Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Solo - Ratusan dosen aparatur sipil negara (ASN) Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta yang tergabung dalam Persatuan Dosen ISI Surakarta (Perdosis) menggelar aksi unjuk rasa di gedung rektorat, Senin, 3 Februari 2025. Mereka menyampaikan tuntutan kepada pemerintah pusat untuk segera mencairkan tunjangan kinerja (tukin) 2020-2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam aksi damai tersebut para dosen itu membawa sejumlah spanduk bertuliskan ‘Penuhi Hak Kami, Cairkan Tukin’; ‘Cairkan Tukin Dosen ASN Untuk Keadilan’; dan lainnya. Aksi diwarnai dengan orasi yang disampaikan oleh Rektor ISI Surakarta, I Nyoman Sukerna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah seorang dosen, Denny Rahman, juga mewakili rekan-rekannya menyampaikan pernyataan sikap. Dosen lainnya, YD Britto Wirajati membacakan puisi karyanya.
Aksi demo ditutup dengan menuliskan coretan kertas kosong dengan pilox, berupa protes menuntut pencairan tukin dosen ASN ISI Surakarta.
Sukerna mengatakan aksi damai yang dilakukan para dosen ASN menuntut keadilan terkait pencairan tukin yang seharusnya menjadi hak mereka. “Kami turut berpartisipasi untuk ikut menuntut keadilan di Indonesia agar hak kami berupa tukin 2020-2024 bisa segera dicairkan,” ujarnya.
Menurut Sukerna, sesuai Permendikbud Nomor 49 Tahun 2020 tentang perubahan kedua Permendikbud Nomor 14 Tahun 2016 tentang Ketentuan Teknis Pemberian Tukin Pegawai di Lingkungan Kemendikbud itu tidak dilaksanakan dengan baik dan adil. Kemudian muncul Surat Edaran Nomor 247/M.A/KU.01.02/2025 perihal Tunjangan Kinerja (Tukin) Dosen, tidak dibayar dengan alasan tidak ada usulan dari menteri sebelumnya.
“Kami tahu peradaban sebuah negara adalah pendidikan. Dosen adalah organ salah satu memajukan bangsa. Mari kita bersama-sama tuntun keadilan agar tukin 2020-2024 dibayarkan,” kata Sukerna.
Sukerna berharap tukin sebagai hak pegawai ASN bisa dibayarkan baik. Dengan itu, kesejahteraan dosen dan kualitas pendidikan meningkat. “Kami berharap aksi ini bisa direspon pimpinan pusat supaya kami bisa hidup sejahtera dan kualitas pendidikan meningkat,” kata dia.
Wakil Rektor I (Bidang Akademik) ISI Surakarta Bambang Sunarto mengatakan sebelum aksi damai digelar, sejumlah upaya dan langkah telah dilakukan untuk memperjuangkan pencairan tukin tersebut. Aksi hari ini, menurut dia, memang tak terelakkan lagi mengingat perasaan ketidakadilan yang telah dirasakan para dosen selama bertahun-tahun.
"Sejak tahun 2014, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) sudah diterbitkan, termasuk ketentuan mengenai kelas jabatan dan besaran tukin. Namun, hingga kini tidak ada tindak lanjut dari pemerintah terkait pencairannya," kata Bambang.
Bambang menyoroti ketimpangan yang terjadi dalam pencairan tukin. Dosen yang berada di bawah Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta kementerian lainnya telah menerima tunjangan tersebut. Sementara itu, dosen yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yang kini berada di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) sama sekali belum mendapatkannya. Di ISI Surakarta, ada sekitar 200 dosen ASN yang juga belum bisa mendapatkan tukin tersebut.
"Kami merasa benar-benar diabaikan. Seharusnya, mereka yang bertanggung jawab dalam eksekusi kebijakan ini segera menindaklanjuti peraturan yang sudah ada. Menteri memang memiliki tanggung jawab utama, tetapi ada orang-orang di bawahnya yang juga harus melaksanakan aturan ini. Jika keterlambatan ini terus terjadi, mereka seharusnya diberi sanksi," kata Bambang.
Isu lain yang disoroti dalam aksi ini adalah rencana pencairan tukin yang baru akan dilakukan pada 2025. Pemerintah melalui Kemendikbudristek mengusulkan anggaran sebesar Rp 2,5 triliun untuk membayar tukin dosen. Namun, jumlah tersebut hanya cukup untuk sekitar 30 ribu dosen dari total 80 ribu dosen ASN di seluruh Indonesia.
"Jika hanya sebagian dosen yang menerima, ketidakadilan baru akan muncul. Seharusnya, pemerintah memastikan bahwa tukin dibayarkan kepada seluruh dosen ASN secara merata," ujar Bambang.
Selain itu, pemerintah telah menyatakan bahwa tukin dari tahun 2020 hingga 2024 tidak akan dibayarkan. Menanggapi hal ini, Bambang menilai bahwa jika memang kebijakan tersebut diterapkan, maka seharusnya tukin yang telah diterima oleh dosen di bawah kementerian lain juga ditarik kembali ke kas negara agar adil.
Ia memahami bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar dalam mengalokasikan anggaran. Namun, ia mengusulkan agar pemerintah mencicil pembayaran tukin setiap tahun dan menyelesaikannya dalam masa pemerintahan Prabowo. "Jika tidak diselesaikan, ketidakadilan ini akan terus berlangsung," ujarnya.
Bambang memperingatkan bahwa jika persoalan ini terus berlarut-larut, etos kerja dosen ASN akan terpengaruh. "Bagaimana pun, jika situasi tidak kondusif, dosen tidak akan bisa bekerja dengan optimal. Pada akhirnya, yang menjadi korban adalah mahasiswa," kata dia.
Menurut Bambang, para dosen sudah menempuh berbagai jalur untuk menyuarakan aspirasi mereka, termasuk melalui komunikasi formal dengan kementerian terkait. Namun, hingga kini belum ada solusi yang jelas.
Hinga saat ini, Bambang menyebutkan bahwa upaya perjuangan masih terus dilakukan di tingkat kementerian. Namun, keputusan akhir tidak hanya bergantung pada Kemendikbudristek, tetapi juga pada Kementerian Keuangan, Kemenpan RB, dan Sekretariat Negara. "Yang kami dorong adalah agar lintas kementerian ini bisa konsisten dalam menyelesaikan masalah tukin dosen. Jika tidak, ketidakadilan akan terus berlangsung dan semakin merugikan tenaga pendidik di Indonesia," kata dia.
Mengenai tukin dosen, Kemendiktisaintek telah menyatakan akan membayarkan tukin bagi dosen ASN pada tahun anggaran 2025 dan mereka yang di tempatkan di Satuan kerja dan PTN-BLU. Rencana pembayaran tunjangan kinerja itu diteken Kemendiktisaintek melalui Surat Edaran Nomor 247/M.A/KU.01.01/2025 perihal Tunjangan Kinerja Dosen. Masalahnya, pembayaran hanya akan dilakukan untuk 2025 saja, tidak dengan periode sebelumnya, yaitu 2020-2024.
Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar Mangihut Simatupang mengatakan keputusan untuk tidak menganggarkan pembayaran tunjangan kinerja pada tahun sebelumnya dilakukan karena kementerian sebelumnya yang membidangi pendidikan tinggi tidak mengajukan anggaran melalui birokrasi yang semestinya. “Itu sudah tutup buku dan kebutuhan parsial karena ketidaksempatan dari kementerian yang lalu,” kata Togar.
Pilihan Editor: Sekolah Gagal Finalisasi PDSS, Ratusan Siswa SMKN 2 Solo Terancam Tak Bisa Daftar SNBP untuk Masuk PTN