Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pendidikan Iman Zanatul Haeri mengatakan usulan menghapus program Kartu Jakarta Pintar atau KJP Plus dan menggunakan anggaran bantuan operasional sosial (BOS) untuk menggratiskan sekolah negeri dan swasta di Jakarta tidak realistis. Sebab, belum tentu anggaran BOS yang dialihkan itu bisa memenuhi kebutuhan sekolah swasta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Usul ini tak realistis. Sebab, pungutan sekolah swasta saja sangat besar karena mereka menerapkan fitur yang tidak murah,” kata Iman saat dihubungi, Selasa, 12 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Iman, sebetulnya sudah banyak sekolah swasta yang menggunakan dana BOS. Namun, dana itu juga tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sekolah swasta di Jakarta. “Bahkan, ada sekolah swasta yang menolak dana BOS,” kata Iman.
Belum lagi, dana BOS tidak mencakup keperluan sekolah anak seperti baju dan perlengkapan sekolah. Tanpa ada KJP, masyarakat kurang mampu akan sulit untuk membeli perlengkapan sekolah.
“Karena itu, usul menggratiskan sekolah negeri dan swasta harus dihitung tepat dan cermat,” kata Iman.
Menurut Iman, usulan itu justru tidak menyentuh masalah utama pendidikan di Jakarta, yakni kurangnya sekolah negeri. Kekurangan sekolah negeri membuat banyak masyarakat tidak mampu terpaksa harus sekolah swasta.
“Karena itu, ada KJP sebagai bentuk intervensi pemerintah yang gagal sediakan sekolah negeri,” kata Iman.
Penghapusan program Kartu Jakarta Pintar atau KJP Plus pertama kali disampaikan anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz Muslim. Abdul berpendapat Pemerintah Provinsi DKI sebaiknya menghapus KJP dan menggunakan anggaran bantuan operasional pendidikan untuk menggratiskan semua sekolah di Jakarta, termasuk swasta.
"Saya berharap kalau KJP itu dihapus. Jadi, disamain aja negeri atau swasta semua gratis. Kita punya anggaran,” kata Abdul dalam keterangannya, pada Jumat, 8 Maret 2024.
Menurut Abdul, banyak siswa tak mampu harus mengenyam pendidikan di sekolah swasta karena tidak mendapat kuota sekolah negeri dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Ia juga menyoroti sulitnya pendaftaran KJP dan banyaknya syarat yang harus dipenuhi, serta masalah zonasi yang kerap dikeluhkan warga Jakarta saat PPDB setiap tahun.
Menurut Abdul, membuat semua sekolah gratis adalah solusi yang lebih efektif daripada KJP. "Tapi lain cerita saat ini orang mau dapet KJP itu sangat sulit. Mulai dari Disdik, Dinas Sosial, Dinas PPAPP, musti melewati itu semua,” ujarnya.
Sebelumnya, isu pencabutan sepihak KJP Plus dan KJMU oleh Pemprov DKI Jakarta ramai diperbincangkan sejak Selasa, 5 Maret 2024. Banyak pelajar yang protes dan khawatir karena KJMU dan KJP Plus mereka dihentikan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Menanggapi hal tersebut, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono menjelaskan bahwa saat ini ada mekanisme baru dalam tahap pertama penerimaan KJMU 2024. "Saya pastikan bahwa mereka yang sudah mendapatkan KJMU sebelumnya, tetap akan bisa mendapatkannya kembali sampai nanti selesai kuliah,” kata dia dalam pernyataannya di Balai Kota DKI Jakarta, pada Kamis, 7 Maret 2024.
Lebih lanjut, Heru juga merinci mekanisme pendaftaran KJMU sudah dibuka dan sedang berjalan. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta akan memeriksa data pajak dari orang tua mahasiswa dan data lainnya untuk memastikan kelayakan penerima manfaat KJMU.
Heru juga menjelaskan, anggaran KJMU akan dialihkan kepada mahasiswa yang benar-benar membutuhkan. Tujuannya agar anggaran tersebut dapat lebih tepat sasaran.