puluhan pengacara terjun ke kabupaten yang berjarak 25 kilometer dari Kota Solo, tempat tinggal Jokowi, itu.
Andi Widjajanto mengatakan, sejak Maret hingga November 2024, sebanyak 200 kepala desa dan perangkat desa di Boyolali yang diduga dekat dengan PDIP diperiksa oleh penegak hukum tanpa kenaikan status tersangka. “Jika ditemukan dugaan tekanan terhadap perangkat desa, tim hukum atau kader langsung membongkarnya tanpa perlu menunggu sidang sengketa pemilu,” ucap Andi.
Megawati juga menugasi mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menggalang suara secara klandestin untuk Andika-Hendrar. Ganjar, mantan calon presiden, memiliki tim senyap atau “tim gorong-gorong” yang berisi para relawan. Tim tersebut bergerak di daerah yang menjadi basis suara Ganjar dan Mahfud Md. saat pemilihan presiden 2024, seperti Temanggung.
Tim Ganjar bergerak menggalang dukungan beberapa lapisan masyarakat, seperti petani tembakau. Ganjar cukup dekat dengan para petani tembakau saat ia memimpin Jawa Tengah pada 2013-2023. “Mereka bukan tim khusus, melainkan relawan yang membantu kampanye Ganjar-Mahfud dulu,” kata Ganjar. Sebagian anggota tim juga membantu pemenangan Jokowi dalam pilpres 2014 dan 2019.
PDIP juga berupaya mendapat dukungan dari kelompok hijau atau agama. Menggaet dukungan dari kalangan nahdliyin atau kader Nahdlatul Ulama, PDIP mengandalkan jaringan Umar Wahid Hasyim, adik mantan presiden Abdurrahman Wahid. Umar menjadi ketua tim pemenangan Andika. Menurut Andi Widjajanto, Umar membantu pasangan Ganjar-Mahfud dalam pilpres 2024.
“Pak Umar membawa Andika masuk ke pesantren-pesantren ketika Andika menjadi Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud,” ucap Andi. Mantan Sekretaris Kabinet itu mengatakan Andika sendiri yang meminta Umar menjadi ketua tim kampanyenya.
PDIP juga tak mau kecolongan lagi dengan manuver pembagian bantuan sosial atau bansos. Pada Pemilu 2024, Jokowi gencar membagikan bansos di berbagai daerah, termasuk Jawa Tengah, untuk membantu memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. PDIP pun menduga ada upaya memenangkan Ahmad Luthfi-Taj Yasin dengan pembagian bansos.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto meminta para kader partainya mengkritik bansos yang akan disalurkan berdekatan dengan hari pencoblosan pada 27 November 2024. “Kami meminta kader di DPR mengecek prosedur pencairan bansos supaya tak dimanfaatkan untuk kepentingan pilkada,” tutur Hasto.
Bukan hanya Jawa Tengah, Sumatera Utara pun menjadi medan tempur PDIP melawan Jokowi. Di provinsi itu, calon gubernur yang diusung PDI Perjuangan, Edy Rahmayadi, bersaing dengan menantu Jokowi, Bobby Nasution.
Deddy Yevri Sitorus, Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif PDIP, mengatakan Megawati menginstruksikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat ataupun dewan perwakilan rakyat daerah dari daerah pemilihan di Sumatera Utara mengepung provinsi itu dan memenangkan Edy. Begitu pula kader yang memiliki darah keturunan asal Sumatera Utara.
“Ada beberapa yang diberi tugas, seperti saya, Djarot Saiful Hidayat, dan beberapa kader lain, agar rutin turun ke Sumatera Utara,” kata Deddy. Dalam pilgub Sumatera Utara 2018, Djarot kalah bersaing dengan Edy Rahmayadi, mantan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat. “Sekarang saya rutin ke sana untuk membantu Edy,” ucapnya.
Dua politikus PDIP menyebutkan partai mereka berbagi tugas dengan tim Edy Rahmayadi. Tim Edy menggarap wilayah timur yang penduduknya mayoritas muslim. Di daerah itu, Edy menargetkan membetot suara pemilih Anies Baswedan dalam pemilihan presiden 2024. Sedangkan kader PDIP berkampanye di bagian barat dengan jumlah pemilih mayoritas Nasrani.
Sebagaimana di Jawa Tengah, PDIP turut menggaungkan narasi khusus. Dalam agenda-agenda kampanye, kader partai banteng menyinggung berbagai persoalan yang menyeret nama Bobby selama menjabat Wali Kota Medan. Dua isu yang menjadi senjata PDIP adalah dugaan korupsi pengadaan lampu pocong dan isu moralitas menantu Jokowi itu.
Andi Widjajanto mengakui pengaruh Jokowi di Sumatera Utara masih tinggi. Sebagian besar pemilih Jokowi dalam pemilihan presiden 2019 di Sumatera Utara pun turut memilih Bobby Nasution. “Kami berupaya menetralkan pengaruh Jokowi kepada masyarakat dengan menjelaskan bahwa sekarang presidennya Prabowo Subianto. Jokowi sudah tak punya pengaruh,” tutur Andi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Erwan Hermawan dan Hussein Abri Dongoran berkontribusi dalam tulisan ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Palagan Kedua Megawati-Jokowi".