Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Pertobatan Si Pemburu Telur Penyu

Pengusaha di Banyuwangi menggandeng bekas pemburu telur penyu menjadi penyelamat penyu. Kerap dimaki saat bekerja karena dicurigai mengintip orang pacaran.

30 Juni 2014 | 00.00 WIB

Pertobatan Si Pemburu Telur Penyu
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Langit timur semburat memerah. Azan subuh berkumandang seperempat jam lalu. Ali Ahmadi pun sudah bersiap-siap pulang setelah semalaman mengakrabi pasir Pantai Boom, Banyuwangi. Tiba-tiba telepon selulernya berdering. Di seberang, seorang kawan mengabarkan ada seekor penyu betina mendarat. Tak mau membuang waktu, pria 52 tahun itu pun berlari menuju lokasi yang disebut kawannya. Jarak satu kilometer beres ditempuh kira-kira 10 menit. Ya, hitung-hitung, lari pagi.

Benar saja, setelah dia sampai di lokasi, induk penyu lekang (Lepidochelys olivacea) terlihat telah berjalan menuju pantai kembali. Di dekat sarang telur yang ditinggalkan, berdiri sejumlah warga yang penasaran melihat penyu bertelur. Selepas hewan purba itu pergi, penyelamat penyu itu tertawa. "Itu penyu kesiangan," kata Ali kepada warga yang hadir, Selasa pagi pekan lalu. Warga Singotrunan, Banyuwangi, itu mengisahkan pengalaman teranyarnya saat ditemui Tempo di warung kopi miliknya, di kawasan Pantai Boom, Selasa sore pekan lalu.

Penyu betina itu disebut kesiangan lantaran berbeda dengan penyu-penyu lain, yang biasa bertelur di sarangnya sekitar pukul tiga pagi. Yang bikin Ali bungah, temuan sarang paling anyar berisi 53 telur itu hanya berjarak 10 meter dari tempat penetasan telur penyu milik Banyuwangi Sea Turtle Foundation.

Menyelamatkan penyu adalah kesibukan baru Ali sejak April lalu. Bila sedang libur melaut, ia berpatroli semalaman suntuk di Pantai Boom, sekitar tiga kilometer ke arah timur dari Kota Banyuwangi. Selepas magrib hingga subuh, Ali mesti mondar-mandir dan memelototi garis Pantai Boom sepanjang 2,5 kilometer, yang kerap menjadi tempat pendaratan penyu. "Bulan April-Agustus adalah masa penyu bertelur," ujar pria yang sudah 15 tahun menjadi nelayan ini.

Setelah induk penyu meninggalkan sarang, Ali segera memindahkan telur-telur itu ke tempat penetasan. Semua harus dilakukan ekstra-hati-hati agar telur tak pecah. Sebelum pemindahan dilakukan, ia membuat lubang di tempat penetasan yang dalamnya sama dengan sarang asli, yakni 30-50 sentimeter. Telur-telur penyu itu harus diambil bersama pasirnya yang terkena lendir sang induk.

Lokasi penetasan semi-alami itu berjarak sekitar 30 meter dari tepi laut dan beradius satu kilometer dari titik yang banyak didatangi wisatawan. Ukurannya 3 x 6 meter, dikelilingi pagar bambu. Tempat penetasan dilengkapi jaring-jaring untuk mengurangi terik matahari, plus tiga kolam berisi air laut. Setiap hari tempat penetasan ini dijaga seorang relawan. "Penyu tadi pagi adalah penyu ke-48 yang mendarat di Pantai Boom dan Pantai Rejo sejak April tahun ini," kata Ali.

Selain Ali, relawan penyelamat penyu di Pantai Boom adalah Ardisten Sandy, 33 tahun. "Sebelumnya, mereka pemburu telur penyu," ujar Wiyanto Haditanojo, pendiri Banyuwangi Sea Turtle Foundation.

Para relawan, kata pria 57 tahun itu, sebelumnya tak mengerti bahwa penyu adalah satwa yang dilindungi undang-undang. Populasinya yang semakin langka membutuhkan penyelamatan dengan menyetop perburuan penyu dan telurnya. Proses menyadarkan para pemburu telur penyu, juga warga lain, butuh waktu dua tahun. "Akhirnya, mereka sadar dan ada yang mau bergabung," kata Wiwit-panggilan Wiyanto-saat ditemui di rumahnya, di Jalan Wahid Hasyim, Banyuwangi.

Menurut Wiwit, Banyuwangi dengan garis pantai 175 kilometer-terpanjang di Pulau Jawa-memiliki lebih dari 10 titik pendaratan penyu. Umumnya penyu akan mendarat di pantai yang masih sepi dan bebas sampah. Ada empat jenis penyu yang sering mendarat, yakni penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan penyu lekang.

Sebelum mendirikan yayasan tersebut, Wiwit adalah pengusaha ekspor ikan hias. Ia menggeluti profesi ini sejak 1986. Ia mengaku menyukai penyu dan beberapa kali memelihara anakan penyu alias tukik. Setelah besar, penyu itu dilepaskan ke laut. Di kemudian hari, Wiwit prihatin karena terjadi perburuan besar-besaran terhadap penyu, juga telurnya. Walhasil, keberadaan hewan bertempurung ini semakin langka. Ia tak ingin kondisi itu terus terjadi. Maka, pada 27 Juli 2011, Wiwit mantap mendirikan Banyuwangi Sea Turtle Foundation.

Hingga 2013, Wiwit bekerja sama dengan Taman Nasional Meru Betiri untuk melakukan pembesaran tukik yang baru menetas hingga usia tiga bulan. Dia memanfaatkan sebagian akuarium ikan hiasnya untuk membesarkan tukik yang diadopsi dari Pantai Sukamade, Meru Betiri, yang menjadi tempat penangkaran penyu. Selama kurun itu, Wiwit berhasil melepasliarkan penyu ke laut sebanyak 1.200 ekor.

Pembesaran penyu menyedot duit dari kocek pribadi hingga Rp 15 juta sebulan. Selain untuk pakan berupa ikan, uang ini dialokasikan buat membayar listrik dan gaji tiga pegawai. Program pembesaran penyu ini berhenti pada 2013 setelah usaha ikan hiasnya gulung tikar. "Saya tak punya banyak uang lagi," kata lulusan Akademi Pariwisata ini.

Wiwit lalu menjalankan program keduanya, yang lebih irit biaya, yakni penetasan telur penyu, yang diuji coba pada 2013. Mulanya hanya 240 telur yang ditetaskan di Pantai Boom. Telur itu lebih banyak didapat dari para pedagang di pasar. Eh, 40 hari kemudian, ada 170 telur yang menetas.

Berhasil melakukan uji coba, Wiwit mulai menyasar para nelayan pemburu telur untuk menjadi relawan atau orang tua asuh. Selain memberi pemahaman, dia menawarkan uang jasa penyelamatan Rp 100 ribu per sarang. Pendekatan ini akhirnya berhasil. Kini di tempat penetasan sudah ada 48 sarang penyu berisi 4.953 telur yang telah dipindahkan. Program penetasan ini bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur.

Selama empat bulan terakhir, program penetasan menghabiskan biaya sekitar Rp 12,5 juta. Sebagian besar duit itu keluar dari kantong Wiwit, dan 20 persennya dari donatur. Ia masih bisa menyisihkan duit dari usaha barunya, yakni membuka toko elektronik dan membudidayakan rumput laut.

"Sebelum bergabung ke yayasan, saya dulu sering mengambil telur penyu untuk dikonsumsi sendiri," ujar Ali Ahmadi saat dimintai konfirmasi. Makan sekali, eh, ia ketagihan. "Setelah makan telur penyu, badan rasanya kuat," katanya.

Ali memilih bergabung dengan yayasan setelah diajak rekannya. Dia langsung mengiyakan dengan harapan penyu bisa menjadi daya tarik Pantai Boom sehingga warungnya menjadi lebih ramai.

Pengakuan serupa diungkap Ardisten Sandy, yang kini juga menjadi relawan. Pria 33 tahun ini menjadi pemburu telur penyu sejak 2009. Sudah tak terhitung berapa butir telur penyu yang dia renggut dari sarangnya. Merasa telur penyu bisa menjadi lahan rezeki, Ardisten semakin bergairah melakukan perburuan. Terakhir, pada awal tahun ini, dia menjual telur penyu seharga Rp 1.750 per butir. Rata-rata penghasilannya dari menjual telur penyu bisa mencapai Rp 1,5 juta per bulan.

"Saat itu tidak tahu kalau ambil telur penyu bisa dipenjara lima tahun," kata warga Kelurahan Mandar, Banyuwangi, ini. Ogah berurusan dengan hukum, akhirnya Ardisten tertarik bergabung ke Banyuwangi Sea Turtle Foundation. Pilihannya makin mantap setelah pada Januari 2014 ia mendapatkan pekerjaan di sebuah pabrik air mineral. "Jadi ingin berhenti mencari telur penyu, biar anak-anak saya nanti tetap bisa melihat penyu," ujarnya.

Ayah satu anak itu berangkat berpatroli setelah bekerja di pabrik, terkadang pukul tujuh atau sembilan malam. Bersama Ali, Ardisten mengaku berhasil menyelamatkan sekitar 20 sarang penyu. "Terkadang dimaki orang karena dicurigai mengintip orang pacaran," katanya, terbahak.

Kepala BKSDA Jawa Timur Wilayah III Sunandar Trigunajasa menyatakan upaya Wiwit dan relawannya sangat membantu lembaganya dalam melindungi penyu. Selama ini, penangkaran penyu masih dilakukan oleh Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Alas Purwo. "Kalau dilakukan oleh masyarakat, baru kali ini," katanya.

Dwi Wiyana, Ika Ningtyas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus