RUMAH tembok berhalaman luas di lereng Gunung Lawu, tak jauh dari makam raja-raja Mangkunegaran "Giri Layu" di Kabupaten Karanganyar, Solo itu hari-hari ini tampak lengang. Pintu dan jendela rumah milik tokoh terpandang di Dusun Kuthan Sanggrahan, Tunggulrejo, Kecamatan Jumantono itu tak terkuak. Tak satu pun penduduk berani menginjak pekarangannya. Rumah itu kini dianggap sebagai penjara. Keluarga Sakam (bukan nama sebenarnya), pemilik rumah itu, memang sedang dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya. Hukuman adat telah dijatuhkan. Pasalnya, salah seorang anggota keluarga pamong desa itu dianggap telah menodai seorang gadis dusun tersebut. Kardo, 28 tahun, juga bukan nama sebenarnya, seorang guru SMP di Matesih, Karanganyar, didakwa telah menzinai sampai hamil seorang gadis. Sebut saja namanya Ninah, 20 tahun. Cewek manis berleher jenjang dari keluarga petani ini memang dekat dengan keluarga Sakam. Saking dekatnya, Ninah tak menolak ketika Kardo, putra Sakam, mengajaknya ke Solo untuk mencarikan pekerjaan bagi gadis kampung itu. Pekerjaan tak didapat. Yang terjadi, Ninah justru digarap Kardo di kamar penginapan. "Saya dipaksa, tapi saya mau," ucap Ninah kepada TEMPO. Namun, ternyata Kardo kemudian cuci tangan. "Saya tak melakukan itu. Mana saksinya?" ujarnya mengelak. Usaha menyelesaikan secara kekeluargaan dicoba beberapa kali. Tapi Kardo tetap saja menyangkal. Akhirnya, 13 Agustus lalu, sebanyak 77 pemuka masyarakat sepakat menjatuhkan vonis bagi Kardo dan keluarganya, karena dianggap telah membuat aib desa. Hukumannya adalah pengucilan selama 10 tahun, sejak ditetapkan 14 Agustus 1990. Tetangganya pun maklum. Mereka dilarang menginjak rumah terpidana, memberikan bantuan, atau mengajak kegiatan gotong-royong apa pun. "Bagi yang melanggar, maka orang itu akan diberi hukuman serupa," ujar Bagyo Rumaksa, seorang sesepuh Dusun Kuthan Sanggrahan. "Itulah cara kami di sini," ucap Samin Wignyopratomo, Kepala Dukuh Sanggrahan. "Kami tidak mengenal adanya pengeroyokan, tidak memukul dan menyiksa orang. Tapi mengucilkan," katanya. Tradisi itu telah menelan beberapa "korban".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini