Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ALAMAT rumah satu lantai dengan toko kelontong di bagian depannya itu tercantum di situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Menurut situs tersebut, rumah yang beralamat di Dusun Ponokawan RT 2 RW 01, Krian, Sidoarjo, Jawa Timur, itu adalah lokasi kantor PT Indo Teknika Sarana Pratama. Perusahaan ini menjadi pemenang lelang pengadaan kapal senilai Rp 10 miliar dari Kementerian Desa pada 2015.
Kamis pekan lalu, Tempo menyambangi alamat tersebut. Di salah satu jendela toko kelontong itu, tertempel pemberitahuan PT Indo Teknika sudah pindah ke Jalan Situs Raos, Gempol, Pasuruan, Jawa Timur. Mas'amah, pemilik rumah, menolak menjelaskan hubungannya dengan perusahaan tersebut. "Silakan tanya sendiri ke sana," katanya sambil memberikan alamat PT Indo Teknika di Pasuruan.
Di lokasi yang disebut sebagai alamat baru PT Indo Teknika, ternyata hanya ada sebuah gudang tempat tinggal sementara belasan pekerja proyek konstruksi jembatan timbang. Di salah satu sudut teronggok papan nama PT Indo Teknika. Subandi, kepala gudang, membenarkan bangunan itu kantor PT Indo Teknika. Ia membantah kabar bahwa perusahaannya pernah berkantor di Sidoarjo. "Selama saya kerja lima tahun di sini, kantor Indo Teknika ya di sini," katanya.
Menurut situs Layanan Pengadaan Elektronik Kementerian Desa, PT Indo Teknika memenangi proyek pengadaan kapal berbobot 32 gross ton untuk lima kabupaten di Maluku dan Maluku Utara. Pembiayaannya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015. Belakangan, proyek ini tidak kelar sampai akhir tahun lalu, sehingga dikategorikan gagal bayar pada 2015. "Tapi sudah kami selesaikan pada Februari lalu," kata Felix, yang namanya tercantum di dokumen tender mewakili PT Indo Teknika.
Proyek PT Indo Teknika bukan satu-satunya yang gagal bayar di Kementerian Desa. Menurut seorang petinggi kementerian itu, sedikitnya 250 proyek gagal bayar di lembaganya dengan nilai total di atas Rp 1 triliun. Ihwal banyaknya proyek gagal ini pernah dibahas Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar bersama semua pejabatnya pada 17 Februari lalu. Menurut notulensi rapat yang salinannya diperoleh Tempo, Marwan dan dua anggota staf khususnya, Syaiful Huda dan Sugiono, meminta proyek gagal itu tetap diselesaikan.
Banyaknya proyek gagal bayar ini menyebabkan serapan anggaran Kementerian Desa rendah. Menurut situs Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran, yang dikelola antara lain oleh Kementerian Keuangan serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serapan anggaran pekerjaan fisik kementerian Marwan hanya 22,5 persen sampai akhir 2015. Padahal di kementerian itu tercatat ada 2.503 paket pengadaan barang dan jasa senilai Rp 7,234 triliun. Dengan total anggaran Rp 8,9 triliun, total serapan anggarannya mencapai 68,9 persen.
Ketika menggelar rapat kerja dengan Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat, akhir Januari lalu, Marwan menyampaikan data serapan anggaran 2015 sebesar 70 persen. Tapi, kepada Dewan, dia mengklaim serapan anggaran pekerjaan fisik mencapai 74,67 persen.
Menurut seorang pejabat yang mengurusi tender di Kementerian Desa, banyaknya proyek yang gagal bayar disebabkan banyak rekanan titipan. Ia menyebut, misalnya, PT Indo Teknika, yang dianggap tak cakap dan tidak jelas alamatnya. Proses tendernya banyak diintervensi staf khusus Marwan. "Mereka kerap ikut mengatur sehingga banyak rekanan tidak memenuhi persyaratan bisa lolos menjadi pemenang tender," katanya.
Selain Syaiful Huda dan Sugiono, ada satu anggota staf khusus lain, yakni Ahmad Iman Sukri. Para anggota staf khusus ini kadang berkantor di lantai dua dekat ruangan Menteri dan lantai enam, di Kantor Kementerian Desa, Kalibata, Jakarta Selatan. "Mereka sangat berkuasa, sehingga para anggota staf khusus dan adik Menteri dijuluki 'kiai langitan'," kata seorang pejabat Kementerian Desa. "Setiap rapat pimpinan, mereka selalu ada."
Tudingan adanya permainan staf khusus mengatur proyek di Kementerian Desa juga tercantum dalam surat dari orang yang mengaku Perwakilan Aparatur Negara Kementerian Desa yang dikirim ke Presiden Joko Widodo pada 7 Maret lalu. Dalam lima lembar surat itu disebutkan, antara lain, staf khusus menteri dan adik Marwan yang bernama Jazim ikut mengendalikan proyek di Kementerian Desa dengan cara mengatur tender dari awal. Modusnya, perusahaan yang ingin menang harus menyetor fee kepada mereka 12,5-20 persen dari nilai proyek yang disetorkan di muka. Akibatnya, menurut sang penulis surat, serapan anggaran Kementerian menjadi sangat rendah.
Kepala Staf Khusus Presiden Teten Masduki mengakui sudah menerima surat tersebut. Dia mengatakan akan menghadap Presiden Jokowi untuk menentukan sikap, termasuk perlu-tidaknya melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi. "Tapi, kalau indikasinya seperti itu, pasti ada arahan," katanya. Salah satu pegawai Kementerian Desa, King Farda Wokas, mengatakan surat itu dibuat sejumlah sejawatnya. "Saya ditawari ikut membuat surat itu, tapi saya tolak," ujarnya. Tempo juga sudah menemui salah satu pembuat surat itu, tapi ia meminta namanya dirahasiakan.
Ketika dihubungi pada Kamis pekan lalu, Sugiono menyangkal tudingan adanya anggota staf khusus ikut mengatur tender proyek di Kementerian Desa. Dia menjelaskan panjang-lebar soal itu, tapi meminta keterangannya tidak dikutip. Ditemui setelah membuka Sarasehan Pengawasan Inspektorat Jenderal Kementerian Desa di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis pekan lalu, Marwan Jafar memilih tutup mulut saat ditanya tentang tuduhan bahwa staf khusus dan adiknya mengendalikan proyek di kantornya.
Surat permohonan wawancara berikut pertanyaan tertulis sudah dikirimkan ke kantor Menteri Marwan pada Rabu pekan lalu. Namun, hingga tulisan ini diturunkan, mantan anggota Komisi Hukum DPR ini belum memberikan jawaban. Menurut Sugiono, bosnya belum mau diwawancarai.
SETELAH Marwan Jafar terpilih menjadi Menteri Desa, banyak kader Partai Kebangkitan Bangsa dan kader organisasi sayap Nahdlatul Ulama merapat ke kementerian tersebut. Marwan sebelumnya menjabat Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKB. Tiga anggota staf khusus Marwan juga berasal dari partai yang sama. Syaiful Huda, misalnya, pengurus PKB yang pernah menjadi calon anggota DPR daerah pemilihan Jawa Barat II. Adapun Ahmad Iman Syukri adalah mantan calon legislator dari daerah pemilihan Jawa Tengah VII.
Menurut seorang pejabat Kementerian Desa, ada sekitar 500 orang tenaga non-organik atau non-pegawai negeri sipil di kementeriannya yang berasal dari PKB atau organisasi sayap Nahdlatul Ulama. Mereka tersebar di enam direktorat jenderal, satu badan, sekretariat jenderal, dan inspektorat jenderal. Adapun posisi yang ditempati adalah tenaga ahli, asisten tenaga ahli, dan bagian data entry, dengan gaji Rp 5-8 juta. "Mereka masuk melalui staf khusus," katanya.
Di Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal, misalnya, ada tenaga ahli yang merupakan kader PKB dan calon legislator DPRD Garut 2014 yang gagal. Di direktorat ini ada pula tenaga ahli yang juga petinggi Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama. Selain itu, seorang mantan calon legislator PKB Di Jawa Timur menjadi tenaga ahli di Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Belakangan, kader PKB dan organisasi sayap NU banyak yang menjadi tenaga pendamping desa, yang salah satu tugasnya mengawal dana desa. Honornya Rp 2-10 juta per bulan. Pada 2015, sedikitnya 12 ribu pendamping desa sudah direkrut dan tahun ini kebutuhannya mencapai 46 ribu orang.
Menurut pejabat tadi, tenaga pendamping desa yang diusulkan daerah dalam bentuk daftar panjang akan dipangkas Kementerian Desa. "Di sinilah peran staf khusus memasukkan nama-nama baru," ujarnya.
Budin, pengurus PKB di Praya Tengah, Lombok Tengah, mengaku pernah memfasilitasi sejumlah pengurus PKB untuk menjadi pendamping lokal desa di daerahnya. Awalnya, kata Budin, ia diminta seorang petinggi Kementerian untuk membantu kader PKB di daerahnya menjadi pendamping lokasi desa, Juni tahun lalu. Beberapa kader PKB di wilayahnya, menurut dia, diterima menjadi pendamping lokal desa. "Tapi sekarang saya tak tahu nasib mereka," ujarnya.
Kepala Bidang Badan Pemberdayaan Masyarakat Maluku Utara Anwar Lifran mengaku pernah diminta mengumumkan nama calon hasil seleksi di luar nama yang dinyatakan lulus tim daerah. Nama-nama itu, kata dia, yang dinyatakan lulus seleksi di tingkat nasional. Dari penelusuran Tempo, dari daftar itu, tujuh di antaranya pengurus PKB Maluku Utara dan Kota Ternate. Dua di antaranya Yahya Mahmud dan Abdul Malik Silia, yang menjadi tenaga ahli. Keduanya membantah jadi pendamping desa karena partai. "Saya melamar secara online," ujar Yahya.
Rabu pekan lalu, Marwan Jafar membantah adanya kepentingan PKB dalam seleksi pendamping desa. Ia juga menyangkal tuduhan soal pungutan dari pendamping desa untuk partai. "Seleksi betul-betul adil, tidak ada syaratnya. Malah, kalau nonpartisan, akan diprioritaskan," katanya.
Anton Aprianto, Nur Hadi (Sidoarjo), Supriyantho Khafid (Praya), Budhi Nurgianto (Praya), Salomon Pandia (Nias)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo