"SAYA merasa terhormat, meski saya agak senewen." Itu adalah ucapan pertama Paul Keating setelah berhasil melibas Bob Hawke tanggal 19 Desember tahun silam. Dan sejarah pun mencatat untuk pertama kalinya seorang pemimpin Partai Buruh didepak rekannya sendiri dalam Caucus (sejumlah anggota partai yang berkuasa). Sebenarnya, Keating tak perlu terlalu senewen. Ia sudah mengenal politik sejak berusia 12 tahun. Ia adalah seorang yang bisa membanggakan dirinya -- apa yang disebut penulis biografi Edna Carew -- sebagai self made man. Lahir di Bankstown, New South Wales 48 tahun yang lalu, Keating adalah anak tertua dari empat bersaudara. Keating menggambarkan keluarganya sebagai keluarga "Irlandia tradisional, kelas pekerja, sentimental dan emosional". Dan sebagai keluarga Katolik, berarti selalu mengerjakan tiga hal: rajin ke gereja, bergabung dengan serikat pekerja, dan mendukung Partai Buruh. Ini sungguh cocok dengan kepribadian Keating. Dari Matt Keating, ayahnya yang bekerja sebagai buruh pabrik ketel, ia mendapatkan semangat kesadaran berpolitik. Dari Min Keating, ibunya, ia mewarisi sikap relijius yang taat. Tak heran, pada usia 12 tahun, Keating sudah mulai bekerja dengan Partai Buruh sebagai penyebar pamflet. Sikap politik praktis ini sudah ditanamkan ayahnya sejak dini. Ayahnya juga salah seorang yang lebih percaya bahwa sukses bisa diraih dengan kerja keras ketimbang lewat pendidikan tinggi. Keating sendiri masuk sekolah Katolik La Salle College hingga berusia 15 tahun. Pada saat itu Keating sudah sering bekerja di toko mencari uang pada masa liburan sekolah. Bagaimanapun, Paul yang saat itu masih muda tentu saja tak menyembunyikan sifat remajanya. Ia kagum pada mobil dan musik rock 'n' roll. Pada saat itu pula Keating dikenal sebagai anak muda yang selalu perlente. Ia selalu mengenakan setelan jas rapi jali, rambutnya tersisir licin dan sepatunya disemir mengkilat. Belakangan, ketika sudah menjadi politikus terkenal, setiap kali diwawancarai televisi, Keating selalu membawa beberapa setel jas. Ia bersikeras untuk mengadakan tes di depan kamera untuk menentukan jas mana yang paling cocok dikenakan di televisi. Ketika berusia 18 tahun, Keating bergabung dengan Labor Youth Council (Dewan Pemuda Partai Buruh). Melalui LYC, Keating belajar berargumentasi politik, mengenal berbagai masalah ekonomi dan politik. Partai Buruh saat itu melihat LYC sebagai wadah kaderisasi politikusnya. Tapi di sini pula Keating mulai sadar punya minat bisnis. Ketika sedang giat berorganisasi dalam LYC inilah Keating menemukan "jalan bisnis"nya. Saat itu, Keating yang tergilagila pada musik rock 'n' roll dan musik klasik menonton pertunjukan grup musik rock Australia, The Ramrods. Begitu terkesannya, Keating mendekati mereka dan menanyakan apakah band itu sudah punya agen publikasi dan promosi. Ketika mereka menggeleng, Keating segera menawarkan dirinya. Hanya dalam beberapa tahun, The Ramrods menjadi ngetop. Keating bukan hanya mempromosikannya, tapi ikut mengurus penampilan band itu di televisi dan kontrak rekaman. Bagaimanapun, minat politiknya tak tenggelam oleh bisnis pertunjukan rock 'n' roll itu. Perhatiannya tak pernah lepas dari tokoh-tokoh politik beken macam Jack Lang. Lang, seorang politikus Partai Buruh yang banyak pemujanya, bekerja sebagai redaktur harian Century di Sydney dan secara rutin berbincang dengan anak muda macam Keating. Keating sangat mengagumi ideide Lang, karena ialah yang memperkenalkan konsep pensiun untuk para janda dan amal untuk anak-anak telantar. Pada 1965, Keating bekerja di berbagai perusahaan asing dan ketika berusia 21 tahun, kehidupannya mulai diabdikan sepenuhnya untuk politik. Ia mendaftarkan diri dalam praseleksi parlemen federal dan seleksi itu dilaluinya dengan mudah. Pada usia 25 tahun, Keating menjadi anggota termuda di parlemen negara bagian New South Wales. Tahuntahun pertama ini, bagi Keating, adalah tahun untuk mencari dan mengenal who's who di kebun binatang yang bernama parlemen. Bahasa dan kata-katanya sering mengejutkan lawan politiknya. Perdebatan di parlemen sering diakhiri dengan kemenangan Keating. Dan karier politiknya melesat dengan cepat ketika ia meraih jabatan ketua Partai Buruh cabang New South Wales tahun 1979. Walau usia masih muda, Keating dianggap sebagai politikus yang konservatif. Ia pernah melontarkan keprihatinannya atas wanita yang harus bekerja di luar rumah untuk menambah nafkah suaminya. Ia bercita-cita untuk memperbaiki keadaan ini. Seorang wanita, katanya, seharusnya seorang istri, tak perlu bekerja di luar rumah. Cita-citanya itu diterapkan di keluarganya. Annita Keating, walau berpendidikan tinggi, adalah seorang ibu rumah tangga yang sangat setia. Annita lahir di Belanda dan belajar bahasa Inggris di London, sastra Prancis di Universitas Sorbonne. Ia juga fasih berbahasa Italia dan Jerman. Annita, yang nama aslinya adalah Annita van Iersel, yang gemar menonton opera, teater, dan balet ini, adalah produk kelas atas Eropa, sementara Keating yang berhenti sekolah pada usia 15 tahun datang dari keluarga kelas buruh. Kisah pertemuan pasangan ini tak kalah dengan novel romantis pegangan anak remaja. Konon, Paul yang tampan bertemu dengannya ketika Annita sedang bertugas sebagai pramugari pesawat Alitalia. Entah karena tubuhnya yang tinggi sekitar 160 cm dan ramping, wajahnya yang cantik, tulang pipinya yang menonjol, tahi lalat besar yang mengintip dari bawah mata kirinya, atau tutur katanya yang lembut, pokoknya Paul mabuk kepayang. Dan konon itulah yang menyebabkannya bersedia mengikuti Annita menyeberangi samudra dan gurun apa pun. Bahkan, konon, ketika Annita mengaku sudah punya "penggemar", Keating mendesak apa kehebatannya. Setelah ketahuan, Keating menantang pesaingnya berlomba renang. Pemenanglah yang berhak menyunting Annita. Dan, masih konon, pertandingan renang "antarpenggemar" Annita ini dilakukan di Rio de Janeiro. Paul Keating tampil sebagai juara dan memperoleh Annita. Entah cerita soal tanding renang ini betul atau tidak, yang jelas pasangan ini menikah di Oisterwijk, Belanda, bulan Januari 17 tahun silam. Lucunya Keating minta Gregson Edwards, sekretaris pertama Kedubes Australia saat itu, untuk mengatur agar foto perkawinanya bisa masuk koran lokal. Karena "saya menikahi bunga kota ini dan sanak keluarganya tak terlalu mengenal saya." Harian Het Stein memang memuat foto pernikahannya di halaman muka, dan menulis, "Paul Keating adalah seorang calon perdana menteri Australia di masa depan." Tentunya redaktur Het Stein kini bangga betul dengan ramalan yang jitu -- meski harus menunggu 17 tahun. Keempat anak Keating, Patrick (15), Caroline (12), Katherine dan Alexandra (6), dan ibu mereka hidup dan tumbuh di bawah lindungan Keating yang amat ketat. Selama Keating mengejar karier politiknya, ia sangat mementingkan kehidupan pribadinya dan tak pernah mengizinkan keluarganya muncul di media. Keating selama ini dikenal sebagai politikus yang bermulut pedas. Tapi di keluarga ia tampil sebagai bapak yang lembut dan melindungi keluarganya. Ketika duduk di kabinet Hawke pada tahun 1983, kata-kata pedas sering berloncatan dari mulutnya dalam argumen-argumen di parlemen. Saking pedasnya, oposisinya di parlemen pernah menulis sebuah daftar ucapan yang sering keluar dari mulut Keating dan menyebarluaskannya. Sebagian daftar julukan yang sering dipakai Keating untuk mengejek orang: penipu tak bermoral, babi, badut, intelektual kriminal, pengusaha bajingan, bodoh dan tidak kompeten, dan puluhan julukan lainnya. Hanya beberapa tahun belakangan Keating baru menyadari bahwa penampilan istrinya yang cantik sebenarnya bisa "melunakkan" citra Keating yang pedas dan keras tadi. Annita, 43 tahun, selalu digambarkan sebagai istri yang setia mendengarkan debat suaminya di parlemen dan rajin berkampanye untuk Keating dari pintu ke pintu. Dalam banyak peristiwa, Annita lebih sering menyetir mobilnya sendiri -- bahkan setelah suaminya menjadi perdana menteri -- menekankan sikap sederhana kepada anak-anaknya. Patrick, anaknya yang tertua, pada Natal tahun lalu disuruh bekerja di pasar Fyshwick, Canberra, agar bisa belajar berdiri sendiri dan menghargai pekerjaan orang lain. Nama Keating mulai menjadi ancaman bagi rekan separtainya sendiri, Bob Hawke, ketika Australia mulai digoyang resesi. Ketika angka pengangguran melejit, Keating sebagai menteri keuangan kabinet Hawke segera mengumumkan deregulasi. Akibatnya, suku bunga melonjak di atas 20% dan banyak perusahaan kelas menengah bangkrut. Yang tersisa adalah perusahaan besar, multinasional, atau perusahaan yang disubsidi pemerintah. Akibatnya, citra Partai Buruh sebagai pembela kelas bawah jadi luntur. Pemogokan pun terjadi di mana-mana. Sementara itu, perpecahan antara Keating dan Hawke semakin tajam, meski Hawke yang populer masih di atas angin. Namun, popularitas saja tampaknya tak cukup. Kemarau panjang dan penghasilan petani yang merosot membuat publik mulai melirik pada Partai Liberal yang dipimpin John Hewson. Maka, Partai Buruh buru-buru menggaet Keating untuk menyelamatkan "kapal" yang hampir tenggelam ini. Dalam partai buruh, Keating didukung oleh elemen kanan, sementara Hawke adalah elemen kiri yang ditokohi antara lain Menlu Gareth Evans. Setelah kalah dalam pemilihan pemimpin Partai Buruh Juni tahun lalu, Keating akhirnya berhasil meraih kursi perdana menteri, menumbangkan Hawke dengan angka 56 melawan 51. Bayangkan, hanya beberapa hari setelah menjabat sebagai perdana menteri, ia angkat telepon dan berbicara dengan Menlu Gareth Evans yang sedang berkunjung di Jakarta. Ia menyatakan rencananya mengunjungi Indonesia bulan April ini. Lantas dua minggu kemudian ia menerima kunjungan Presiden AS George Bush dan Barbara Bush. Tak lama kemudian ia menerima kunjungan Ratu Elizabeth II. Annita, dengan sopan, cukup menyalaminya dan mengangguk tanpa melakukan curtsy (menunjukkan hormat pada bangsawan dengan menekuk sebelah lutut). Lebih seru lagi, Keating membacakan sambutan resminya yang berisi bahwa Australia sekarang lebih suka berdiri sendiri dan memisahkan diri dari identitas Inggris. Ia banyak diserang, tapi ternyata tak sedikit yang mengacungkan jempol tentang citacitanya membawa Australia menjadi "Asia putih". Leila S. Chudori (Jakarta) dan Dewi Anggraeni (Melbourne)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini