Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obituari

Ilmuwan Jiran Berhati Indonesia

Dia ilmuwan politik, pendukung revolusi Indonesia dan antikolonialis. Tokoh yang pernah mendapat penghargaan dari pemerintah Indonesia pada 1991 itu pernah ditahan Belanda.

6 Februari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA cerita harum tentang Prof. George McTurnan Kahin, ahli politik dari Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang terdengar dari Yogya—kota yang dia singgahi selama revolusi Indonesia. Zena, istri Hamid Algadri, tokoh pejuang kemerdekaan Republik Indonesia, mencatatnya di dalam benak. Alkisah, Kahin pernah bertetangga dengan keluarga Hamid di sebuah gedung di Kota Yogya pada masa agresi militer Belanda II tahun 1948. Suatu hari pasukan Belanda datang dan menahan semua laki-laki di gedung itu, termasuk Hamid. Ketika tokoh keturunan Arab itu dipenjara, Kahin meminta kepada seorang kapten Belanda agar memperlakukan Hamid secara baik. "Jika sesuatu terjadi pada Hamid, Kahin mengancam akan menuntut sang kapten dan memublikasikannya secara luas," kata Zena.

Itulah salah satu penggalan masa lalu Kahin, ilmuwan yang dianggap sebagai bapak studi Indonesia dan Asia Tenggara modern, yang meninggal dunia di Rumah Sakit Rochester, New York, Sabtu dua pekan lalu. Ilustrasi itu juga mencerminkan kepribadian Kahin sebagai ilmuwan yang memiliki kepekaan sosial. Pembentukan visi Kahin itu, menurut sejarawan Onghokham, bisa dirunut dari dua peristiwa penting yang dialaminya: depresi ekonomi tahun 1930-an yang berkepanjangan dan keterlibatan AS dalam Perang Dunia II—peristiwa yang mengejutkan Kahin secara pribadi karena waktu itu ia bertugas di Angkatan Darat AS.

Siapakah Kahin? Ia lahir dari keluarga yang cukup berada di San Francisco. Ayahnya seorang pengacara dan ibunya guru kesusastraan Inggris. Kahin menyelesaikan studi strata I di Universitas Harvard, strata II di Universitas Stanford, dan meraih gelar doktor di Universitas John Hopkins—ketiganya kampus bergengsi di AS. Kahin menjadi guru besar di Universitas Cornell pada 1950, ketika dunia riset ilmiah sedang mengikuti tren politik globalisme Amerika. Maklum, Sekutu baru saja menang di medan Perang Dunia II.

Dalam latar seperti itulah, Kahin bersama dengan Prof. John Echols (ahli bahasa) dan Prof. Lauriston Sharp (antropolog)—keduanya telah meninggal—mendirikan program studi Asia Tenggara di Universitas Cornell yang bersifat multidisipliner dan menjadi direktur lembaga itu sejak 1966 hingga 1988. Posisi itu digantikan oleh mahasiswanya, Benedict R. Anderson, ahli politik yang mendominasi wacana keindonesiaan pada era Orde Baru. Bervisi jauh ke depan, lembaga ini menjadi cikal bakal berbagai lembaga penelitian Asia Tenggara di berbagai negara.

Karya ilmiah Kahin yang paling monumental, menurut beberapa ilmuwan, adalah Nationalism and Revolution in Indonesia. Buku yang terbit pada 1952 itu dinilai menggembirakan bagi mereka yang mengalami revolusi Indonesia. Soalnya, buku itu menulis revolusi Indonesia secara simpatik dan obyektif. "Kita bangga digambarkan sebagai satu bangsa muda yang penuh pergulatan, menemukan jati diri kita lewat berbagai rentetan exercise demokratis dan akhirnya sanggup melahirkan suatu Republik Indonesia," kata budayawan Umar Kayam dalam sebuah kolom.

Kahin bergaul dekat dengan elite politik Indonesia seperti Bung Karno dan Bung Hatta, bahkan dekat secara pribadi dengan Sjahrir, Soebadio Sastrosatomo, M. Natsir, Moh. Roem, dan H. Agus Salim. Dekat dengan Natsir, Kahin dan istrinya, Audrey (juga Indonesianis), menyusun buku Subversion as Foreign Policy untuk membersihkan nama Natsir dari konspirasi asing yang melahirkan gerakan separatisme PRRI/Permesta. Memang, sebagai ilmuwan, Kahin mengakui bahwa buku-bukunya bukanlah karya ilmuwan yang mengambil jarak dengan persoalan.

Juga, ia bukan seorang pencatat peristiwa yang dingin. Itu juga tampaknya yang membuat Kahin, selama menulis tesisnya di Indonesia, terlibat dalam mendukung revolusi Indonesia. Bahkan, tokoh yang memperoleh penghargaan dari pemerintah Indonesia pada 1991 itu pernah ditahan oleh Belanda.

Akan tetapi, Kahin memang memiliki empati kemanusiaan universal. Ketika Perang Vietnam berkecamuk pada 1970-an, Kahin termasuk ilmuwan yang menentang keterlibatan AS lebih jauh di Vietnam. Kahin adalah ilmuwan Barat yang berempati pada kemanusiaan—nilai lebih yang langka pada zamannya.

K.M.N., Dewi Rina Cahyani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus