Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Represi tanpa Henti di Papua

Rangkuman berita sepekan. Dari represi di Papua dan teror terhadap diskusi hingga tuntutan ringan penyerang Novel Baswedan.

13 Juni 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Masyarakat Papua memakai pakaian adat dan menari dalam acara 'Yospan Papua' saat di kawasan Bundaran HI, Jakarta, September 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Penyerang Novel dituntut hanya satu tahun penjara.

  • Bekas Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia ditahan KPK.

  • Kepolisian paling banyak dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

SEJUMLAH organisasi pegiat hak asasi manusia mengecam tuntutan jaksa penuntut umum terhadap tujuh penduduk Papua. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai tuntutan itu merupakan bentuk kriminalisasi terhadap hak-hak sipil dan politik warga negara. “Mereka hanya menyuarakan pendapat politik secara damai," ujarnya pada Selasa, 9 Juni lalu.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, pada awal Juni lalu, tujuh pemuda Papua dituntut 5-17 tahun penjara. Jaksa menuding mereka melakukan makar saat berunjuk rasa pada Agustus tahun lalu. Demonstrasi itu merupakan reaksi atas tindakan rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya.

Mereka yang dituntut antara lain Wakil Ketua Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua Buchtar Tabuni, yang dituntut 17 tahun; Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat Agus Kossay (15 tahun); dan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Cenderawasih, Papua, Ferry Kombo (10 tahun). Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia, ada 44 tahanan yang juga dikenai tuduhan makar dalam protes yang berakhir damai.

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Beka Ulung Hapsara, menilai tuntutan itu menunjukkan negara tak serius menangani persoalan rasialisme, diskriminasi, dan teror yang kerap dihadapi penduduk Papua. Adapun pengacara kasus HAM asal Papua, Gustaf Kawer, menilai persidangan terhadap ketujuh terdakwa dipenuhi kejanggalan. “Proses hukum ini banyak janggal,” katanya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono membantah tuduhan kriminalisasi terhadap tujuh pemuda Papua tersebut. Menurut dia, jaksa memiliki cukup bukti untuk menjerat mereka dengan tuduhan makar. “Ada norma dan aturan yang dilanggar. Jadi persidangan ini murni urusan pidana,” ucapnya.


Teror di Sana-
sini

PERSIDANGAN terhadap tujuh pemuda Papua memantik forum diskusi di berbagai tempat. Namun diskusi itu justru mengundang reaksi berupa teror terhadap sejumlah aktivis.

1. Aliansi Mahasiswa Papua
Aliansi Mahasiswa Papua menggelar diskusi tentang Papua pada Mei lalu. Moderator diskusi dan tiga pembicara diteror dengan nomor telepon tak dikenal puluhan kali sehingga mereka harus log off dari diskusi virtual tersebut.

2. Front Rakyat Indonesia untuk West Papua
Teror serupa terjadi saat diskusi via aplikasi Zoom digelar oleh Front Rakyat Indonesia untuk West Papua. Teror dialami salah satu pembicara, Mikael Kudiyai.

3. Amnesty International
Pada 4 Juni lalu, tiga pembicara dalam diskusi virtual tentang laporan terbaru Amnesty International untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa berjudul “Civil and Political Rights’ Violations in Papua and West Papua” mendapat telepon dari nomor luar negeri.

4. Mahasiswa Universitas Lampung
Dua mahasiswa Universitas Lampung mengalami teror setelah mengadakan diskusi bertema diskriminasi rasial terhadap Papua pada Kamis, 11 Juni lalu. Tak hanya mendapat ancaman, nomor WhatsApp dan akun ojek online mereka pun diretas.

SUMBER: AMNESTY INTERNATIONAL INDONESIA, TEMPO.CO

 


 

Polisi Paling Banyak Dilaporkan 

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia mencatat kepolisian sebagai institusi yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat sepanjang 2019. Anggota Komnas HAM, Amiruddin al-Rahab, mengatakan sebagian besar dari 744 aduan masyarakat mempersoalkan proses hukum yang tidak sesuai dengan prosedur dan kelambanan penanganan kasus.

Ia mencontohkan, sejumlah pengadu bercerita tentang penangkapan tanpa disertai surat penangkapan dan terjadinya kekerasan dalam proses penangkapan. “Ada orang ditangkap sebelum dikasih surat penangkapan. Ada yang ditangkap, dibawa ke kantor polisi, kena gebuk,” tutur Amiruddin pada Selasa, 9 Juni lalu.
 
Pihak teradu lain adalah korporasi sebanyak 483 aduan dan pemerintah daerah dengan 315 aduan. Kepala Divisi Humas Kepolisian RI Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan polisi selalu berusaha mematuhi prosedur dalam penegakan hukum. “Penyidikan sudah dilakukan secara professional dan proporsional,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 


 

Suasana sidang tuntutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 11 Juni 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat

Penyerang Novel Dituntut 1 Tahun

TERDAKWA kasus penyerangan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dituntut hukuman 1 tahun penjara. Penuntut umum Kejaksaan Agung, Fedrik Adhar, mengatakan Rahmat dan Kadir terbukti bersalah menyiram Novel dengan air keras pada 11 April 2017.

“Keduanya melakukan tindak pidana bersama-sama perbuatan penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka berat,” ujar Fedrik di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis, 11 Juni lalu. Namun jaksa menyatakan keduanya tidak terbukti merencanakan penyerangan tersebut.

Novel Baswedan, yang dua matanya rusak akibat penyiraman tersebut, mengaku kecewa atas tuntutan terhadap para penyerangnya. Ia menilai tuntutan tersebut menunjukkan kerusakan hukum di Indonesia. “Bagaimana masyarakat bisa menggapai keadilan?” tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 


 

KPK Tahan Bekas Direktur Utama PT DI

KOMISI Pemberantasan Korupsi menahan bekas Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, Budi Santoso, dan eks Direktur Niaga PT DI, Irzal Rinaldi Zailani. Keduanya diduga terlibat korupsi pengadaan pesawat sepanjang 2007-2017. “Kami menemukan indikasi pengadaan dan pemasaran secara fiktif,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri, Jumat, 12 Juni lalu.

Menurut Firli, Budi dan Irzal menggandeng enam perusahaan mitra untuk memasarkan produk PT DI ke sejumlah instansi pemerintah. Namun enam perusahaan itu tidak mengerjakan apa pun. Proyek fiktif tersebut diduga merugikan negara hingga Rp 330 miliar. KPK telah menyita aset properti para tersangka senilai Rp 18 miliar.

Pengacara Budi, Arif Sulaiman, mengatakan kliennya tak mengetahui akal-akalan enam perusahaan untuk menilap duit proyek. Arif mempertanyakan dasar penetapan Budi sebagai tersangka. “Selama ini tidak pernah ada konfirmasi pembuktian kepada beliau,” ucapnya.

 




Terdakwa Wali Kota Medan, Tengku Dzulmi Eldin, mengikuti sidang secara daring di Pegadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, dari gedung KPK Jakarta, 11 Juni 2020. TEMPO/Imam Sukamto

Bekas Wali Kota Medan Divonis 6 Tahun

PENGADILAN Tindak Pidana Korupsi Medan menghukum bekas Wali Kota Medan, Tengku Dzulmi Eldin, 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. “Terdakwa Dzulmi Eldin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” kata ketua majelis hakim, Abdul Aziz, saat membacakan amar putusan, Kamis, 11 Juni lalu.

Hakim juga mencabut hak politik Eldin untuk dipilih sebagai pejabat publik selama empat tahun. Menurut hakim, Eldin terbukti bersalah menerima hadiah atau janji dari sejumlah pejabat eselon II di Kota Medan dengan nilai mencapai Rp 2,155 miliar.

Kuasa hukum Eldin, Junaidi Matondang, menganggap hakim hanya menyalin dan menempel tuntutan jaksa. “Putusan hakim sangatlah keliru,” ujarnya. Junaidi dan kliennya masih berpikir-pikir untuk mengajukan banding. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus