HUJAN mulai turun di beberapa daerah dan bau tanah basah
membuat banyak wajah menjadi lega. Musim kemarau panjang
tampaknya akan segera berakhir. Walau tak sekering 1972 dan
panen padi tahun ini diharapkan mencapai rekor tertinggi di atas
23 juta ton, kemarau tahun ini cukup menyengat. Bencana rutin --
'kelaparan' -- agaknya masih menyinggahi beberapa daerah.
Secara rutin pula, istilah 'kelaparan' tak muncul lagi. Yang
digunakan adalah sebutan yang lebih halus dan berasal dari
Proyek Perbaikan Gizi Bulog. Yang hanya mampu makan sehari
sekali, dengan makanan pokok tanpa campuran bahan makanan lain,
disebut kemungkinan kurang makan (KKM). Sedang ang belum tentu
makan sehari sekali hingga badan kurus tapi belum membengkak,
disebut kurang makan (KM).
Yang paling menghantui adalah hoger oedeem alias HO, istilah
buat mereka yang jarang makan, badan membengkak, kondisi badan
lemah hingga penderita terpaksa terbaring. Sejauh ini, menurut
sumber resmi, belum ada laporan daerah yang diserang 110.
Tak semua pejabat gembira dengan istilah KKM atau KM. Kepala
Bagian Kesejahteraan Rakyat Pemda Boyolali, Jawa Tengah, Sugito,
misalnya, lebih suka memakai istilah "keluarga sekeng (miskin
sekali)" (KS). Selama musim kering tahun ini, ia mencatat ada
2.026 kepala keluarga di Boyolali yang tergolong KS .
Sejak 1977 kerawanan pangan terasa di Boyolali. Dari 19
kecamatan dengan penduduk sekitar 800 ribu, ada 9 kecamatan yang
rawan pangan tahun ini. Sampai akhir bulan lalu tercatat ada 853
kasus KKM ùlan 57 KM. "Itu memang laporan dari mLra lurah, tapi
belum dicek hingga belum dapat dipastikan kebenarannya,"
demikian Sugito.
Para penderita itu kebanyakan butuh tani yang tak punya lahan.
Seperti Sapirin, 41 tahun, dan keluarganya digolongkan KM. Empat
bulan kemarau panjang membuat keluarga dengan 5 anak ini porak
poranda. Sapirin dari Desa Malangan, Kelurahan Kunti, Kecamatan
Andong, Boyolali, yang biasanya bekerja sebagai buruh tanam atau
memanen jagung. Kini dia kehilangan pekerjaan. Istrinya yang
biasa mencari dan menjual rumput atau daun jati telah 3 bulan
menganggur karena rumput mengering dan pohon jati meranggas.
TOH waktu ditemui dua pekan lalu, Sapirin yang kurus kering dan
wajahnya menua, masih bisa tersenyum. "Saya sekarang telah
sembuh ujarnya lemah. Ini berkat bantuan tetangganya, para
pemilik ladang, yang menyumbang 10 ikat jagung. Dari kelurahan
ia juga menerima bantuan 12 kg beras.
Keberapa desa di kabupaten lain yang termasuk bekas Karesidenan
Surakarta seperti Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri dan Sragen
juga bernasib sama. Rawan pangan juga terjadi di Kabupaten Demak
dan Kudus. Di Kabupaten Banyumas, diperkirskan 2.000 orang di 25
desa segera memerlukan bantuan pangan.
Letusan Gunung Galunggung yang mengakibatkan puluhan ribu
pengungsi juga membuat 3 kecamatan di Kabupaten Garut,
Karangpawitan, Wanaraja dan Sukawening dengan jumlah penduduk
sekitar 90 ribu, rawan pangan Debu Galunggung menutup lahan
pertanian, membuat para petani dan buruh kehilangan nafkah.
"Sebelum Galunggung meletus, kami biasa bertanak dua setengah
kilogram beras sehari. Kini setengah kilo saja sudah mewah,"
ujar Usin, 55 tahun, penduduk Kampung Timbanghayu, pemilik 0,7
ha kebun jeruk dan palawija yang harus menghidupi 8 anak dan 2
cucu.
Untuk mengatasi kerawanan ini, Pemda Garut membuka berbagai
proyek padat karya, antara lain membersihkan selokan dan jalan
dengan imbalan 300 gram beras per hari. Bulog membantu dengan
operasi pasar: menjual beras di bawah harga pasar. Lumbung
paceklik juga dihidupkan lagi oleh Pemda. "Pangan di Garut
sebenarnya cukup, cuma penduduk tidak mampu membeli karena sulit
mencari uang," ujar S. Budiman, Sekwilda Garu.
Menghidupkan kembali lumbung paceklik dan memperbanyak proyek
padat karya memang sesuai dengan petunjuh Presiden Soeharto
beberapa waktu lalu, untuk mengatasi musim kering yang panjang
dan kemungkinan rawan pangan.
Di Kabupaten Demak, pemda membuat proyek Jojoh Telo mengisi
tanah pada bagian yang retak dan merekah. Ini dilakukan di
sepanjang tanggul Sungai Serang dengan imbalan 2 kg beras buat
tiap orang per hari kerja. "Ada sekitr 800 kepala keluarga di
sini yang dikhawatirkan kena KKM," kata Chamadi, Kepala Bagian
Kesra Kabupaten Demak.
Masyarakat setempat umumnya menyambut gembira proyek itu, dengan
sedikit catatan. "Beras yang dibagi tergolong kualitas paling
jelek dan keras. Lagi pula tidak genap 2 kg," ucap Ngadimin dari
Desa Merak. "Yang bekerja sungguh-sungguh dan yang
setengah-setengah jatahnya sama," sambung Karto.
Bahaya kurang pangan juga merembes ke Lampung dan Sumatera
Selatan. Di Desa Rajabasa, Kecamatan Jepara, Kabupaten Lampung
Tengah, dari sekitar 10 ribu penduduk, 3 ribu di antaranya kini
harus mengganjal perut dengan gaplek, gadung atau umbi-umbian
lainnya.
Belasan desa di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Ogan
Komering Ulu (OKU) juga sama penderitaannya. Musim kering tidak
saja membinasakan tanaman pangan, banyak tanaman keras seperti
karet, lada, kopi yang layu. Malah adil kebun karet tua yang
terbakar.
Banyak yang khawatir musibah itu akan membuat runyam mata
pencaharian penduduk. Yang lebih memprihatinkan lagi: sejak
September penduduk yang telah membakar hutan dan menyiapkan
lahan (sistem perladangan berpindah) sia-sia menunggu datangnya
hujan, hingga rawan pangan kian menjadi-jadi.
Gadung kini juga menjadi makanan utama bagi separuh dari 14 ribu
penduduk Desa Kuripan, Kabupaten Lombok Tengah. Ini diakui
kepala desanya, Lalu Maywartha. "Lihatlah sendiri di beberapa
dusun di kaki bukit itu," ujarnya seraya menunjuk bukit-bukit
gundul di sekeliling desa itu. Di kabupaten ini ada 15 desa
yang cadangan pangannya menipis.
Yang paling konyol mungkin nasib 400 KK penduduk Desa Jatuhan
Golok, yang terjelit di perbatasan Kabupaten Labuhan Batu dan
Asahan, Sumatera Utara. Belakangan, tiap tahun desa terpencil
tersebut kekurangan pangan. Menumt Husaini, Ketua KKTI (Kesatuan
Kerukunan Tani Indonesia) setempat, "itu akibat merajalelanya
pengijon dan tidak adanya perhatian pemerintah daerah". Gaplek
kini telah berbulan-bulan menjadi menu utama penduduk desa bekas
'lumbung beras' ini.
Laporan kekurangan pangan di daerah itu kabarnya dianggap sepi
oleh pejabat setempat. "KKTI tak terdaftar sebagai organisasi
resmi di sini. Jadi sumber itu tak layak dipercaya," kata
Bupati Asahan Bahmid Muhamad. Resmi atau tidak, yang agaknya
pasti, droping ubi (singkong) ke jatuhan Golok kian bertambah
belakangan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini