Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Letusan Gunung Kerinci di Jambi, Rabu siang, 31 Juli 2019, tidak tercatat di seismograf. Kedua alat milik Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang terpasang di gunung tertinggi di Sumatera itu dalam kondisi malfungsi. Sejak 30 Juli 2019 tidak ada rekaman seismograf karena stasiun KRC (Kerinci) 1 dan KRC 2 mati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG Nia Haerani mengatakan, kondisi itu berarti alat seismograf tidak bisa merekam kegempaan. Penyebabnya karena panel surya untuk mengoperasikan seismograf di Gunung Kerinci tertutup debu abu gunung. “Itu kondisi solar panel kena hujan abu terus tertutup jadi sinar matahari nggak masuk sehingga tak ada energi,” ujarnya, Rabu, 31 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemakaian panel surya itu karena lokasi pemasangan seismograf jauh dari sumber listrik. Penempatannya di lereng dan sekitar puncak. Saat ini petugas sedang bekerja membersihkan panel surya itu. “Jauh lokasinya bisa 1-2 hari dengan perjalanan,” kata Nia.
Data yang tercatat dipakai untuk mengetahui gejala kegiatan gunung api apakah akan menuju erupsi atau tidak. Data seismograf itu juga yang dipakai untuk mengeluarkan peringatan dini.
Karena masalah teknis seismograf itu dia mengakui PVMBG tidak bisa memberikan peringatan dini erupsi. “Ya tapi kan kita sudah tetapkan di level waspada artinya tidak normal, ada potensi untuk terjadi erupsi,” ujar Nia. Status level II atau waspada artinya berpotensi untuk erupsi dengan gejala-gejala vulkanik yang tidak jelas.
Pengumuman Gunung Kerinci meletus berdasarkan pengamatan. “Karena terjadi siang hari jadi bisa terlihat. Kalau malam hari secara visual tidak terlihat,” ujarnya.