DJADJA Subagdja Elusein, Ketua Angkatan Muda Siliwangi (AMS)
yang merangkap Ketua Umum AMPI Ja-Bar, mendadak mengeluarkan
pernyataan keras.
Pernyataan yang dikeluarkan pertengahan Februari itu menuduh
Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPRD JaBar bukan merupakan
proyek prestasi untuk menciptakan lembaga Legislatif yang
berkualitas dan berbobot. Tapi, hanya merupakan proyek prestise
dari unsur penentu yang menghendaki tetap terciptanya kondisi
status quo dan pola kompromistis. "Hal tersebut sangat
memprihatinkan dan saya khawatir Golkar akan sulit mencapai
hasil seperti Pemilu 1971," kata Djadja.
Suara keras dari organisasi pemuda terbesar di Ja-Bar yang
banyak menentukan kemenangan Golkar selama dua pemilu yang
lewat, tampaknya mengguncangkan DPD Golkar Ja-Bar. Pada 23
Februari lalu, pengurus AMS dan AMPI Ja-Bar dipanggil untuk
dimintai keterangan sekitar pernyataan itu. Kabarnya dalam
pertemuan selama 2 jam yang juga dihadiri Sekwilda Ja-Bar itu
Djadja diminta mencabut pernyataannya.
Dua hari kemudian Rauf Effendi, Ketua DPD Golkar, memberi
keterangan pers. Ia menilai spontanitas generasi muda dalam
menyatakan pendapatnya merupakan "tindakan yang wajar dan
merupakan ciri khas generasi muda yang dinamis". Namun
keberanian mengambil sikap itu dianggapnya disalurkan secara
salah. Rupanya DPD Golkar menyesalkan dilansirnya pernyataan AMS
tersebut lewat media massa dan tidak rnembatasinya dalam intern
Golkar saja.
Namun rupanya AMS bertekad tidak akan mencabut pernyataannya
dari mana pun perintah itu datang. "Ada yang menghendaki agar
pernyataan saya itu dicabut kembali," Djadja Subagdja Husein
mengakui pada Hasan Syukur dari TEMPO. Ia bahkan akan
mengeluarkan pernyataan lain bila pernyataan yang telah
dikeluarkan itu ternyata kurang efektif. "Bola sudah
menggelinding, cepat atau lambat pasti sampai pada sasaran,"
katanya.
Tampaknya pernyataan AMS itu dikeluarkan akibat keprihatinan
mereka atas DCT DPRD Ja-Bar. Mereka rupanya melihat munculnya
sejumlah nama yang kualitasnya "diragukan". "Seorang wakil
rakyat haruslah berar-benar mempunyai pengaruh dan dukungan
luas di masyarakat," kata Djadja. Ia menolak menyebut nama. AMS
agaknya juga kecewa dengan kurangnya jumlah calon dari generasi
muda. "Dilihat dari semangat regenerasi pun Daftar Calon Tetap
itu kurang memenuhi," ujar Djadja. Namun ia membantah
pernyataannya itu dikeluarkan karena merosotnya jumlah calon
tetap dari AMS. "Orientasi kami bukan pada jumlah kursi, tapi
pada nilai dan kualitas anggota Dewan."
Karakter AMS
Bagi Tato Pradjamanggala, bekas ketua AMS yang kini mewakili
Golkar di DPR, keluarnya pernyataan AMS itu dianggapnya tidak
aneh. "Hal ini justru membuktikan AMS bukan hanya sebagai
buldozer di luar, tapi di dalam lun ia berani," katanya sambil
memuji Djadja Subagdja Husein. Menurut Tato persoalannya adalah
kurangnya komunikasi antara G olkar dengan generasi mudanya.
Waktu proses pencalonan, AMS sebagai wadah kader Golkar tidak
pernah diajak bicara. Sehingga karena tidak puas lalu
menyampaikan pernyataan. "Itu sudah karakter AMS," kata Tato.
Tjetje Hidayat Padmadinata, juga bekas ketua AMS, turut prihatin
atas nasib organisasi pemuda yang mengaku punya sekitar satu
juta anggota itu. Waktu Pemilu 1971, AMS di Ja-Bar mampu ikut
dalam perencanaan dan sekaligus pelaksana. "Menjelang pemilu
1982 sudah merosot menjadi cuma semacam kuli angkut pasir ke
atas truk," kata Tjetje. Dia menyebut Golkar di Ja-Bar meraih
juara pertama dengan kemenangan 76% dalam Pemilu 1971, kemudian
merosot menjadi hanya 66% pada Pemilu 1977. "Dan akibat
ketidakberesan DCT, saya tak bisa membayangkan hasil Golkar pada
Pemilu mendatang," kata Tjetje ragu. Alasannya "Para wakil
rakyat untuk Pemilu 1982 tak lebih dari mereka yang ditunjuk
oleh orang yang di atas.
Namun "tarik urat" antara AMS dan DPD Golkar itu ternyata tak
mempengaruhi sikap AMS: AMS tetap siap berkampanye untuk Golkar.
"Kami masih tetap berada di barisan paling depan dalam
memenangkan Golkar," kata Djadja Subagdja Husein. Namun satu hal
tak diingininya. "Dalam kampanye nanti kontestan lain jangan
dianggap musuh. Saya akan menginstruksikan agar massa AMS nanti
jangan sampai bentrokan dengan massa kontestan lain," ujarnya.
Benar tidaknya pernyataan ini tentulah harus dilihat nanti.
Namun kampanye Pemilu 1971 dan 1976 di Ja-Bar diwarnai dengan
berbagai bentrokan antara AMS dan kontestan lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini