Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kekayaan Janggal Polisi Narkoba
KOMISI Pemberantasan Korupsi mendalami asal-usul harta bekas Kepala Bagian Operasional Direktorat Narkoba Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Ajun Komisaris Besar Achiruddin Hasibuan. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan kekayaan yang dilaporkan oleh Achiruddin selama ini janggal. “Kami akan periksa semua,” ujarnya pada Kamis, 27 April lalu.
Sosok Achiruddin menyita perhatian setelah video penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya, Aditya Hasibuan, terhadap Ken Admiral, viral. Belakangan, terungkap Achiruddin dan keluarganya kerap memamerkan gaya hidup mewah. Achiruddin kerap memamerkan sepeda motor gede Harley-Davidson dan jip Rubicon. Padahal ia hanya melaporkan hartanya sebesar Rp 467 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ivan Yustiavandana mengatakan lembaganya telah menganalisis rekening Achiruddin dan Aditya Hasibuan sebelum kasus penganiayaan terjadi. “Ada indikasi penyimpangan sumber dana,” ucap Ivan. Rekening keduanya telah diblokir karena terindikasi terjadi pencucian uang dengan nilai puluhan miliar rupiah.
Baca: Asal-usul Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kementerian Keuangan
Kepolisian Daerah Sumatera Utara menetapkan status tersangka terhadap Aditya. Achiruddin juga dicopot dari jabatannya dan ditahan. Polisi pun menyegel gudang penimbunan bahan bakar minyak ilegal yang dikelola Achiruddin tak jauh dari rumahnya. Aktivitas ilegal di gudang itu ditengarai terjadi sejak 2018.
Ongku Parmomangan Hasibuan, kakak Achiruddin, berharap polisi berfokus menangani kasus perkelahian antara Aditya dan Ken Admiral. Ia membantah jika dikatakan adiknya berbisnis BBM ilegal. “Tidak pernah berbisnis BBM, apalagi ilegal. Barangkali ini buntut perkelahian keponakan saya, Aditya, dengan Ken Admiral sehingga melebar ke mana-mana," tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK Kembali Sita Aset Lukas Enembe
Gubernur Papua (nonaktif), Lukas Enembe, menjalani pemeriksaan lanjutan, di gedung KPK, Jakarta, 10 Maret 2023. Tempo/Imam Sukamto
KOMISI Pemberantasan Korupsi kembali menyita aset milik Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe. Ada tujuh aset disita, terdiri atas tanah, bangunan, serta uang tunai. “Total aset yang disita mencapai Rp 60,3 miliar,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri, Jumat, 28 April lalu.
Ketujuh aset Lukas tersebar di Jakarta; Bogor, Jawa Barat; hingga Papua. Di Jakarta, KPK menyita satu unit apartemen The Groove Masterpiece yang berlokasi di Setiabudi, Jakarta Selatan, dan rumah di Kluster Violin 3, Golf Island, Pantai Indak Kapuk, Jakarta Utara. Adapun aset di Papua di antaranya berupa hotel.
Semua aset tersebut diduga berasal dari suap dan gratifikasi sejumlah proyek pembangunan di Papua. Lukas menyandang status tersangka bersama Direktur PT Tabi Papua Rijanto Lakka.
Pasien Aniaya Dua Dokter
Dua tersangka penganiayaan dokter jaga Puskesmas Kelurahan Pajar Bulan, Way Tenong, Lampung Barat, 25 April 2023. Humas Polda Lampung Barat
DUA dokter magang di Pusat Kesehatan Masyarakat Fajar Bulan, Kecamatan Way Tenong, Lampung Barat, dianiaya oleh pasien pada Sabtu, 22 April lalu. “Kami akan mengawal proses hukum kasus ini,” ujar Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya, Rabu, 26 April lalu.
Peristiwa bermula ketika pasien berinisial HW mengeluhkan obat yang diberikan dokter untuk mengobati nyeri pada ulu hatinya. Dokter meminta pasien bersabar atau segera menyambangi rumah sakit terdekat. Penjelasan itu membuat rekan pasien berinisial MH marah, lalu menganiaya dokter.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memindahkan korban ke Rumah Sakit Umum Daerah Liwa, sekitar satu jam perjalanan dari Fajar Bulan. “RSUD memiliki keamanan yang lebih baik,” tutur Ketua IDI Lampung Barat Iman Hendarman.
Sipir Hobi Pamer Harta
Sipir Lembaga Pemasayarakatan Rajabasa, Lampung, Dhawank Delvi. Dok. Pribadi/Facebook Dhawank Delvi
KANTOR Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia) Lampung mencopot seorang sipir, Dhawank Delvi, lantaran kerap memamerkan gaya hidup mewah. “Menarik yang bersangkutan untuk pemeriksaan lebih lanjut,” kata Sekretaris Jenderal Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Heni Yuwono, Ahad, 23 April lalu.
Dhawank bertugas di Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa, Lampung. Ia disebut memiliki rumah mewah, sebuah rumah sakit, dan sepeda motor Harley-Davidson. Gaya hidup tersebut dinilai tak sesuai dengan profilnya sebagai sipir.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan lembaganya mendalami unsur pidana dalam kasus itu. Pihaknya antara lain akan mengusut pengelolaan kantin dan koperasi lembaga pemasyarakatan yang diduga dimonopoli oleh Dhawank serta asal-usul harta kekayaannya. “Semua sedang dicek,” ucapnya.
Bekas Rektor Unila Dituntut 12 Tahun Bui
Terdakwa mantan Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani usai menjalani sidang kasus suap penerimaan mahasiswa baru Unila, di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Bandar Lampung, Lampung, 7 Maret 2023. Antara/Ardiansyah
JAKSA Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut hukuman penjara selama 12 tahun terhadap bekas rektor Unila (Universitas Lampung), Karomani. “Dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan,” ujar jaksa Widya Hari Sutanto saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Kamis, 27 April lalu.
Baca: Modus Rektor Unila Menerima Suap dari Mahasiswa
Karomani dinilai terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama. Ia mematok harga Rp 100-350 juta untuk calon mahasiswa baru Unila pada 2022. Kasus itu juga menyeret Ketua Senat Unila M. Basri; bekas Wakil Rektor I Bidang Akademik, Heryandi; dan Andi Desfiandi selaku pemberi suap.
Terdakwa berencana membacakan pembelaan (pleidoi) atas tuntutan itu. Menurut dia, tuntutan itu terlampau tinggi dan mencederai rasa keadilan. “Titip-menitip itu juga terjadi di universitas lain di seluruh Indonesia,” tutur Karomani.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo