Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGADILAN Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding Joko Soegiarto Tjandra dalam kasus suap pengurusan red notice dan fatwa Mahkamah Agung. Majelis hakim mengkorting hukuman Joko menjadi tiga setengah tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan. Putusan tersebut diketuk hakim pada Rabu, 21 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat dari lima hakim Pengadilan Tinggi yang memotong vonis Joko sebelumnya juga memangkas hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari. Mereka adalah Muhamad Yusuf, Haryono, Singgih Budi Prakoso, dan Reny Halida Ilham Malik. Komisi Yudisial menyatakan akan mengkaji putusan banding Joko. “Kami akan melakukan anotasi karena ini terkait dengan kepercayaan masyarakat terhadap kehormatan hakim dan integritas pengadilan,” ujar juru bicara Komisi Yudisial, Miko Ginting, pada Rabu, 28 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sebelumnya menghukum Joko dengan pidana penjara selama empat setengah tahun. Dia terbukti menyuap jaksa Pinangki sebesar US$ 500 ribu untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung. Joko juga memberikan besel kepada Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Prasetyo Utomo agar membantu menghapus namanya dari daftar pencarian orang dalam sistem imigrasi.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mempertanyakan alasan hakim memberikan keringanan hukum kepada Joko. Dalam amar putusannya, hakim mengatakan hal-hal yang meringankan Joko, antara lain, karena ia sudah menjalani hukuman atas kasus hak tagih Bank Bali. Padahal Joko kabur sebelum menjalani hukuman penjara dua tahun. Selama menjadi buron, Joko juga menyuap jaksa dan perwira tinggi Kepolisian RI agar bisa lepas dari hukumannya. “Pertimbangan semacam itu tidak dapat dibenarkan,” kata Kurnia.
Prajurit TNI Aniaya Warga Merauke
Tangkapan layar rilis dua tersangka anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara yang melakukan kekerasan terhadap warga Merauke. Dokumentasi Humas Lanud Yohanes Abraham Dimara Merauke/Youtube Tribunnews TV
TENTARA Nasional Indonesia Angkatan Udara menetapkan sersan dua berinisial A dan prajurit dua berinisial V sebagai tersangka kekerasan terhadap seorang warga Merauke, Papua. Keduanya ditahan sementara selama 20 hari. “Ditahan untuk proses penyidikan selanjutnya,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama Indan Gilang Buldansyah pada Rabu, 28 Juli lalu.
Kekerasan itu terekam dalam rekaman video yang beredar di media sosial. Korban sedang berseteru dengan pria lain, lalu dua pelaku datang dan memiting tangan serta menginjak kepala korban. Pegiat hak asasi manusia di Papua, Theo Hasegem, menyebutkan korban adalah penyandang disabilitas.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo mencopot Komandan serta Komandan Satuan Polisi Militer Pangkalan Udara Johannes Abraham Dimara, Merauke. Menurut Fadjar, pencopotan itu bentuk pertanggungjawaban atas insiden kekerasan yang melibatkan dua anggota Pangkalan Udara Merauke.
Baca: Manuver Para Jenderal Berebut Kursi Panglima TNI
Juliari Batubara Dituntut 11 Tahun
Terdakwa mantan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara, setelah mengikuti sidang pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, 28 Juli 2021. TEMPO/Imam Sukamto
JAKSA Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut bekas Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara, dengan hukuman sebelas tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider kurungan selama enam bulan dalam skandal korupsi bantuan sosial Covid-19. “Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah,” kata jaksa Ihsan Fernandi pada Rabu, 28 Juli lalu.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 14,5 miliar. Selain itu, hak politiknya dicabut selama empat tahun setelah menjalani hukuman. Juliari menyatakan akan mengajukan pembelaan terhadap tuntutan jaksa tersebut.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, Boyamin Saiman, menilai tuntutan jaksa masih terlalu ringan. Menurut dia, pasal yang didakwakan kepada Juliari memiliki ancaman hukuman maksimal seumur hidup. Boyamin berharap hakim menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Juliari.
Baca: Tsunami dari Juliari
Hotel Isolasi untuk Anggota DPR
Ilustrasi hotel isolasi mandiri Covid-19 di Bandung, 28 Juni 2021. ANTARA/Novrian Arbi
SEKRETARIAT Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat menyediakan fasilitas hotel bagi anggota Dewan yang positif Covid-19 dan menjalani isolasi mandiri. Kebijakan itu tertuang dalam surat bertarikh 26 Juli 2021 yang diteken Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar. “Demi keamanan bersama,” ujar Indra pada Selasa, 27 Juli lalu.
Indra menyebutkan isolasi mandiri di hotel hanya berlaku bagi anggota, staf, dan aparatur sipil negara yang bekerja di lingkungan DPR. Fasilitas tersebut tak berlaku bagi anggota keluarga Dewan. Direktur Komite Pemantau Legislatif Indonesia Anwar Razak meminta kebijakan fasilitas isolasi di hotel dibatalkan karena memiliki akuntabilitas yang rendah.
Sejumlah fraksi di DPR pun menyatakan menolak kebijakan tersebut. Ketua DPR Puan Maharani meminta rencana itu dikaji ulang.
Baca: Manuver Kubu Puan Menekan Ganjar
Marak Kekerasan Aparat Saat Pandemi
RISET Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat setidaknya ada 17 peristiwa kekerasan yang melibatkan aparat hukum sejak April 2020 hingga Januari 2021 atau dalam masa pandemi Covid-19. “Peristiwanya beragam, dari penganiayaan, penangkapan sewenang-wenang, penembakan dengan water cannon, intimidasi, hingga pembubaran paksa,” ujar peneliti Kontras, Rozy Brilian, pada Selasa, 27 Juli lalu.
Yang terbaru, polisi menangkap dua aktivis Blok Politik Pelajar di Cirebon, Jawa Barat, pada Senin, 26 Juli lalu. Organisasi tersebut dituding terlibat dalam seruan demonstrasi bertajuk “Jokowi End Game” di media sosial. Melalui pernyataan tertulis, pengurus Blok Politik membantah jika disebut telah menggalang unjuk rasa.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo