Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Paus Fransiskus akan melakukan perjalanan apostolik atau perjalanan kerasulan ke Indonesia selama tiga hari, yakni mulai Selasa-Kamis, 3-5 September 2024. Pesawat yang membawa Uskup Roma itu dijadwalkan akan mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Selasa, 3 September 2024 siang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rombongan Paus dan Takhta Suci Vatikan itu akan disambut oleh Presiden Joko Widodo. Di bandara Cengkareng, Jokowi dan para menteri akan melakukan upacara penyambutan untuk Jorge Mario Bergoglio—nama asli Paus Fransiskus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Indonesia, pimpinan gereja katolik sedunia itu dijadwalkan akan melakukan sejumlah kunjungan. Pada 4 September 2024, ia akan bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta. Selanjutnya, pada 5 September 2024, Paus Fransiskus akan menghadiri pertemuan antaragama di Masjid Istiqlal, Jakarta.
Dia kemudian melanjutkan kegiatannya dengan mengadakan pertemuan bersama penerima manfaat organisasi amal di Kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Setelah itu, dia akan memimpin Misa Akbar di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan yang akan diadakan pada hari yang sama, Kamis, 5 September 2024.
Lantas, bagaimana profil Paus Fransiskus yang akan memimpin Misa Akbar di GBK? Berikut rangkuman informasi selengkapnya.
Profil Paus Fransiskus
Paus Fransiskus, yang lahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio, adalah pemimpin tertinggi Gereja Katolik global dan Kepala Negara Vatikan. Lahir di Buenos Aires, Argentina pada 17 Desember 1936, ia adalah Paus ke-266, menggantikan Paus Benediktus XVI, dan merupakan Paus pertama dari ordo Yesuit yang berasal dari benua Amerika.
Bergoglio terpilih sebagai Paus melalui Konklaf Kepausan pada 13 Maret 2013, setelah Konklaf berlangsung selama dua hari. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Uskup Agung Buenos Aires sejak 1998 dan diangkat sebagai Kardinal pada 2001 oleh Paus Yohanes Paulus II.
Meski lahir di Buenos Aires, Paus Fransiskus adalah anak dari imigran Italia. Ayahnya, Mario, adalah seorang akuntan di perusahaan kereta api, sedangkan ibunya, Regina Sivori, adalah seorang ibu rumah tangga.
Bergoglio menyelesaikan pendidikan di bidang teknik kimia sebelum memutuskan untuk bergabung dengan imamat, memasuki Seminari Keuskupan Villa Devoto dan kemudian novisiat Serikat Yesus pada 11 Maret 1958.
Setelah menyelesaikan studinya di Chili dan memperoleh gelar filsafat dari Colegio de San José di San Miguel, Bergoglio mengajar sastra dan psikologi di Santa Fé dan Buenos Aires dari 1964 hingga 1966. Ia melanjutkan studi teologi dan memperoleh ijazah dari Colegio San José pada 1970.
Dia ditahbiskan sebagai imam pada 13 Desember 1969 dan melanjutkan pelatihan di Universitas Alcalá de Henares, Spanyol. Pada 22 April 1973, ia mengucapkan kaul kekal sebagai seorang Yesuit dan kembali ke Argentina untuk mengajar serta berperan sebagai akademisi di Fakultas Teologi San Miguel, Konsultan Provinsi Serikat Yesus, dan Rektor Colegio Máximo.
Pada 31 Juli 1973, ia diangkat sebagai Kepala Provinsi Jesuit di Argentina dan melanjutkan pekerjaan akademisnya hingga menjabat sebagai Rektor Colegio de San José dan pastor paroki di San Miguel.
Pada 20 Mei 1992, Paus Yohanes Paulus II mengangkatnya sebagai Uskup Tituler Auca dan Uskup Auksilier Buenos Aires. Ia menerima penahbisan Uskup pada 27 Mei dan memilih moto episkopal ”miserando atque eligendo.”
Selanjutnya, ia menjabat sebagai Uskup Agung Buenos Aires sejak 1998 dan diangkat sebagai Kardinal pada 2001 oleh Paus Yohanes Paulus II. Kemudian dalam Konklaf Kepausan pada 13 Maret 2013, Bergoglio terpilih sebagai Paus ke-266 menggantikan Paus Benediktus XVI.
Paus Fransiskus dikenal karena sikapnya yang rendah hati, empati, dan kepedulian terhadap orang miskin serta komitmennya pada dialog antaragama. Dia juga memuji pendekatan kepausan yang tidak formal dengan memilih tinggal di wisma Domus Sanctae Marthae daripada apartemen kepausan di Istana Apostolik.
Dia merupakan pendukung kesetaraan gender dan menekankan pentingnya Gereja untuk lebih terbuka pada semua komunitas sambil melawan diskriminasi. Sebagai mantan akademisi, Paus Fransiskus memberikan kritik tajam terhadap kapitalisme tanpa kendali, konsumerisme, dan pembangunan berlebihan, sambil mendorong fokus pada pelestarian lingkungan dan pencegahan perubahan iklim. Ia juga menentang hukuman mati dan meminta penghapusan hukuman tersebut secara global.
Dalam diplomasi internasional, Paus Fransiskus berperan dalam mediasi konflik seperti antara Amerika Serikat dan Kuba serta masalah pengungsi migran di Eropa dan Amerika Tengah. Pada 2022, ia juga meminta maaf atas peran Gereja dalam genosida suku asli di Kanada.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | EIBEN HEIZAR, berkontribusi dalam artikel ini.