Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada Kamis, 2 Januari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang selama ini ditetapkan 20 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keputusan berpangkal dari permohonan gugatan yang diajukan empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri atau UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Adapun, mahasiswa tersebut adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
“Putusan ini monumental mengingat selama ini sudah banyak permohonan JR (judicial review) soal presidential threshold ini yang ditolak,” kata Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN, Gugun El Guyanie, pada Kamis 2 Januari 2024.
Gugun menilai dikabulkannya gugatan mahasiswa soal ambang batas yang sudah lebih dari 30 kali diuji MK dan tidak pernah dikabulkan ini membuka ruang partisipasi publik sangat bermakna. Selain itu, ini juga seolah menunjukkan kepada publik bahwa lembaga tinggi negara, seperti MK, menjadi lembaga independen tidak dikuasai kekuatan politik tertentu.
Gugun juga menyampaikan, keempat mahasiswa yang mengajukan gugatan itu selama ini dikenal sebagai mahasiswa aktif dan berprestasi di kampus. Keempatnya juga tergabung dalam sebuah komunitas bernama Pemerhati Konstitusi.
“Mereka selama ini aktif menyoroti dan mendiskusikan berbagai hal terkait konstitusi, mereka juga aktif membuat artikel-artikel yang dipublikasikan di beberapa jurnal ilmiah,” tuturnya.
Salah satu mahasiswa yang mengajukan gugatan ke MK tersebut adalah Enika Maya Oktavia. Berdasarkan LinkedIn Enika Maya Oktavia, ia merupakan lulusan MAN Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah yang pernah menjabat sebagai Bendahara II OSIS periode 2019-2020. Setelah itu, pada 2021 sampai sekarang, ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Meskipun masih muda, Enika telah memiliki banyak pengalaman di beberapa bidang. Saat menempuh jenjang SMA, ia menjadi mentor LCC 4 Pilar (2020-2021). Lalu, saat menempuh pendidikan tinggi, ia terpilih menjadi Staf Kepaniteraan (Hukum, Perdata, dan Pidana) Pengadilan Negeri Sleman pada Juli-Agustus 2023.
Setelah itu, ia juga ditunjuk menjadi Staf Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Hukum di Bawaslu Yogyakarta. Kemudian, pada Januari 2024, ia ditugaskan menjadi Asisten Pengacara di Kantor Advokat Muhammad Iman, S. H. & Rekan, Kalimantan Tengah.
Selain itu, Enika juga pernah menjadi Peace Political Agent di Komisi Independen Sadar Pemilu dan Tentor Delta Private Jogja. Saat ini, ia menjadi partnership officer di Widya Robotics. Tak hanya dalam dunia hukum dan pendidikan, ia juga pernah menjadi pengisi suara dan host live streamer di Maharani Store.
Enika juga kerap mengikuti kegiatan volunteer atau organisasi di lingkungan kampusnya, yaitu House of Wisdom sebagai Community Facilitator, Duta HIV/AIDS Yogyakarta 2022, Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa Lingkar Seroja, Pusat Informasi dan Konseling Remaja MAN Sampit (PIK ROMANSA) sebagai peer tutor, Komunitas Pemerhati Konstitusi UIN Sunan Kalijaga, dan pelatih debat Pusat Studi dan Konsultasi Hukum (PSKH).
Enika Maya Oktavia juga telah menerbitkan beberapa tulisannya. Adapun, beberapa hasil karya salah satu mahasiswa yang gugat presidential threshold ke MK ini, di antaranya “Islam dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Kebijakan Indonesia Terhadap Cina dalam Penyelesaian Konflik Etnis Uighur” dalam Jurnal Restorasi Hukum dan “Implementasi Keadaan Darurat Indonesia: Inkonsisten Penerapan Keadaan Darurat” dalam El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama.
Pribadi Wicaksono turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Ramai-ramai Tanggapi Putusan MK Hapus Presidential Threshold: Apa Kata Yusril Ihza, Mahfud Md, hingga Perludem
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini