Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengusul Rancangan Undang-undang atau RUU Ketahanan Keluarga, Endang Maria, tak bisa memastikan kebenaran adanya pasal pemidanaan pendonor sperma dan ovum dalam draf aturan tersebut.
"Saya belum lihat secara garis besar kelihatannya enggak sampai situ sih ya," kata Endang ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu, 19 Februari 2020.
Endang mengatakan diskusi mengenai RUU ini baru sebatas latar belakang anak-anak yang terpapar narkoba, pornografi, bullying, dan kekerasan seksual. Endang pun mengaku belum tahu persis bagaimana kelanjutan pembahasan RUU ini.
"Artinya karena kesibukan kami, jadi kami enggak sampai membaca lengkap. Jadi totally kami belum, apakah kita itu lihatnya, sebagai usulan kami itu, masuk semua atau enggak," ujarnya.
Di dalam draf RUU Ketahanan Keluarga disebut hendak mengatur sanksi pidana dan denda terkait transaksi atau donor sperma atau ovum. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 139 draf RUU Ketahanan Keluarga yang telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 itu.
Pasal tersebut menyatakan setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan sperma atau ovum, mendonorkan secara sukarela, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan secara mandiri ataupun melalui lembaga untuk keperluan memperoleh keturunan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Bukan hanya itu, Pasal 140 juga mengatur bahwa orang yang dengan sengaja membujuk, memfasilitasi, memaksa, dan atau mengancam orang lain untuk memperjualbelikan, mendonorkan, atau menerima donor sperma atau ovum yang dilakukan mandiri atau melalui lembaga juga akan dipidana.
Apabila tindakan menyangkut donor sperma ini melibatkan korporasi, maka korporasi tersebut dapat dijatuhi pidana denda paling banyak Rp 5 miliar, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya. Korporasi tersebut juga bisa dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum.
Draf RUU ini diusulkan oleh Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari Partai Keadilan Sejahtera, Sodik Mudjahid dari Gerindra, Endang Maria Astuti dari Golkar, dan Ali Taher dari Partai Amanat Nasional
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini