Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Pelabuhan bebas ?

Pelabuhan sabang kini nyaris mati akibat gencarnya pemberantasan penyelundupan. uu no. 3 dan no.4 tahun 1970 dianggap percuma, karena pelabuhan sabang yang dinyatakan bebas, kini diawasi amat ketat.

3 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH para jengek -- pedagang kecil terdiri dari inang-inang - tak meramaikan Sabang lagi, daerah ini kini nyaris mati. Meski penghuninya tak kurang dari 17 ribu. Para inang itu kini tak bisa lagi berhiruk-pikuk mencangking dagangannya dari sana ke Ulee Lheueu sebab pemeriksaan petugas Bea Cukai di bandar laut Ulee Lheue amat ketat. "Pokoknya sekarang tak bisa main lah", ucap seorang pedagang yang mengkordinasikan para inang di bandar laut Banda Aceh itu. Maka mati kutulah para jengek di tengah hiruk-pikuk pemberantasan penyelundupan naik suhunya. Tapi bukan hanya itu yang membikin Sabang sepi. Juga tindakan pembersihan terhadap pejabat-pejabat BC. "Pemeriksaan jabatan 100% telah kami laksanakan di sini", ujdr seorang petugas BC.Itu dipandang perlu, sebab agaknya tak bisa dipisahkan dari suburnya kehidupan penyelundupan di sana. Hal ini pernah menyebabkan lahirnya tudingan bahwa Sabang sebagai sarang penyelundupan di kawasan Sumatera bagian utara. Karena ramainya para pejabat ikut "main". Hingga untuk mematikannya terpaksa rute ferry antara Ulee Lheue-Sabang ditetapkan hanya satu ferry sehari. Padahal di tahun-tahun 1966-1973 pelayaran Ulee Lheue-Sabang teramat subur dan tentu saja juga perdagangannya. U.U. Itu Percuma Itu mengakibatkan perdagangan di Sabang jadi merosot. Fasilitas pelabuhan Sabang yang terbilang cukup luas itu tinggal terpakai 25% saja. Selebihnya? Tentu saja, menganggur. Lagipula menurut seorang pejabat pelabuhan, "dalam keadaan rusak berat". Untuk memuluskannya kembali diperlukan sedikitnya Rp 1 milyar. Maka beberapa kapal antar benua yang berniat lego jangkar di sana, misalnya untuk memuat air, terpaksa ditampik. Hingga jangan heran bila sekarang kapal yang datang lego jangkar, cuma sekitar 1 atau 2 saja dalam sebulannya. Padahal Sabang pernah mencatat kunjungan 586 kapal selama tahun 1965-1974. Ini pula tentunya pernah jadi alasan Sabang hendak dijadikan pelabuhan dan perdagangan bebas. Bahkan pernah menarik minat Universitas Siyah Kuala membikin pola perencanaan pengembangan 25 tahun Sabang. Namun kini Sabang amat memprihatinkan. Hingga penduduknya bertanya-tanya apakah eksistensi Sabang bisa dilanjutkan. Bahkan seorang pejabat dari Pusat yang bertandang ke Sabang beberapa waktu lalu mengeluh kepada TEMPO: "Tak ada manfaatnya UU No.3 dan No.4 tahun 1970 dibuat". Harap diketahui Undang-Undang tersebut mensahkan Sabang dan Pulau Weh sebagai pelabuhan bebas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus