Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Profil Ulama Besar Asal Ponorogo KH Hasan Besari, Kakek HOS Tjokroaminoto Guru Ronggowarsito

KH Hasan Besari dikenal sebagai ulama besar asal Ponorogo pada abad ke-19 yang juga pengasuh Pondok Pesantren Gebang Tinatar.

23 September 2023 | 20.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ulama besar asal Ponorogo, KH Hasan Besari lahir pada 1729. Ia merupakan putra kedua dari Kiai Muhammad Ilyas bin Kiai Ageng Muhammad Besari dari istri pertamanya. Hasan Besari memiliki nama lengkap Kanjeng Kiai Bagus Hasan Besari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KH Hasan Besari atau dikenal juga dengan Kyai Kasan Besari hidup dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren. Dirinya dikenal sebagai pribadi yang alim, sosok penyabar, pandai, juga seorang ahli tirakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari laduni.id, KH Hasan Besari mendirikan Pondok Pesantren Gebang Tinatar yang merupakan salah satu pesantren ternama di Indonesia. Pesantren ini terletak di Tegalsari, Jetis, Ponorogo.

KH. Hasan Besari sangat besar pengaruhnya pada masyarakat khususnya Tegalsari umumnya masyarakat Ponorogo dan Kasunanan Surakarta. Sampai saat ini pun namanya juga masih sangat dikenal akrab khususnya di masyarakat Ponorogo. Bahkan, makamnua sampai kini masih sering dikunjungi peziarah baik dari daerah Ponorogo maupun luar Ponorogo.

Kehidupan masa muda KH Hasan Besari

Sejak masa muda, KH Hasan Besari sudah didapuk sebagai turunan kiai yang akan meneruskan perjalanan dakwah agama Islam. Hasan Besari sendiri merupakan putra Kiai Ilyas dan Kiai Ilyas adalah Putra dari Kiai Ageng Muhammad Besari, yang berarti Hasan Besari merupakan cucu dari pendiri pondok pesantren Gebang Tinatar yaitu Kiai Ageng Muhammad Besari.

Wilayah Tegalsari dikenal sebagai daerah yang sangat subur, makmur, aman, dan sentosa, sehingga menjadi kiblat oleh desa-desa sekitarnya. Para rakyatnya hidup rukun dan sangat menghormati Hasan Besari. Sebagai pemuka agama yang secara tradisional berasal dari keluarga yang berpengaruh, Ulama dan Kiai merupakan faktor pemersatu dalam tatanan sosial pedesaan.

Dalam tradisi masyarakat Jawa, ulama atau kiai dianggap berada pada posisi yang sangat tinggi dalam strata sosial. Pada masa pemerintahan kolonial pun, para pemimpin kekuasaan seperti sultan dan raja lebih menaruh perhatiannya dalam politik, dan urusan agama diserahkan kepada para kiai. 

Urusan agama ini bukan hanya soal hukum saja, tetapi juga mengatur masalah-masalah sosial, sehingga kebanyakan kiai memiliki pengaruh yang sangat luas dalam pemerintahan dan masyarakat itu sendiri.

Pernikahan KH Hasan Besari

KH Hasan Besari dikenal sebagai seseorang yang gagah, punya wajah yang menarik dan postur tubuh yang tegap, sehingga saat itu putri dari Pakubuwono III yaitu Bra. Murtosyah tertarik dan meminta ayahandanya untuk melamarkan Hasan Besari untuknya. 

Pernikahan itu terjadi ketika Hasan Besari berusia 36 tahun. Pakubuwono III pun menerima permintaan Bra. Murtosyah, sehingga pada 1765 M, Hasan Besari dan Bra. Murtosyah menikah dan dikaruniai 6 orang putra, yakni R.M. Martopoero, R.A. Saribanon, R.A. Martorejo, R.M. Cokronegoro (ayah HOS Tjokroaminoto), R.M. Bawadi, dan R.A. Andawiyah.

Masa pendidikan KH Hasan Besari

KH Hasan Besari setelah merampungkan studinya di berbagai pesantren, kiai yang lebih tua darinya melatih dirinya untuk membangun pesantrennya sendiri. Pada awalnya, Hasan Besari menjadi pengganti ayahnya, yakni Kiai Hasan Ilyas.

Hal tersebut karena oleh Pakubuwono IV, Kiai Hasan Ilyas dinilai hanya menyuruh santri-santrinya memperkaya dirinya, dan para santri tidak mendapatkan pendidikan tentang Agama Islam. Akhirnya Kiai Hasan Ilyas dipecat oleh Pakubuwono IV dan digantikan oleh KH. Hasan Besari.

Sebagai seorang putra kiai, Hasan Besari mempunyai tanggung jawab untuk meneruskan tradisi keluarga kiai, yang berarti harus mempersiapkan diri melanjutkan estafet kepemimpinan. Hasan Besari yang terlahir dari keluarga santri, telah terbiasa dengan kehidupan pesantren yang serba sederhana bahkan bisa dibilang kurang memadai. 

Tradisi di pesantren yang diajarkan kepadanya antara lain tentang pendidikan sufisme. Pendidikan sufisme tersebut seperti praktik-praktik ibadah salat sunnah, zikir, wirid dan ratib. Selain itu, juga dengan cara tirakat, puasa sunnah dan lainnya. Berbagai pendidikan sufisme tersebut diajarkan KH Hasan Besari kepada santri-santrinya, salah satunya R. Ng. Ronggowarsito.

Ilmu yang didapat oleh KH. Hasan Besari lebih banyak dipelajari dari kakeknya dan para guru di pesantrennya. Dari para gurunya, KH Hasan Besari banyak  belajar tentang ilmu fiqih, alat, tafsir, hadis, dan sastra. Sebagai seorang guru dari R. Ng. Ronggowarsito, Hasan Besari dalam bidang sastra juga mempunyai pengetahuan yang mumpuni khususnya sastra Jawa.

KH Hasan Besari ditangkap

KH Hasan Besari juga menerapkan pemikiran Hukum Islam di Desa Tegalsari, sehingga pada akhirnya hal ini membuat iri desa-desa di sekitar Tegalsari dan banyak yang menirunya. Hal inilah yang membuat Sunan dari Surakarta menganggap bahwa hal tersebut merupakan sebuah penyelewengan. Akibatnya, KH Hasan Besari ditangkap dan dibawa ke Surakarta. 

Setelah di Surakarta, KH Hasan Besari ditempatkan di Masjid Agung Surakarta. Para santri Hasan Besari banyak berdatangan untuk menengoknya. Bahkan, sesampainya di Surakarta, para santri diajak untuk mengadakan shalawatan. Suara indah yang dilantunkan Hasan Besari mampu memikat Putri Mustosiyah yang merupakan Putri dari Pakubuwono IV.

Akhirnya, terjadi pernikahan antara KH Hasan Besari dan Putri Murtosiyah. Mereka pun dikaruniai beberapa putra, salah satunya Raden Cokronegoro yang menjadi Bupati Ponorogo yang merupakan ayah dari HOS Tjokroaminoto.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus