Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Rencana Jokowi Kurangi Energi Fosil, Sorotan Kritis Walhi Sumsel

Walhi Sumatera Selatan menyorot program Jokowi mengurangi penggunaan energi fosil secara besar-besaran.

18 Februari 2019 | 15.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Calon Presiden nomor urut 01, Jokowi, menjawab pertanyaan saat debat kedua Calon Presiden 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Ahad, 17 Februari 2019. Debat sesi kedua mengangkat tema energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan Insfrastruktur. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Pelambang - Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan, Hairul Sobri menyorot program Calon Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo atau Jokowi yang mengatakan salah satu programnya adalah mengurangi penggunaan energi fosil secara besar-besaran. Jokowi menegaskan, pemerintah akan mendorong penggunaan biodiesel dan biofuel yang ramah lingkungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fakta yang ditemukan Walhi Sumsel menunjukkan ternyata di era pemerintahan sekarang justru terlihat upaya mendorong penggunaan energi fosil. Hal itu terlihat dengan menjamurnya pembangunan PLTU Mulut Tambang baru di Sumsel. Bahkan program ini masuk dalam strategi pembangunan nasional. “Setidaknya ada 12 PLTU di Sumsel, dan 6 PLTU lainnya sedang dibangun,” kata Sobri di Palembang, Senin, 18/02.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PLTU Mulut Tambang itu, yakni PLTU Keramasan di Palembang, PLTU Bayung Lencir di Musi Banyuasin, PLTU Simpang Belimbing di Muara Enim, PLTU Baturaja di OKU. Lalu ada empat PLTU di Kabupaten Lahat, yaitu PLTU Banjarsari, PLTU keban Agung, PLTU Tanjung Enim dan PLTU terbesar di Indonesia PLTU SUMSEL 8. “Hal ini menunjukkan pemerintah tidak menunjukkan kemauan untuk lepas dari ketergantungan energi fosil, terutama batubara,” kata Sobri.

Dengan gencarnya pembangunan PLTU Mulut Tambang, kata Sobri, maka akan membuka peluang pengeluaran izin tambang baru di sekitar PLTU Mulut Tambang. Ini, kata dia, sama saja mendukung perusahaan tambang untuk terus memproduksi sumber energi fosil, yakni batubara.

Apalagi Provinsi Sumsel adalah daerah penyimpan cadangan terbesar batubara di Pulau Sumatera. Data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sumsel, menunjukkan ada cadangan 8,9 miliar ton batubara di kawasan ini.

Walhi Sumsel menganlisa pembangunan PLTU Mulut Tambang saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan daya dukungan lingkungan hidup yang ada.  Dia mencontohkan  PLTU Mulut Tambang Keban Agung yang terletak di Desa Kebur dan Desa Muara Maung. Menurut Sobri, dampak dari adanya PLTU Mulut Tambang ini menyebabkan warga Desa Muara Maung mengalami penyakit ispa, diare, dan penyakit kulit. “Aktifitas PLTU juga mengancam keanekaragaman hayati, baik yang di sungai maupun di hutan,” kata dia.

Pengamat lingkungan hidup dari Universitas Sriwijaya, Julian Junaedi mengatakan di Sumsel penggunaan energi fosil memang sangat masif. Bahkan eksploitasi energi fosil terus saja digenjot dari tahun ke tahun. Namun dengan adanya komitmen calon petahana Jokowi untuk mengurangi penggunakan energi fosil secara besar-besaran, hal itu merupakan kemajuan. “Pemerintah nanti cukup memberhentikan pembangunan infrastruktur PLTU di Sumsel dan daerah lainnya,” kata dia.

Mengenai rencana pemerintah menggunakan biodiesel dan biofuel dengan memanfaatkan minyak kelapa sawit, Julian Junaidi mengangapp hal itu menimbulkan dilema. “Di hilir memang bersih, tapi dari hulu sangat kotor,” kata dia

AHMAD SUPARDI (Palembang)

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus