Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMERINTAH mengubah asesmen pandemi dengan menghapus data kematian Covid-19 dari indikator evaluasi kebijakan. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan pendataan kematian bermasalah karena tidak mencerminkan kasus harian secara akurat. “Indikator kematian membuat distorsi dan kami sedang bekerja untuk harmonisasi data,” kata Luhut pada Senin, 9 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, menjelaskan bahwa pemerintah tak bermaksud menghilangkan data kematian, tapi tak memakai indikator tersebut untuk sementara. Menurut dia, pemerintah membentuk tim khusus untuk memperbaiki karut-marut data Covid-19. Indikator kematian akan dimasukkan kembali ke sistem penilaian pandemi setelah datanya dibenahi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Dusta Angka Corona
Kementerian Kesehatan mengakui masih ada keterlambatan pelaporan, baik kasus konfirmasi positif maupun kematian akibat Covid-19. Tren tersebut muncul ketika terjadi lonjakan kasus akibat virus corona varian delta pada Juni lalu. “Sekitar 50 ribu kasus belum di-update status akhirnya,” ujar juru bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi.
Siti mengungkapkan, Kementerian kini menerapkan pelaporan data langsung dari laboratorium ke pemerintah pusat melalui sistem New All Record. Perubahan ini membuat data langsung terkirim ke Kementerian tanpa melalui proses verifikasi berjenjang di daerah. Ia berharap sistem baru ini membuat data kematian dan kasus lebih transparan serta akurat.
Keputusan pemerintah mengeluarkan angka kematian dari asesmen pandemi menuai kritik dari berbagai kalangan. Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengatakan menghapus data kematian adalah kebijakan yang berbahaya. Sebab, kasus kematian merupakan salah satu variabel kunci untuk mengukur tingkat keparahan wabah Covid-19. “Hilangnya data ini dapat membuat kita makin gelap dalam pengendalian pandemi,” ucap Dicky.
Bupati Bintan Tersangka Kuota Rokok
Bupati Bintan, Apri Sujadi, resmi memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksan, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 12 Agustus 2021. TEMPO/Imam Sukamto
KOMISI Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Bintan, Kepulauan Riau, Apri Sujadi, sebagai tersangka suap penetapan kuota rokok dan minuman keras di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Kabupaten Bintan (BP Bintan) periode 2016-2018. “Tersangka diduga menerima Rp 6,3 miliar dan merugikan negara Rp 250 miliar,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada Kamis, 12 Agustus lalu.
Komisi antirasuah juga menetapkan pelaksana tugas Kepala BP Bintan, Mohammad Saleh Umar, sebagai tersangka. Apri dan Saleh ditengarai bekerja sama untuk mengatur jatah kuota rokok dan minuman keras. KPK menjerat keduanya dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman paling lama 20 tahun penjara.
Polemik Aturan Baru Perjalanan Dinas KPK
Pegawai KPK meninggalkan kantor saat jam pulang kerja, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Oktober 2020. TEMPO/Imam Sukamto
KOMISI Pemberantasan Korupsi menerbitkan Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi. Regulasi itu mengatur bahwa perjalanan dinas pegawai KPK ketika mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara.
Mantan komisioner KPK, Bambang Widjojanto, menilai aturan itu membuka peluang tindakan koruptif. "Dapat menabrak dan mengabaikan prinsip penting dari nilai integritas dari kode etik dan perilaku pegawai KPK," tuturnya, Senin. 9 Agustus lalu.
Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa mengatakan menerima biaya perjalanan dinas bukan praktik korupsi. Menurut dia, aturan itu hanya berlaku dalam lingkup tugas kementerian dan tak berlaku pada swasta. “Hal tersebut merupakan praktik yang berlaku secara sah di semua kementerian dan lembaga,” ucap Cahya.
Vaksin Ketiga di Toraja Utara
PARA pejabat yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, menerima suntikan vaksin Covid-19 dosis ketiga atau booster. Wakil Bupati Toraja Utara Frederik Victor Palimbong dan Kepala Kepolisian Resor Toraja Utara Ajun Komisaris Besar Yudha Wirajati Kusuma menerima injeksi vaksin Moderna dalam program vaksinasi untuk tenaga kesehatan pada Selasa, 10 Agustus lalu.
Frederik mengatakan ada vaksin berlebih sehingga diberikan kepada pemimpin daerah yang merupakan bagian dari tim Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Toraja Utara. “Kami juga menghadapi risiko yang tinggi seperti halnya tenaga kesehatan,” katanya.
Juru bicara program vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, meminta semua pihak tak memanfaatkan vaksin merek apa pun untuk booster. Dia menyebutkan banyak orang belum mendapat vaksin.
Diplomat Nigeria Dianiaya
PETUGAS imigrasi diduga menganiaya diplomat Nigeria pada Sabtu, 7 Agustus lalu. Peristiwa itu bermula dari informasi mengenai warga negara asing yang izin tinggalnya diduga telah habis. “Warga asal Nigeria itu memukul petugas kami,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI Jakarta Ibnu Chuldu pada Rabu, 11 Agustus lalu.
Para pihak sepakat untuk berdamai. Namun Kementerian Luar Negeri Nigeria memutuskan untuk menarik duta besarnya di Jakarta. Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, menyesalkan kejadian itu. Ia berharap insiden antara diplomat Nigeria dan petugas imigrasi tak mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo