Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Rekam Jejak Jenderal TNI Wiranto: Dampingi Presiden Soeharto hingga Prabowo

Presiden Prabowo melantik Jenderal TNI (Purn) Wiranto sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang keamanan dan politik.

24 Oktober 2024 | 11.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Politik, dan Keamanan RI, Wiranto dilarang masuk ke Amerika Serikat pada 15 Januari 2004. Kala itu, ia masih menjabat sebagai Jenderal TNI (Purn) dan calon presiden 2004. Wiranto dituduh terlibat kejahatan perang oleh pengadilan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Ia didakwa terlibat tindak kekerasan di Timor-Timur pada 1999. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto secara resmi melantik tujuh Penasihat Khusus Presiden pada Selasa, 22 Oktober 2024. Salah satunya adalah Jenderal TNI (Purn) Wiranto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wiranto dilantik sebagai Penasihat Khusus Presiden bersama enam tokoh lainnya, yaitu Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, Jenderal TNI (Purn) Prof Dudung Abudrachman, Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, Prof Purnomo Yusgiantoro, Muhadjir Effendy, dan Prof Terawan Agus Putranto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semua tokoh yang dilantik merupakan implementasi dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 137 Tahun 2024 tentang Penasihat Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden yang ditetapkan oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

Sebagaimana salinan Perpres yang diunduh di laman jdih.setneg.go.id, Selasa, 22 Oktober 2024, Perpres itu mengatur tentang keberadaan Penasihat Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden serta Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden. Baik Penasihat Khusus Presiden dan Utusan Khusus Presiden dibentuk untuk memperlancar tugas Presiden.

Adapun Wiranto dilantik sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang politik dan keamanan. Berikut rekam jejaknya.

Rekam jejak sang Jenderal

Pria kelahiran Yogyakarta 4 April 1947 ini merupakan lulusan Akademi Militer (Akmil) 1968. Sebelum menempati pucuk pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), saat ini Tentara Nasional Indonesia (TNI), Wiranto pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto periode 1989-1993.

Setelah menjadi ajudan Presiden ke-2 RI Soeharto, karier militernya terbilang moncer. Tercatat Wiranto pernah menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Jaya pada 1993, Panglima Kodam Jaya 1994, Pangkostrad 1996 dan kemudian menjadi Kepala Staf Angkatan Darat pada 1997.

Selain sebagai Panglima ABRI, Wiranto juga menduduki jabatan Menteri Keamanan Pertahanan (Menhankam) pada Kabinet Pembangunan VII 1998.

Sebagai seorang tentara, Wiranto juga mendapatkan segudang pengalaman, apalagi ketika menjabat sebagai Panglima, keadaan Bangsa Indonesia mengalami krisis, dan kerusuhan terjadi di mana-mana.

Bahkan akibat pergolakan politik pada waktu itu, Presiden ke-2 Soeharto resmi mengundurkan diri dari pucuk pimpinan setelah menjabat lebih dari 32 tahun.

Memasuki era transisi dari Orde Baru ke reformasi, Wiranto juga masih menempati jabatan sebagai Menhankam pada Kabinet Reformasi Pembangunan Presiden Habibie.

Setelah pemerintahan Presiden Ke-3 berakhir, kemudian Wiranto masuk pada Kabinet Persatuan Nasional Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, ia ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) 1999-2000.

Karier politik

Setelah resmi pensiun dari dunia militer, Jendral TNI (Purn) Wiranto lantas tidak lantas menikmati masa pensiun. Dia memilih berkarier di dunia politik dan gabung Partai Golkar.

Saat berada di partai berlambang pohon beringin, pria yang sempat menduduki jabatan sebagai Ketua Umum Federasi Karatedo Indonesia (FORKI) mengikuti Konvensi Nasional untuk maju sebagai calon presiden.

Persaingan pada Konvensi Nasional Golkar cukup ketat, karena harus melawan nama-nama seperti Akbar Tandjung, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, dan Prabowo Subianto.

Wiranto bersaing ketat dengan Akbar Tandjung yang saat itu merupakan Ketua Umum DPP Partai Golkar, namun nasib memihak kepada pria yang hobinya menyanyi, dan olahraga.

Pada Konvensi Nasional tersebut, Wiranto akhirnya menang dan maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2004 dari Partai Golkar berpasangan dengan Salahuddin Wahid.

Pada pertarungan politik lima tahunan itu, Wiranto gagal menjadi pemenang, dan selang dua tahun setelah itu mendeklarasikan Partai Hati Nurani Rakyat atau Hanura pada 2006.

Wiranto tidak pantang menyerah setelah pada Pemilu 2004 gagal, kemudian maju sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2009 berpasangan dengan Jusuf Kalla. Ia kembali kalah oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.

Saat Pilpres 2014 yang kemudian dimenangi oleh pasangan Joko Widodo atau Jokowi dan Jusuf Kalla, Hanura, partai pimpinan Wiranto memberikan dukungan pada Jokowi.

Dua tahun berselang, Presiden ke-7 RI Jokowi memilih Jenderal (Purn) Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan menggantikan Luhut Binsar Pandjaitan dalam reshuffle Kabinet Kerja yang kedua.

Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi, Jendral Wiranto dipercaya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden hingga akhir masa jabatan pada 20 Oktober 2024.

Kini, sang Jenderal mengemban amanah baru dari Presiden Prabowo yang secara resmi telah melantik mantan atasannya sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus