Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

PPP Mundur Lagi

PPP belum selesai menyusun daftar calon DPR, partai ini minta pengunduran batas waktu sampai 27 Oktober. Akibat larangan Menteri Agama tentang pegawai negeri yang menjadi parpol.

24 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARTAI Persatuan Pembangunan ternyata tetap belum akur. Pertemuan konsultasi antara pimpinan PPP dengan Lembaga Pemilihan Umum (LPU) Jumat pekan lalu belum berhasil menyelesaikan urutan daftar dan jumlah calon anggota DPR dari masingmasing unsur partai. Partai ini meminta pengunduran batas waktu untuk berembuk lagi sampai 27 Oktober mendatang. Sebelumnya PPP telah meminta penundaan jadwal penyerahan daftar calon dari tanggal 27 September menjadi 1 Oktober, dan mengulur waktu penyerahan urutan daftar calon 12 Oktober. Rupanya pertikaian dalam menentukan kursi wakilnya di DPR belum dapat diatasi. Tuntutan MI (Muslimin Indonesia) agar jumlah. wakil satu unsur tidak lebih besar dari tiga unsur lainnya tetap ditolak kelompok terbesar NU. Alasannya: pembagian kursi harus berdasarkan konsensus dewan partai 1975. "Kalau menghendaki perubahan komposisi, harus ditinjau kembali konsensusnya," kata H.M. usuf Hasyim, Ketua I PBNU. Artinya, NU saat ini memperoleh 56 buah dari 99 kursi yang direbut PPP dalam Pemilu 1977. Komposisi MI Sikap NU ini membuat tiga unsur lainnya agak jengkel. "Kalau NU tetap mempertahankan itu, masalah pencalonan dan daftar urutan tidak bakal selesai," kata Sudardji, Ketua DPP-MI pada TEMPO. Menurut dia, penyelesaian hanya bisa dicapai bila NU menerima perubahan komposisi seperti usul MI. Menghadapi perbedaan pendapat ini, kabarnya Mendagri Amirmachmud menyodorkan usul agar NU bersedia melepas sekitar 7 sampai 10 kursi jatahnya. Tapi saran itu pun dinilai Sudardji belum memuaskan. "Kami tolak komposisi itu karena belum menjamin kegiatan politik PPP bakal sesuai dengan undang-undang parpol-Golkar," katanya keras. Padahal, kalau saran itu diterima tiga unsur non-NU yang selama ini hanya mendapat sekitar 45 persen akan meningkat menjadi 50 persen. Masalah lain yang masih mengganjal kesepakatan partai itu ialah soal urutan daftar calon. NU tetap mempertahankan urutan seperti Pemilu 1977. Urutan pertama sampai empat untuk NU, dua nomor berikutnya untuk MI dan kemudian satu nomor untuk SI dan Perti. Kabarnya, tiga unsur lainnya meminta perombakan komposisi urutan dafur calon itu. menjadi tiga nomor pertama untuk NU, dua nomor berikutnya untuk MI sedang SI dan Perti masing-masing satu nomor. "Dengan komposisi itu, praktis jatah NU akan, berkurang," kata seorang pimpinan PB NU. Kesulitan lain para calon PPP: soal izin calon anggota DPR yang kini menjadi pegawai negeri. Departemen P&K dan Agama tidak membolehkan pegawainya menjadi calon parpol. Dari para calon PPP untuk DPRD I Ja-Teng, misalnya, 59 orang terpaksa mendapat kesulitan karena adanya instruksi Menteri Agama Alamsyah tersebut. "Satu-satunya jalan kalau tetap ingin menjadi anggota DPR mereka harus berhenti sebagai pegawai negeri," kata Karmani, dosen Universitas Diponegoro Semarang yang tidak aktif mengajar sejak 1971 karena menjadi anggota DPR. Akhirnya yang memilih mundur sebagai pegawai negeri dan bersedia dicalonkan cuma 32 orang saja. Hambatan yang sama juga terjadi di Ja-Tim. Dari daftar calon yang dikirim DPW PPP Ja-Tim, ada 13 orang pegawai negeri. Yang memutuskan mengundurkan diri sebagai pegawai Departemen Agama dan sudah mendapat surat pemberhentian enam orang. Tapi ternyata masih ada beberapa lagi yang sedang menimbang. "Saya masih belum menetapkan, akan meneruskan sebagai calon anggota DPR atau berhenti sebagai pegawai negeri," kata Ali Haidar, pegawai Kanwil P&K Ja-Tim yang dicalonkan untuk DPR Pusat. Yang optimistis bakal terpilih menjadi anggota DPR memang dengan cepat bisa memutuskan kesulitan itu. Misalnya Atabik Ali, putra pertama Rais Aam NU Kiai Ali Ma'shum dari Yogyakarta. Sebelum namanya masuk pencalonan, guru Madrasah Aliyah Pondok Krapyak itu telah meminta agar dicopot dari pegawai negeri. "Saya mundur agar bisa bebas bergerak," kata calon nomor pertama untuk DPR dari Daerah Istimewa Yogyakarta itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus