Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dewan Pengawas TVRI menilai kuis Siapa Berani merugikan TVRI.
Kuis itu digarap oleh perusahaan milik sabahat Helmy Yahya.
Helmy menghibahkan kuis tersebut kepada TVRI dan tak menerima royalti.
REINHARD R. Tawas tak habis pikir mendengar tuduhan bahwa kuis Siapa Berani beraroma nepotisme. Pemilik PT Media Mahakarya Indonesia ini membantah tudingan bahwa kontrak tayang kuis itu didapatnya karena ia bersahabat dengan Direktur Utama TVRI yang baru saja dipecat, Helmy Yahya. “Sewaktu deal, saya enggak berurusan sama dia (Helmy), tapi sama tim program,” kata Reinhard kepada Tempo pada Kamis, 23 Januari lalu.
Tuduhan itu disampaikan Ketua Dewan Pengawas TVRI Arief Hidayat Thamrin dalam rapat dengan Komisi Penyiaran Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa, 21 Januari lalu. Menurut Arief, tayangan itu melanggar asas pemerintahan yang baik. Sebab, lebih dari setengah anggaran produksi kuis tersebut, senilai Rp 146 juta, mengalir ke Krakatoa Production, yang menggarap program itu. Krakatoa adalah unit usaha di bawah Media Mahakarya.
Arief juga menyampaikan, biaya produksi untuk dua episode dalam satu hari itu terlalu mahal. Sebab, ada biaya penyewaan peralatan untuk program tersebut terus-menerus. Dia mencontohkan sewa peralatan lampu, termasuk light emitting diode (LED), senilai Rp 12 juta setiap kali siaran.
Bukan hanya Reinhard, Helmy pun meradang. Mengakui Reinhard sebagai sahabatnya, Helmy mengatakan Krakatoa ditunjuk karena rumah produksi itu sudah lama membuat Siapa Berani. Royalti kuis ini sebenarnya dimiliki Helmy. Reinhard, kata dia, membantu pengembangan kuis tersebut, dari membuat soal, melatih host acara, hingga menjadi juri.
Siapa Berani pertama kali tayang di Indosiar pada 4 Desember 2000. Di situ, kuis ini tayang selama lima tahun. Helmy membawakan sendiri acara ini bersama presenter Alya Rohali. Selama tayang pada musim pertama, Siapa Berani menorehkan sejumlah penghargaan, seperti kuis terbaik dalam Panasonic Awards 2001 dan 2002. “Karya terbesar saya ya Siapa Berani. Saya sudah niat persembahkan ke TVRI,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Helmy menghibahkan kuis yang tayang di TVRI sejak semester pertama 2018 ini. Bukan omong kosong. Dokumen kerja sama Krakatoa dan TVRI yang diperoleh Tempo menunjukkan biaya lisensi dalam penggarapan kuis itu senilai nol rupiah. Dalam dokumen tersebut, komponen itu ditulis sebagai hibah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Helmy menghibahkan kuis yang tayang di TVRI sejak semester pertama 2018 ini. Bukan omong kosong. Dokumen kerja sama Krakatoa dan TVRI yang diperoleh Tempo menunjukkan biaya lisensi dalam penggarapan kuis itu senilai nol rupiah. Dalam dokumen tersebut, komponen itu ditulis sebagai hibah.
Direktur Krakatoa Production Aditya Hafas mengatakan Siapa Berani membutuhkan berbagai peralatan tambahan untuk pencahayaan yang baik, peralatan audio yang megah, serta alat bantu dengan spesifikasi mumpuni. Dia menilai anggaran produksi itu murah karena sama dengan biaya produksi pada 2000-2005. Di stasiun televisi lain, kata dia, biaya pembuatan kuis serupa bisa memakan biaya Rp 200 juta per episode.
Aditya mengingatkan, Siapa Berani tidak digarap satu orang. Ia mencontohkan, ada orang yang harus dibayar untuk mengumpulkan seratus peserta setiap hari. Pembuat soalnya pun tidak hanya satu, tapi lima orang. “Mungkin Dewan Pengawas hanya melihat besaran angkanya, tapi tidak rinciannya,” ujar Aditya.
Helmy Yahya tak mampu menyembunyikan kekesalannya ketika program ini dituduh macam-macam oleh Dewan Pengawas TVRI. Ia mengklaim program ini bisa mendatangkan sponsor dan iklan bagi lembaga penyiaran publik tersebut. Dia mengaku menyesal telah menghibahkan acara ini secara cuma-cuma ke TVRI. “Saya cabut saja kalau begini. TVRI bakal kehilangan besar,” kata Helmy.
WAYAN AGUS PURNOMO, DEVY ERNIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo