IA datang ke Indonesia bersepatu sandal, dengan perban yang
melilit kaki kirinya. Memakai jas dan dasi PM PNG Michael
Somare, 41 tahun, mengenakan semacam rok sepanjang dengkul mirip
yang dipakai orang Scot: pakaian nasional PNG. Di tahun 1964 ia
menjadi guru di SMA negerinya mengajar Ilmu Bumi dan Pengetahuan
Umum. Pindah bekerja sebagai penyiar radio, "saya berfikir
mengapa tak mencoba menulis". Setelah sekian lama jadi wartawan
parlemen, ia bahkan terpilih menjadi anggota perwakilan rakyat.
Di tahun 1972, tanpa oposisi Somare terpilih untuk membentuk
Pemerintahan Koalisi Nasional.
Seminggu bersama nyonya di Indonesia, Kepala Negara PNG itu
memberi kesan sederhana, ramah dan sadar datang dari sebuah
negeri yang lagi mulai membangun. Tanpa membawa pengawal dan
dokter pribadi sebagaimana lazimnya seorang kepala negara, kesan
sederhana itu juga tercermin pada isterinya. Ny. Somare, ibn
dari 5 anak, selama di Jakarta merasa senang belanja oleh-oleh
di Pasar Tanah Abang.
Berikut ini beberapa petikan penting dari konperensi pers dengan
PM Somare sebelum meninggalkan Jakarta:
Tentang RRT
"Kunjungan saya ke RRT bulan Oktober tahun lalu terutama dalam
rangka hubungan diplomatik. Tapi secara umum kami juga
membicarakan negara-negara sekitar PNG. Karena Indonesia
letaknya berbatasan dengan PNG, hal itu saya kemukakan pada
Wakil PM Li Hsien-nien. Menurutnya RRT bersedia membuka
hubungan diplomatik (mencairkan - Red) dengan Indonesia, kalau
Indonesia juga bersedia. Ini saya anggap patut saya sampaikan
pada Presiden Soeharto. Tapi saya bukan utusan RRT".
Tentang ASEAN
"Kami turut daerah Pasifik Selatan. Jadi tak ada minat untuk
turut dalam ASEAN. Sekalipun begitu - sesuai dengan sikap
politik kami yang universil - kami merasa gembira akan adanya
persekutuan yang bebas aktif seperti ASEAN. Menlu kami Maori
Kiki pernah hadir sebagai peninjau dalam sebuah konperensi
ASEAN. Dan kami selalu menaruh perhatian besar terhadap
perkembangan ASEAN".
Tentang Timor Timur
"Soal Timor Timur adalah masalah dalam negeri Indonesia. Dan
saya tak akan merubah pendapat itu sepulang dari Indonesia (di
PBB, PNC bersikap abstain dalam masalah Timtim, sama seperti
Australia dan anggota ASEAN Singapura -- Red). Seperti saya
kemukakan dalam parlemen PNG, tentang sikap Indonesia dalam soal
Timor Timur hanya Indonesia lah yang paling tahu".
Masalah kerjasama ekonomi, seperti kata Somare, "akan kami
bahas secara bilateral di masa mendatang". Tapi yang kini
banyak mendapat perhatian adalah masalah tapal batas kedua
negara yang sudah diratifisir sejak 8 Nopember 1973: ". . .
kedua negara sepakat bahwa tindakan-tindakan harus ditempuh
untuk menjamin agar-wilayah masing-masing tak disalah-gunakan
dengan cara apapun untuk melakukan subversi dan tindakan negatif
lainnya terhadap negara lain oleh anasir-anasir yang menentang
negara itu".
Soal RI -- PNG
Adakah RI-PNG juga membicarakan persoalan patroli bersama di
perbatasan seperti dilakukan antara RI dengan Malaysia di
perbatasan Serawak? "Masing-masing fihak, juga Indonesia tak
menyarankan hal itu", kata Somare. "Juga kami tak ada
membicarakan kemungkinan akan adanya patroli bersama. Menurut
kami, masing-masing haruslah tunduk dan menghargai peraturan
kedua negara".
Persoalan repatriasi orang Irian Jaya yang kini berada di PNG,
kata Somare: "Kami tak mengadakan perjanjian tentang hal itu.
Juga tak dibicarakan persoalan ekstradisi. Kalau ada orang Irian
Jaya atau dari mana saja ingin tinggal dan bekerja di PNG --
karena alasan idak puas tinggal di negara asalnya - kami tidak
akan memaksa untuk memenangkannya. Selama dia patuh akan
undang-undang dan konstitusi PNG, dia tak akan kami usir".
Somare juga mengatakan ada sekitar 157 orang Irian Jaya telah
diluluskan untuk jadi warga negara PNG.
Berita tentang Seth Rumkoren ("Presiden" Organisasi Papua
Merdeka-OPM) yang kabarnya bermukim di PNG, "tiga tahun yang
lalu, ya", ujar Somare. "Dia bahkan telah bertemu dengan Menlu
Maori Kiki dan sekarang saya tidak tahu pasti apakah Rumkoren
sudah kembali ke Irian Jaya. Saya pribadi tidak akan
menghalangi orang yang ingin merdeka. Tapi saya juga tidak bisa
mentolerir gerakan yang menentang negara yang sah. Yang begitu
itu saya biasa berkata: kembalilah ke negerimu".
Pertemuan "Brigjen" Seth Rumkoren dengan Menlu PNG Maori Kiki
kabarnya terjadi menjelang Somare bertolak ke Jakarta. Dengan
pengawalan dari fihak PNG, Rumkoren telah diterima di kantor
Menlu Kiki di Port Moresby. Dan setelah selesai pertemuan
Rumkoren dikawal kembali ke daerah perbatasan. Mengapa pimpinan
pemberontak itu sampai diterima di Port Moresby tak dijelaskan
oleh Somare. Tapi menurut sebuah sumber, pertemuan Kiki-Rumkoren
itu adalah sekedar untuk menampung suara-suara yang bersimpati
terhadap Rulnkoren di PNG.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini