Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
M
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
EMAKAI kemeja putih dan celana hitam, Utje Gustaaf Patty tergopoh-gopoh menuju ruang kerja Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 17 Mei 2024. Waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB. Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) ini terlambat setengah jam dari jadwal pertemuan dengan Presiden. “Presiden kok sampai menunggu,” ujar Jokowi begitu melihat Utje masuk ruangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Utje tersenyum sambil meminta maaf kepada junjungannya itu. Kata Utje, Jokowi tidak marah meski ia telat. Keduanya lalu larut dalam pembahasan tentang koalisi penyokong pemerintahan Prabowo Subianto, nasib para relawan Jokowi, dan pemilihan kepala daerah. Kepada Jokowi, Utje menyatakan keberatan jika PDI Perjuangan berada dalam koalisi Prabowo. “Kalau musuh jadi teman itu bagus, ini teman menjadi musuh,” ucapnya.
PDI Perjuangan adalah partai Jokowi. Namun belakangan terjadi gesekan antara elite partai dan Presiden. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri acap meledek Jokowi sebagai petugas partai. Puncaknya adalah perbedaan kubu dalam pemilihan presiden. Jokowi tentu saja mendukung Prabowo, Menteri Pertahanan, yang berpasangan dengan anaknya, Gibran Rakabuming Raka. Sementara itu, PDI Perjuangan mencalonkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Mendapat permintaan Utje agar menolak proposal koalisi PDI Perjuangan, Jokowi tak membalasnya dengan tegas. Seperti biasa, ia hanya manggut-manggut dan tersenyum tiap kali mendengar Utje berapi-api menganalisis politik Indonesia ke depan di tangan pemerintahan Prabowo dan anaknya.
Sama seperti Utje, Gibran Rakabuming Raka, menurut beberapa koleganya yang mendengar langsung pernyataannya, tak ingin PDIP berada di belakangnya sebagai partai koalisi. Gibran sudah ditendang dari keanggotaan PDIP karena mendampingi Prabowo. Gibran menyarankan Jokowi masuk dan memimpin salah satu partai untuk mengimbangi Megawati.
Partai Golkar salah satu yang diincar. Selain menjadi pemenang pemilihan umum nomor 2, Golkar dianggap cukup solid sehingga bisa menjadi penyeimbang PDI Perjuangan yang menjadi juara Pemilu 2024. Gibran belum merespons pesan dan panggilan telepon hingga Jumat siang, 31 Mei 2024. Bendahara Umum Projo—kelompok relawan Jokowi—Panel Barus mengatakan sikap Gibran soal koalisi mengikuti keputusan Prabowo Subianto. “Masih terbuka untuk semua partai,” katanya pada Kamis, 30 Mei 2024.
Di masa pemilihan umum, Projo adalah Pro Jokowi. Kini kelompok relawan itu menabalkan namanya sekadar Projo, terutama setelah Ketua Umum Budi Arie Setiadi menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika. Sejalan dengan Bara JP, Projo menolak PDIP bergabung dengan koalisi Prabowo-Gibran.
Menurut Panel Barus, Projo meminta PDI Perjuangan menjadi penyeimbang di luar pemerintahan Prabowo. “Menjadi oposisi itu mulia. Maka jangan setengah hati,” ujarnya merujuk pada pidato Megawati dalam Rapat Kerja Nasional PDIP pada 24-26 Mei 2024 yang tak menyatakan secara tegas sikap partainya dalam mendukung pemerintahan Prabowo Subianto.
Para elite partai pendukung Prabowo dalam pemilu juga terbelah soal kemungkinan PDI Perjuangan menjadi sekutu mereka. Pengurus Partai Amanat Nasional tak keberatan PDIP bergabung. Syaratnya, tak mengurangi jatah kursi menteri PAN. “Kami gembira jika PDIP berada dalam koalisi,” kata Dradjad Wibowo, Ketua Dewan Pakar PAN.
Adapun pengurus Golkar tampaknya keberatan PDIP bergabung dengan koalisi Prabowo. Dalam beberapa kali diskusi di Badan Pemenangan Pemilu, politikus senior Golkar menyatakan tak setuju mereka bersekutu dengan PDIP. Alasannya, kehadiran PDIP akan membuyarkan koalisi permanen yang mereka gagas. Koalisi permanen terdiri atas Partai Gerindra, Golkar, PAN, dan Partai Demokrat.
Gibran Rakabuming Raka menyapa relawan Projo dalam Rakernas VI Projo di Indonesia Arena GBK, Jakarta, Oktober 2023. Antara/Aprillio Akbar
Alasan lain, para pengurus Golkar khawatir kehilangan pengaruh dalam koalisi Prabowo. Dua petinggi Tim Kampanye Nasional Prabowo mengatakan masuknya PDIP bakal menyaingi pengaruh Golkar yang berencana mendominasi koalisi Prabowo.
Politikus Golkar, Ario Bimo Nandito Ariotedjo—kini menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga—mengatakan sikap Golkar soal koalisi mengikuti keputusan Prabowo. Dito Ariotedjo adalah wakil suara Golkar dari kalangan muda yang tak menyoal keberadaan PDIP di koalisi Prabowo. “Kami setuju dengan semangat Pak Prabowo yang ingin merangkul semua,” tuturnya.
Prabowo memang berusaha merangkul PDIP. Ia acap mengirim orang kepercayaannya dalam menjalin komunikasi dengan kubu PDIP secara informal. Beberapa kali politikus Gerindra berjumpa dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani membahas koalisi. Namun negosiasi Prabowo-PDIP masih buntu. Puan masuk kubu di PDIP yang menginginkan koalisi dengan Prabowo.
Selain belum bulat, PDIP meminta banyak syarat. Menurut tiga petinggi Tim Kemenangan Nasional Prabowo, PDIP menginginkan kursi menteri strategis dalam kabinet. Padahal kursi-kursi menteri itu sudah dijanjikan untuk partai pendukung Prabowo dalam pemilu.
Syarat lain: Prabowo tidak melibatkan Jokowi dalam pemerintahan ke depan. Tiga politikus dalam koalisi Prabowo mengatakan Prabowo menolak syarat itu. Selain ada anak Jokowi sebagai wakilnya, Prabowo menang berkat popularitas Jokowi.
Dalam acara bimbingan teknis dan rapat koordinasi nasional pemilihan kepala daerah PAN pada 9 Mei 2024, Prabowo mengutarakan kekesalan kepada partai yang meminta banyak syarat masuk koalisi penyokongnya. “Kalau sudah tidak mau diajak kerja sama, ya, jangan ganggu,” kata Prabowo. Para elite PAN menduga kalimat itu ditujukan kepada PDI Perjuangan.
Meski begitu, beberapa pengurus Partai Gerindra masih berharap PDIP bergabung. Wakil Ketua Umum Dewan Pembina Partai Gerindra Dedi Mulyadi mengatakan Prabowo masih membuka ruang kepada PDIP menjaga stabilitas politik di parlemen. “Dalam politik tidak ada kata titik, selalu koma,” ucap Dedi.
Adapun Partai Demokrat menyerahkan urusan penerimaan PDIP kepada Prabowo. Demokrat punya sejarah panjang “bermusuhan” dengan PDIP. Pada Pemilu 2004, Susilo Bambang Yudhoyono adalah anggota kabinet Presiden Megawati Soekarnoputri. Setelah mendirikan Demokrat, Yudhoyono maju dalam pemilu dan mengalahkan Megawati. Dalam 10 tahun pemerintahan Yudhoyono, PDIP menjadi oposisi di DPR.
Politikus Partai Demokrat, Sjarifuddin Hasan, menolak memberikan banyak komentar soal kans PDIP masuk koalisi Prabowo. “Domain mereka kan mau di dalam atau di luar pemerintahan,” katanya.
Mendapat penolakan dan penerimaan dari partai koalisi pendukung Prabowo, para pengurus PDIP menyambutnya dengan dingin. Menurut politikus PDIP, Andreas Hugo Pareira, perbedaan penerimaan atas kemungkinan PDIP bergabung dengan koalisi Prabowo adalah hal lumrah. “Artinya ada demokratisasi,” ujarnya. Adapun Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto membuat pernyataan tak kalah mengambang. “Urusan sikap menunggu pemerintahan baru ke depan.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Francisca Christy Rosana, Hussein Abri Dongoran, dan Egi Adyatama berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Setengah Hati Menjadi Mulia"