Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Petani cimacan kalah

Petani cimacan yg kalah di pengadilan melawan pemda dan pt bau menyatakan naik banding. para pengga rap yakin akan menang di tingkat banding. mendapat dukungan dari skephi. petani harus hengkang.

15 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Petani Cimacan Kalah Demi lingkungan, menjaga kawasan. Demi pembangunan, tanah di lepaskan. SETELAH hampir setahun menunggu keadilan melalui 32 kali persidangan -- sejak Oktober tahun lalu -- akhirnya 28 petani bekas penggarap itu kalah. Maka, lenyaplah tanah yang mereka garap selama ini sebagai sumber mata pencarian turun-temurun. Kasus yang dik-enal sebagai "kasus Cimacan" ini berakhir untuk sementara. Perkara ini menyangkut tanah garapan seluas dua hektare di Dukuh Rarahan Desa Cibodas, Kecamatan Cimacan, Cianjur, Jawa Barat. Pada 1987, tanah itu disewakan kepala desa kepada PT BAM (Bandung Asri Mulia) untuk dijadikan lapangan golf. Maka, terjadilah gugat-menggugat antara penggarap di satu pihak dan pemerintah daerah serta PT BAM di lain pihak. Ada bongkar-membongkar papan nama PT BAM dan pembuldoseran. Tapi Kamis lalu, ternyata, para petani keok. Majelis hakim Pengadilan Negeri Cianjur mengabulkan gugatan pemda dan PT BAM. Para petani harus mengosongkan tanah garapan dan menyerahkannya kepada PT BAM. Mereka juga dibebani biaya perkara Rp 490.000. Usai pembacaan keputusan selama dua jam itu, Sunarto, S.H. -- penasihat hukum dari LBH Jakarta -- kontan menyatakan naik banding. Dengan upaya banding yang akan diajukan penasihat hukumnya, Amir, 29 tahun, salah seorang di antara para penggarap itu, mengaku punya peluang menang. Agaknya, ia lupa bahwa meski perkara itu belum mempunyai kepastian hukum yang tetap -- menunggu keputusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat dalam tingkat banding -- para petani tak lagi berhak menggarap tanah. Sebab, majelis hakim juga memutuskan menyita tanah sengketa tersebut. Entah bagaimana mereka akan hidup. Kisah sedih ini dimulai pada 1961, ketika Menteri Dalam Negeri memberi hak pakai atas tanah tersebut kepada desa. Celakanya, uang sewa penggarap -- yang diharapkan bisa mencapai Rp 1 juta per tahun cuma masuk separuhnya. Maka, pada 1987, tanah tersebut disewakan kepada PT BAM selama 30 tahun dengan nilai Rp 90 juta. Uang segede ini didepositokan semua. Para penggarap pun harus hengkang dengan imbalan "uang pengosongan" yang akhirnya dinaikkan jadi Rp 132.000 per patok. Tapi mereka tetap bertahan hingga bentrokan tak terhindarkan. Itu sebabnya pemerintah daerah dan PT BAM menggugat para penggarap dengan tuduhan menyerobot tanah. Sebaliknya, para penggarap pun menggugat balik pemda dan PT BAM dengan tuduhan membabat tanaman. Dalam pertimbangan majelis hakim, memang ada yang aneh. Misalnya disebutkan bahwa sertifikat tanah yang hanya berupa fotokopi dinyatakan bisa dijadikan alat bukti oleh penggugat, dengan alasan "di alam modern ini bisa dibenarkan". Tapi yang jelas, penggunaan tanah itu untuk lapangan golf mematikan rezeki petani. Menurut Indro Tjahjono dari Skephi (Sekretariat Bersama Pelestarian Hutan Indonesia), yang ikut mendampingi para penggarap, tanah tersebut merupakan penyangga bagi taman nasional Cibodas. Hal itu terbukti dari hasil riset FAO, organisasi pangan dan pertanian PBB, pada 1969. Karena sejak dahulu banyak petani menebang pohon untuk kayu bakar, menurut Indro, pemerintah Hindia Belanda sengaja menyediakan tanah itu sebagai garapan,- agar petani tidak menjarah kawasan taman nasional-, dan merusak lingkungan sekitar Puncak. Dulu, demi lingkungan, petani dibiarkan hidup dan dididik menjaga kawasan di sekitarnya. Kini, demi pembangunan, mereka harus merelakan tanahnya. Budiman S. Hartoyo, Riza Sofyat, Ida Farida

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus