Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Manuver Aktivis 1998 yang Bergabung ke Partai Politik

Aktivis 1998, termasuk para korban penculikan, bergabung dengan partai politik. Ada yang melawan isu pelanggaran HAM berat.

30 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERAGUAN sempat menghantui Pius Lustrilanang saat ia diajak Prabowo Subianto bergabung dengan Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra pada 2007. Mantan aktivis 1998 itu sedang membentuk Partai Persatuan Nasional (PPN) untuk Pemilihan Umum 2009. “Saya bilang ke Pak Prabowo, kalau PPN tak lolos, baru saya mau gabung ke Gerindra,” kata Pius saat dihubungi, Jumat, 28 Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Partai besutan Pius akhirnya tak lolos verifikasi. Bekas Sekretaris Jenderal Aliansi Demokrasi Rakyat atau Aldera itu pun bergabung dengan Prabowo di Gerindra. Sebelumnya, Pius bergabung dengan sejumlah partai politik, seperti Partai Amanat Nasional dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pius salah satu korban penculikan Tim Mawar, tim kecil di Komando Pasukan Khusus, pasukan elite yang dipimpin Prabowo Subianto. Ia dilepaskan dua bulan setelah diculik pada 4 Februari 1998. Dari sembilan aktivis yang dibebaskan, Pius adalah korban penculikan pertama yang berani buka suara ihwal kejadian itu.

Latar belakang Prabowo sebagai menantu Presiden Soeharto dan bekas Komandan Kopassus yang diduga menjadi dalang penculikannya tak meresahkan Pius. Bagi Pius, dalang utama penculikan aktivis dan mahasiswa pada 1998 adalah Soeharto. Prabowo dan para kroninya ia anggap sebagai prajurit yang hanya menjalankan komando.

Pius Lustrilanang. aceh.bpk.go.id

“Di politik tak ada musuh yang abadi. Kesalahan Prabowo sudah jelas ada pengadilan dan sanksinya,” ujar Pius, yang saat ini menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan.

Baca: Jika Aktivis 1998 Masuk Partai

Pius pun melihat Gerindra berpotensi menjadi partai besar. Ketokohan Prabowo; sokongan modal kuat dari adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo; dan jaringan yang dimiliki Prabowo menjadi modal utamanya. “Itu yang membuat saya bergabung,” tuturnya.

Langkah politiknya di partai berlambang Garuda itu berbarengan dengan beberapa korban penculikan Tim Mawar lain, yakni Desmond Junaidi Mahesa, Haryanto Taslam, dan Aan Rusdianto. Desmond didapuk sebagai salah satu Ketua Gerindra. Dia pun terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat tiga periode berturut-turut sebelum meninggal pada 24 Juni 2023.

Prabowo pun mengakui peran Desmond dan para aktivis yang bergabung ke Gerindra. “Sosok aktivis sangat besar bekerja untuk membangun Gerindra,” kata Menteri Pertahanan itu saat menyambangi rumah duka Desmond di Jakarta Selatan, Sabtu, 24 Juni lalu.

Kedekatan dengan para aktivis prodemokrasi ini dibangun Prabowo sejak dulu. Menurut Pius, setahun setelah Tim Mawar melakukan penculikan, Prabowo berupaya menemui para korban. Pius diundang bertemu dengan Prabowo di sebuah apartemen di Malaysia pada medio 1999. “Niat dia memang rekonsiliasi dan dari situ kami berteman,” ucap Pius.

Saat ini masih ada 13 aktivis yang dinyatakan hilang, termasuk penyair dan aktivis buruh Wiji Thukul serta Petrus Bima Anugerah. Dari sembilan aktivis yang dilepaskan, kebanyakan memilih bergabung dengan partai politik.

Di Partai Kebangkitan Bangsa, ada nama Faisol Riza dan Dita Indah Sari. Keduanya aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) pada masa Orde Baru. Dita sempat ditahan oleh rezim Soeharto, sedangkan Faisol mengalami penculikan.  

Baca: Mengapa Jokowi Kian Condong Mendukung Prabowo Subianto?

Rekan Faisol dan Dita di PRD, Andi Arief, merapat ke Partai Demokrat pada 2015. Ia ikut memenangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden 2004. Saat Yudhoyono berkuasa, Andi menjabat komisaris PT Pos dan kemudian menjadi staf khusus presiden bidang bencana dan bantuan sosial.

Andi Arief mengklaim berupaya mengakomodasi aspirasi aktivis, khususnya mengenai penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia berat. Namun dia menyebutkan perkara itu tak mudah ditangani. “Karena dari tahun 1965 sampai sekarang spektrum politik kita enggak bisa seperti rekonsiliasi di Afrika Selatan,” kata Andi.

Aktivis lain yang menjadi korban penculikan adalah Mugiyanto. Dia bergabung dengan Kantor Staf Presiden sejak Februari 2020. Ia sebelumnya memimpin Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia atau IKOHI. Mugiyanto pernah mendorong penyelesaian hilangnya 13 aktivis menjelang Reformasi 1998.

Mugiyanto,di Jakarta, 19 Mei 2023. Tempo/ Febri Angga Palguna

Belakangan, ia bergabung dengan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat yang dibentuk pemerintah. Pilihan ini membuat Mugiyanto dicibir sejumlah aktivis karena ia dianggap tak mendorong proses pengadilan bagi pelanggar HAM. “Ada yang menuding saya enggak ngapa-ngapain,” ujarnya pada pertengahan Mei lalu.

Baca: Geliat Aktivis 1998 yang Masuk Istana

Bekas Ketua Umum PRD, Budiman Sudjatmiko, belakangan merapat ke Prabowo Subianto. Sebelum bertemu dengan Prabowo pada Selasa, 18 Juli lalu, Budiman berdiskusi dengan beberapa korban penculikan, seperti Nezar Patria dan Raharja Waluya Jati. Mereka mengingatkan Budiman bahwa tak semua korban penculikan telah kembali dan kasusnya harus diselesaikan.

Seusai pertemuan itu, Budiman melontarkan pujian kepada Prabowo. Ia menyayangkan isu pelanggaran HAM kerap digunakan untuk menyerang Prabowo setiap kali menjelang pemilihan presiden. “Jangan sampai ini jadi isu musiman yang tak kunjung selesai dan sifatnya politis,” tutur politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, Kamis, 27 Juli lalu. 

Aksi damai Budiman dengan Prabowo ini dianggap menyakiti semangat perjuangan aktivis 1998. Budiman pun selama ini dianggap tak pernah bersuara tentang isu penculikan aktivis. “Sikap Budiman membuat sesak dada kawan-kawan aktivis,” kata mantan Ketua Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi Surabaya, Sardiyoko, Jumat, 21 Juli lalu.

Budiman salah satu pentolan PRD dan pernah dipenjarakan Orde Baru pada 1996. Ia dituding sebagai dalang penyerangan kantor Partai Demokrasi Indonesia pada 27 Juli 1996. Seusai reformasi, ia bergabung dengan PDIP dan menjadi anggota DPR dua periode, 2009-2014 dan 2014-2019.

Seperti Budiman, banyak aktivis 1998 lain bergabung dengan partai politik. Mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Sastra Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ace Hasan Syadzily, belakangan bergabung dengan Golkar, partai penguasa era Orde Baru. Ia kini menjadi anggota DPR dan Ketua Dewan Pengurus Daerah Golkar Jawa Barat.

Mantan pentolan PRD lain, Agus “Jabo” Priyono, mendirikan Partai Rakyat Adil Makmur atau Partai Prima. Namun Komisi Pemilihan Umum menyatakan partai itu tak lolos verifikasi.

Baca: Kursi Komisaris untuk Aktivis 1998

Pius Lustrilanang, bekas aktivis 1998 yang kini mendukung Prabowo Subianto, menyebutkan bahwa partai politik merupakan jalur utama bagi para aktivis untuk mewujudkan gagasan mereka. Di parlemen, mereka bisa menyusun undang-undang dan menjadi pengawas berbagai kebijakan. “Reformasi ini kan sebenarnya Orde Baru yang ganti baju. Mau tak mau kita harus kerja sama dengan aktor utama dari rezim Orde Baru yang punya visi untuk reformasi,” ujar Pius.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Raymundus Rikang, Francisca Christy Rosana, Hussein Abri Dongoran, Eka Yudha Saputra, dan Kukuh S. Wibowo dari Surabaya berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Mesra Bersama Musuh Lama"

Egi Adyatama

Egi Adyatama

Wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus