AMIEN Rais pernah punya istilah menarik ketika ia mendeklarasikan Partai Amanat Nasional (PAN), dua tahun lalu. Menurut Amien, PAN adalah partai ijtihad alias eksperimen. Artinya, kalau ijtihadnya berhasil, ia akan mendapat dua pahala, jika gagal satu pahala.
Nah, dalam kongres PAN yang akan diadakan di Yogyakarta, 10-12 Februari mendatang, soal pahala itu mungkin akan segera ditentukan. Soalnya, masalah yang akan muncul dalam kongres partai berlambang matahari terik tersebut adalah tentang kemungkinan bergesernya warna PAN dari partai ''warna-warni" menjadi menjadi partai ''hijau" alias cenderung condong ke Islam.
Pembicaraan ke arah berubahnya haluan PAN itu memang belum terang-terangan dilakukan. Tapi dua kelompok yang akan bertarung di kongres itu nanti akan sangat menentukan pilihan warna itu.
Amien Rais, melalui dukungan kubu salah seorang ketua PAN, A.M. Fatwa, tampaknya berpotensi melakukan pembelokan haluan partai. Di sudut yang lain ada Sekretaris Jenderal PAN, Faisal Basri, yang masih konsisten dengan pilihan PAN sebagai partai majemuk.
Sementara ini, angin memang berembus ke arah Amien. Sebagian besar pengurus PAN di daerah berdiri di belakang ketua MPR tersebut. Amien masih jadi sosok andalan PAN. ''Amien Rais adalah simbol lokomotif reformasi," kata Al Hilal Hamdi, pengurus pusat PAN yang berada di sudut Fatwa. Artinya, sebagai barang jualan untuk pemilu mendatang, Amien Rais masih menjanjikan, sementara Faisal Basri baru mengantongi dukungan kecil dari beberapa daerah di Jawa Timur.
Amien Rais sendiri mengaku siap maju perang. Tapi, menurut Faisal Basri, bukan tidak mungkin Amien mundur di tengah jalan dengan pertimbangan dia saat ini adalah ketua MPR. ''Jika Amien mundur," kata Faisal, ''A.M. Fatwa-lah yang akan maju".
Fatwa juga saat ini aktif bergerak. Bukan untuk menghimpun dukungan menuju kursi ketua umum, melainkan ia akan memperjuangkan perubahan fundamen partai. Ia, misalnya, akan memasukkan iman dan takwa ke dalam asas partai. Meski Fatwa menolak bahwa idenya itu untuk menyemprotkan warna hijau dalam tubuh PAN, pengurus dari kubu Faisal segera menafsirkan ide itu sebagai geliat Fatwa untuk mengislamkan PAN. ''Asas itu ditambahkan untuk mempertegas jenis kelamin PAN," kata A.M. Fatwa.
Mengapa PAN harus berubah warna? Ceritanya bermula dari hasil Pemilu 1999 lalu, yang hanya memberikan 7 persen suara bagi partai yang didukung kelas menengah tersebut. Dengan jumlah itu, PAN memang sulit bergerak. Amien Rais, yang sebelumnya gegap gempita akan mencalonkan diri sebagai presiden, belakangan amit mundur karena suara pendukungnya tidak memadai.
Faisal Basri dan kawan-kawan menghendaki agar PAN mengambil sikap tegas: menolak masuk eksekutif dan berdiri tegap sebagai partai oposisi. Tapi sebagian pengurus menolak. Maka, kedua kubu ini seperti jalan sendiri. Pengurus PAN yang berseberangan dengan Faisal ikut Amien dalam menyusun formasi politik di jajaran eksekutif dan legislatif. Kisah sukses mereka salah satunya adalah dengan membangun Poros Tengah, yang akhirnya mengantar Abdurrahman Wahid ke kursi presiden. Sementara itu, Faisal, yang memang kurang punya dukungan di daerah, ''ditinggalkan" kubu Amien.
Selain itu, menurut Al Hilal Hamdi, pengurus PAN yang kini Menteri Transmigrasi, muncul kesadaran di kubu Amien bahwa konstituen PAN sebagai partai majemuk tidak cukup untuk membuat PAN menjadi partai yang besar. Maka, pemilih Islam pun dilirik dengan cara memberi nuansa Islam dalam partai itu. Nah, dengan membelokkan ''target market" itu, kelompok Amien berharap bisa memperoleh jumlah suara yang lebih signifikan pada pemilu mendatang.
Tapi spekulasi ini dibantah Faisal. Menurut pengamat ekonomi itu, kalaupun PAN menjadi partai Islam, perolehan suaranya bersama partai lain tidak akan lebih dari 20 persen. Preseden pemilu lalu, yang dimenangi oleh tiga besar PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa—yang lebih banyak menjual sentimen NU ketimbang isu agama—dan Golkar, menunjukkan bahwa agama saat ini bukan barang dagangan yang laku.
Sayangnya, Faisal sendiri kurang bergairah dalam menjual gagasannya itu. Ia memang akan menyampaikan sikapnya dalam acara kongres, tapi ia enggan berjuang untuk merebut kursi ketua umum agar sikapnya bisa terealisasi. Bahwa ia maju, itu hanya untuk memberi sparring partner kepada Amien. ''Saya sudah capek. Saya enggak berambisi mengincar jabatan," katanya.
Walhasil, pudarnya warna pluralistis dalam tubuh PAN tinggal menunggu waktu saja. Perlu empat tahun lagi untuk menguji apakah itu merupakan pilihan yang tepat, kalau memang warna itu berubah.
Arif Zulkifli, Edy Budiarso, Hani Pudjiarti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini