Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Politik No, Bisnis Ayo

14 Juni 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PONDOK Pesantren Sidogiri ternyata tetap bersikap netral dalam urusan pencalonan presiden. Pesantren berusia 258 tahun itu memang diperebutkan. Dalam situsnya, www.sidogiri.com, diberitakan bahwa ada empat pasang kandidat yang berminat bersilaturahmi ke pesantren yang berada di Kabupaten Pasuruan itu selama masa kampanye presiden. Namun pondok pesantren ini memilih tetap setia pada khitah Sidogiri: netral dan tidak terlibat dalam politik praktis.

Artinya, meski berdiri di luar wilayah politik, pondok pesantren ini membebaskan kiainya menyalurkan aspirasi politik mereka. Contohnya K.H. Nawawi Abdul Djalil, Katib (Sekretaris) Pondok Pesantren Sidogiri, yang menyatakan dukungannya kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden Megawati Soekarnoputri dan K.H. Hasyim Muzadi, Selasa pekan lalu.

Pengurus pondok yang lain, Haji Mahmud Ali Zain, boleh-boleh saja maju menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jawa Timur. Hasilnya luar biasa. Mahmud Ali berhasil menjadi anggota DPD Jawa Timur dengan perolehan suara terbanyak: 2 juta suara. Mahmud Ali tidak hanya meraih suara terbanyak di Jawa Timur, tapi juga di seluruh Indonesia.

Sidogiri kini go public ke pentas politik nasional dengan kiprah Mahmud Ali. Ini lompatan besar untuk pesantren tertua di lingkungan Nahdlatul Ulama, yang dibangun pada 1745 oleh Sulaiman, salah seorang cucu Sunan Gunung Jati, itu.

Saat ini, Pondok Pesantren Sidogiri punya semua jenjang pendidikan, dari tingkat ibtidaiah (sekolah dasar)?sejak 15 April 1938?hingga tingkat aliah (sekolah menengah atas), sejak 1982. Jumlah santrinya 10 ribu orang, dan 6.500 orang di antaranya santri putra.

Pondok pesantren ini dikelola dengan model unik, yaitu model Pancawarga. Model kepemimpinan lima orang itu dirintis pada masa K.H. Nawawie bin Noer Hasan tahun 1947. Saat itu, anggotanya terdiri atas lima orang dan semuanya putra K.H. Nawawie. Setelah tiga anggota Pancawarga meninggal dunia, K.H. Siradjul-Millah, salah satu anggota Pancawarga, berinisiatif membentuk organisasi baru dengan nama Majelis Keluarga. Yang pertama mengisi Majelis Keluarga ini adalah para cucu laki-laki K.H. Nawawie bin Noer Hasan.

Saat ini, Majelis Keluarga Pesantren Sidogiri dipimpin oleh K.H. Abdul Alim Abdul Djalil. Katibnya adalah K.H. Nawawi Abdul Djalil, anak dari sang pemimpin, dengan anggota lima orang kiai dan haji. Dengan gaya kekeluargaan itulah Sidogiri berkembang.

Kehebatan Sidogiri yang banyak menjadi buah bibir orang ramai adalah suksesnya pondok itu mengelola kegiatan ekonomi. Sidogiri adalah pelopor kegiatan wirausaha. Sejak 1961, para santri Sidogiri dilatih menjadi wirausahawan. Pondok menyediakan "laboratorium" berupa warung dan toko kelontong.

Dari sekadar menjual makanan dan alat kebutuhan rumah tangga, kegiatan wirausaha Sidogiri melesat pesat. Saat ini, pesantren itu punya sepuluh unit usaha bisnis seperti kantin, toko kelontong, toko buku, minimarket, toko bangunan, serta warung telekomunikasi. Itu biasa. Yang luar biasa, pondok itu memproduksi air minum dalam kemasan dengan merek Santri. Usaha ini dilakukan dengan menggandeng PT Alamo, perusahan air minum dari Probolinggo. Dalam situsnya disebutkan bahwa produksi air kemasan Santri per bulan mencapai 25 ribu paket atau setara dengan satu juta gelas.

Pesantren ini juga memproduksi keperluan santri seperti kitab, buku, sarung, baju muslim, dan kopiah. Pasarnya bukan hanya santri di lingkungan pesantren, tapi menyebar ke seluruh Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Bahkan Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan pun dapat ditembus. Tak hanya itu. Pesantren ini juga memproduksi saus tomat dalam kemasan botol. Mereka bekerja sama dengan PT Bogasari. Mereknya? Ya, tetap Santri. Pada tahun ini, omzet kegiatan bisnis pesantren yang punya moto "dari santri untuk santri" ini mencapai Rp 15 miliar.

Jadi, jelas, Sidogiri secara ekonomi tak perlu bergantung pada pihak luar.

M. Syakur Usman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus