KETIKA salawat Nabi didendangkan lewat corong masjid, di ruangan lain ada orang yang menjerit dan memaki-maki. "Siapa? Hei, siapa di seberang sana? Siapa yang akan digantung? Kok tidak ada yang menyahut. Siapa?" Yang berteriak ini Khairullah, 19 tahun, dan yang menyanyikan salawat Nabi para ibu yang sedang mengaji. Begitulah suasana Pesantren Darul Maarif, Kebayoran Baru, Ahad pekan lalu. Khairullah dan rekan-rekannya adalah santri. Ia bukannya sedang marah. Ia sedang berlatih akting. Bukan maksudnya santri ini berniat menjadi bintang film. Itulah salah satu pelajaran baru, yang oleh pihak Darul Maarif dianggap perlu untuk membekali para calon da'i. "Akting penting untuk para da'i," kata A. Rafiq. "Agar pendengar tidak terantuk-antuk kepalanya karena mengantuk." Betul, ini Rafiq yang dikenal sebagai penyanyi dangdut itu. Dan dialah guru akting di pesantren ini. Tidak semua santri di pesantren yang dipimpin Idham Chalid itu mengikuti seni akting. Dari sekitar seribu santri, hanya 15 orang saja yang tertarik. Lagi pula, bagi santri lain, yang datang hanya mempelajari ilmu murni, pelajaran yang diberikan Rafiq seperti aneh. Disuruh menunjuk-nunjuk disuruh hilir mudik. Dan tak ada badai tak ada guntur, kok disuruh teriak-teriak. Memang, selama ini, di beberapa pesantren, seperti Tebuireng, Gontor, dan Al-Amien (Sumenep), telah pula diberikan pelajaran seni pentas. Tapi itu bukan untuk membekali calon da'i, melainkan benar-benar untuk main drama. Maka, harap maklum saja bila santri-santri di Darul Maarif (artinya Rumah Ilmu) pun banyak yang bingung melihat "Kiai" Rafiq mengajar, meski di sini sejak tahun lalu sudah pula ada grup drama. Menghubungkan akting dan kegiatan dakwah, itulah yang membuat bengong sejumlah santri. Padahal, akting bisa berarti luas, bukan cuma untuk bersandiwara. "Akting adalah seni menginterpretasikan diri dalam laku. Kelakuan orang akan mudah diterima kalau cocok dan pas," kata Rafiq. Rafiq, yang rumahnya berada 100 meter dari Darul Maarif, mengaku sudah lama punya keinginan untuk melatih akting bagi para calon juru dakwah. Baru awal bulan ini terlaksana. Maka, penyanyi yang punya sertifikat kursus akting dari Parfi ini lantas menyusun paket khusus: teori dan praktek. Latihan diprogramkan, sedikitnya tiga jam dalam seminggu. Lalu ada diskusi seputar gerak, dialog, intonasi, dan mimik. Yang kemudian banyak diberikan adalah bagaimana berpidato yang baik. Santri itu satu per satu praktek di kelas, dan Rafiq mengawasi sambil memberikan beberapa petunjuk. "Semula belajar akting ini terasa aneh bagi saya," kata Jamal, 20 tahun, seorang santri. Tapi kemudian ia mengaku seni akting itu sangat bermanfaat. "Pandai berbicara saja, belum tentu memikat orang. Dengan menguasai seni akting, saya yakin saya bisa memikat orang kalau berbicara di depan umum," katanya. Dan kata Nurlaila, 16 tahun, siswi kelas dua tsanawiyah di Darul Maarif, "Dengan gerak, pidato saya menjadi tidak kaku." Oleh sebab itu, Rafiq optimistis seni akting yang agak khusus ini nantinya bakal diterima dalam kurikulum sekolah agama, khususnya pesantren. "Memang tanggapan dari yang berwenang belum ada, tapi dari kalangan masyarakat sudah positif," kata penyanyi yang tenar lewat lagu Lirikan Mata itu. Paling tidak, di samping Darul Maarif, lampu hijau juga sudah diberikan oleh Al Kamal, salah satu pesantren yang tergolong besar. Untuk itu, Rafiq, bapak sembilan anak, yang sejak kecil dekat dengan dunia pesantren, siap diundang ke seluruh pelosok tanah air: mempromosikan seni akting untuk para calon da'i. "Asal saja tidak merugikan saya," ujarnya. Maksudnya, ada yang menanggung biaya transpor. Maklum, di dunia dangdut, Rafiq sudah banyak mendapat saingan. Sedang di bidang bisnis, ia lagi sial. "Rupanya, saya perlu beramal supaya mendapat ridha Allah," katanya. "Ya, menularkan ilmu akting yang saya kuasai itu." Rupanya akting A. Rafiq memang meyakinkan, hingga dipercaya pesantren. Moebanoe Moera & Ahmadi Toha (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini