Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERGI sehat, pulang tinggal jasad. Keganjilan ini memicu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia turun ke lapangan menginvestigasi kematian Siyono setelah ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror. Anggota Komnas HAM, Siane Indriani, menyatakan tim investigasi melihat banyak bekas pukulan benda tajam pada mayat Siyono.
Komisi Hak Asasi semakin curiga karena, ketika jasad Siyono diterima keluarganya di Brengkungan, Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, polisi melarang bagian perut hingga kemaluan dibuka. Mayat lelaki 33 tahun itu diserahkan dalam keadaan dikafani. "Pada bagian perut mayat, ada banyak kapas," kata Siane, Jumat pekan lalu.
Keanehan lain tentang penyebab kematian muncul dari pernyataan polisi. Semula, kata Siane, polisi menyatakan Siyono kehabisan tenaga akibat berkelahi dengan anggota Densus 88. Tapi, menurut dia, hasil otopsi polisi menunjukkan Siyono tewas akibat perdarahan pada rongga bagian kepala belakang.
Hingga Jumat pekan lalu, tim investigasi Komnas HAM masih bekerja mengungkap kematian Siyono, yang ditangkap pada Selasa dua pekan lalu. Dia diciduk seusai salat magrib berjemaah di Masjid Muniroh, Brengkungan, tak jauh dari rumahnya. Lima hari kemudian, Siyono dipulangkan dalam keadaan tak bernyawa.
Kepala Desa Pogung, Joko Widoyo, dan Sri Kalono, pengacara keluarga Siyono, menguatkan temuan sementara tim investigasi Komisi Hak Asasi. Joko menyaksikan ada lebam hitam yang mereka duga bekas pukulan pada mata, dahi, dan pelipis kanan Siyono. Darah kering menempel di bibir Siyono yang bengkak. Sekujur paha hingga mata kaki jenazah juga menghitam. "Kuku jempol kaki kirinya hampir lepas," kata Joko. Menurut Kalono, "Ini bukan kematian yang wajar."
Sehari-hari Siyono tinggal serumah dengan ayahnya, Marsodiono. Biasanya Siyono membantu ayahnya bertani. "Siyono lugu, tidak pernah macam-macam," kata Sugiyono, kakaknya.
Menurut Sugiyono, setahun belakangan Siyono memang sering pamit pergi ke Gorontalo. Awalnya Siyono diajak temannya bekerja di perkebunan kakao. "Belakangan, dia bilang sudah membeli lahan di sana dan bertani kakao," katanya.
Rupanya, Densus 88 memantau gerakan Siyono. Berbekal keterangan yang didapat dari beberapa jaringan teroris, polisi mulai mengintai Siyono. Polisi mengidentifikasi Siyono telah tergabung dengan kelompok terbaru dalam jaringan Jamaah Islamiyah (JI).
Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian Anton Charliyan mengatakan Siyono memiliki peran sekelas panglima atau direktur, yang aktif menggerakkan kelompoknya menyuplai senjata. "Mereka punya gudang senjata warisan kelompok bom Bali."
Menurut Anton, Siyono diburu karena memesan dua pucuk senjata api, 400 butir peluru, dan beberapa granat dari AW, anggota jaringannya. Selain itu, kata Anton, Siyono punya empat senjata api M16, sepuluh senjata api laras pendek, dan sejumlah granat.
Keterlibatan Siyono dalam jaringan Jamaah Islamiyah juga diungkapkan Direktur The Institute for Policy Analysis of Conflict Sidney Jones. Menurut dia, Siyono telah lama aktif di JI. "Dia orang penting JI," katanya.
Menurut Anton, dua hari setelah ditangkap, Siyono digiring ke Prambanan untuk menunjukkan tempat berkumpul kelompoknya. Matanya ditutup dan tangannya diborgol. Anton mengungkapkan Siyono mendadak beringas setelah penutup mata dan borgolnya dibuka.
Saat itu, Siyono hanya dikawal seorang anggota Densus 88 dan seorang sopir. "Siyono langsung menyerang," ujar Anton. "Siyono pingsan setelah anggota Densus membenturkan kepalanya ke bodi mobil." Selanjutnya, Siyono dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta. Ia tewas sebelum tiba di rumah sakit.
Muhamad Rizki, Inge Klara, Yohanes Paskalis (Jakarta), Dinda Leo (Klaten)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo