Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Negara belum berpihak pada pekerja migran Indonesia meskipun pemerintah sering mengatakan buruh migran adalah pahlawan devisa. Sebab, secara faktual, negara belum bisa memberikan jaminan sosial dan kesehatan kepada pekerja di sektor ini. "Masih belum ada keberpihakan negara kepada rakyatnya sendiri," kata anggota Komisi Ketenagakerjaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ade Rezki Pratama, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ade, aturan yang tumpang-tindih membuat pelindungan kepada pekerja migran menjadi terhambat. Apalagi pemerintah tidak secara aktif menangani produk-produk hukum tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masalah lain yang sering muncul, kata Ade, pekerja migran yang sakit sering kerepotan untuk membayar biaya pengobatan. Sementara itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan belum menjangkau para pekerja di luar negeri. Sebab, berdasarkan Pasal 52 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, BPJS kesehatan tidak bisa memberikan pelayanan kesehatan kepada warga negara yang berada di luar negeri. Karena itu, Ade berharap ada terobosan yang bisa dilakukan agar para pekerja migran bisa mendapat jaminan kesehatan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan jaminan sosial bagi pekerja migran yang wajib diikuti adalah program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm). Ada juga program jaminan hari tua yang dapat diikuti, tapi tidak wajib. Aturan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2018.
Kepesertaan pekerja migran dalam program JKK dan JKm selama ini tercatat sebanyak 296.539 orang per November 2022. Timboel berharap jumlah itu terus ditingkatkan agar makin banyak pekerja migran terlindungi. Pemerintah, melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara penempatan, harus bisa menjangkau para pekerja migran itu. "Bagi pekerja migran yang diperpanjang (masa kerjanya), harus dimudahkan untuk memperpanjang program jaminan sosial ketenagakerjaan, dengan membayar iuran di negara penempatan," kata Timboel.
Timboel mencatat, pada Desember 2021 sampai Mei 2022, pertumbuhan peserta aktif pekerja migran menurun 14 persen. Sedangkan pada Mei-November 2022 tumbuh 46 persen. Iuran yang diterima selama 2022 sebanyak Rp 64 miliar. Rata-rata penambahan peserta baru pada Januari-Mei 2022 adalah 9.429 orang per bulan, dan pada Mei-November 2022 sebanyak 24.656 orang per bulan.
Untuk periode Januari-Mei 2022, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dibekukan sementara. Ketika pengiriman dibuka pada Juni 2022, angkanya langsung melonjak, dengan rincian ke Taiwan sebanyak 129.187 orang, Malaysia sebanyak 62.793 orang, dan Hong Kong sebanyak 39.087 orang.
Timboel berpendapat bahwa saat ini manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan belum optimal. Pemerintah sedang merevisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2018 dengan menambahkan manfaat jaminan sosial bagi PMI, yaitu meningkatkan jenis manfaat pelindungan menjadi 25 manfaat. Dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan saat ini baru 18 jenis manfaat pelindungan yang diatur.
Rapat kerja Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 16 Maret 2021. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Rencananya ada tujuh ketentuan teknis manfaat baru, yaitu sakit kecelakaan kerja-penyakit akibat kerja (KK-PAK), homecare, alat bantu dengar, kacamata, pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, ditempatkan tidak sesuai dengan kontrak, dan santunan pemerkosaan. Ada sembilan jenis manfaat mengalami kenaikan, yaitu santunan kematian, santunan berkala, beasiswa, gigi palsu, transportasi, gagal berangkat, gagal ditempatkan, PHK karena KK-PAK, dan kedaluwarsa.
Timboel mendesak Menteri Ketenagakerjaan segera menyelesaikan revisi Permenaker Nomor 18 Tahun 2018 dengan menambah manfaat jaminan bagi PMI. Salah satu yang penting untuk diatur adalah diwajibkan bagi pekerja migran mengikuti program jaminan hari tua. "Sehingga pekerja migran memiliki tabungan untuk masa tua,” katanya. “Ini harus dimuat dalam revisi Permenaker Nomor 18 Tahun 2018."
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, menyoroti klaim jaminan sosial ketenagakerjaan pekerja migran. Pembayaran iuran pekerja migran kepada BPJS Ketenagakerjaan dari Agustus 2017 hingga 4 Desember 2022 sebesar Rp 348,12 miliar. Jumlah itu dibayarkan oleh 1,66 juta pekerja.
Sedangkan jumlah nominal pencairan klaim tercatat sebesar Rp 30 miliar dari 877 pekerja. Dengan begitu, rasio pencairan klaim BPJS Ketenagakerjaan hanya 8,63 persen. "Sesuatu yang miris, begitu banyak uang pekerja migran yang diserahkan ke BPJS Ketenagakerjaan,” katanya. “Ini ada istilah untung banyak BPJS."
Dengan kecilnya pencairan klaim dibanding pembayaran iuran, kata Benny, tidak berlebihan jika diharapkan ada manfaat lain—di luar perluasan manfaat dalam revisi Permenaker Nomor 18 Tahun 2018—yang diberikan kepada pekerja migran ataupun keluarganya.
Benny juga menyorot kendala yang sering dihadapi pekerja migran untuk mengurus BPJS Ketenagakerjaan. Salah satunya, banyak pekerja tidak memperpanjang kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di negara penempatan karena tidak merasakan manfaatnya. Kemudian ada persyaratan lain di luar Permenaker Nomor 18 Tahun 2018 saat pengajuan di cabang BPJS Ketenagakerjaan.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), prinsip BPJS Kesehatan adalah kegotongroyongan. "Jadi, kalau uang itu dikumpulkan dan dibayar atributnya sedikit, itu memang bagian dari gotong royong,” katanya. “Kalau dibilang (BPJS) untung banyak, prinsip SJSN 40 itu nirlaba. Kita enggak ada untungnya, ini nirlaba."
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, berencana mengoptimalkan peningkatan kepesertaan program JKN-KIS. BPJS kesehatan, kata dia, juga terus berkoordinasi dengan BP2MI, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk memperoleh data pekerja migran Indonesia. "Untuk memastikan keaktifan anggota keluarga yang masih di Indonesia," ujar Ali Ghufron.
HENDARTYO HANGGI | FENTI GUSTINA (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo