Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - People’s Tribunal atau Pengadilan Rakyat yang dinamakan Mahkamah Rakyat Luar Biasa akan menggugat Presiden Joko Widodo alias Jokowi atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintahannya. Dalam gugatan tersebut, Mahkamah Rakyat Luar Biasa menyebutkan bakal mengadili sembilan dosa atau “Nawadosa” rezim Jokowi selama sepuluh tahun menjabat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru Bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Edy Kurniawan mengatakan sidang rakyat tersebut akan dilaksanakan pada Selasa, 25 Juni 2024. Pengadilan itu akan disiarkan secara daring melalui laman mahkamahrakyat.id. Menurut dokumen yang diterima Tempo, sidang itu akan dilaksanakan di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat mulai pukul 10.00 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Mahkamah Rakyat Luar Biasa belum mengungkapkan lokasi tempat berlangsungnya sidang. Edy berujar nama-nama hakim yang akan memimpin sidang juga baru akan diumumkan menjelang pengadilan. “Nama-nama majelisnya sekalian besok baru kami sampaikan,” kata Edy melalui pesan singkat pada Senin, 24 Juni 2024.
Edy berujar Mahkamah Rakyat Luar Biasa juga telah melayangkan panggilan kepada Jokowi untuk hadir di pengadilan rakyat tersebut. Surat pemanggilan itu, kata Edy, telah disampaikan secara langsung ke Kantor Sekretariat Negara dan secara daring ke media sosial mili pemerintah.
Menurut Edy, berbagai kebijakan Jokowi telah membuat rakyat semakin rentan dengan berbagai krisis. “Rezim Jokowi akan dimintai pertanggungjawaban atas sembilan isu kebijakan yang merugikan hak-hak konstitusional rakyat,” kata Edy.
Edy mengatakan Nawadosa rezim Jokowi terdiri dari beberapa kegagalan pemerintah yang mereka pandang telah mengganggu rasa keadilan rakyat. Ada sembilan poin Nawadosa yang mereka sebutkan dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi.
Pertama, Mahkamah Rakyat Luar Biasa menyoroti perampasan ruang hidup dan penyingkiran masyarakat yang mereka tuding dilakukan pemerintah selama sepuluh tahun terakhir. Edy mencontohkan berbagai proyek yang kemudian berujung konflik pertanahan, seperti Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara hingga proyek Rempang Eco City di Batam, Kepulauan Riau.
Kedua, Mahkamah Rakyat Luar Biasa juga mencantumkan kekerasan, persekusi, kriminalisasi, dan diskriminasi yang ditudingkan kepada pemerintahan Jokowi sebagai bagian dari Nawadosa. “(Ketiga) melanggengkan impunitas serta kejahatan kemanusiaan,” kata Edy.
Sementara itu, keempat, ada persoalan perusakan sistem pendidikan dengan komersialisasi, penyeragaman, serta penundukan. Kelima, Mahkamah Rakyat Luar Biasa mencantumkan perihal eksploitasi sumber daya alam secara masif dan solusi-solusi palsu atas krisis iklim.
“(Keenam) melestarikan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) serta koruptor,” kata Edy.
Ketujuh, sistem kerja yang memiskinkan serta menindas pekerja dan, kedelapan, persoalan pemerintah yang dianggap sudah melakukan pembajakan legislasi. Terakhir, kesembilan adalah militerisme dan militerisasi yang dianggap telah dikerahkan pemerintah untuk melindungi proyek-proyek investasi dan para pengusaha.
Pilihan editor: BSSN Jelaskan Kronologi Serangan Siber ke Pusat Data Nasional