KALAU anda berkunjung ke Banten, ada satu hal yang menarik
buat ditonton. Bukan kraton Kasultanan Banten yang tinggal
reruntuhannya, melainkan danau buatan yang disebut Tasik Ardi.
Hanya berjarak 7 kilometer dari Serang, hanya membutuhkan waktu
20 menit pakai kendaraan bermotor. Jalannya pun sudah cukup
baik. Kalau mau jalan kaki, kira-kira makan 1 jam saja. Terletak
di tengah persawahan dengan luas 5 hektar, Tasik Ardi berbentuk
bujur-sangkar -- dibuat pada zaman pemerintahan Sultan Abul
Mufakhir alias Sultan Kanari (1598-1650).
Semula, oleh Sultan Kanari danau buatan itu dimaksud sebagai
waduk untuk mengairi sawah-ladang. Kecuali itu juga untuk
memenuhi kebutuhan kraton akan air. Sampai sekarang, bekas-bekas
pipa saluran yang bergaris tengah 2 meter masih tampak
berserakan di sana-sini. Cukup kuat, sebab dibuat dari semen,
adukan pasir & kapur serta kawat-kawat. Itulah sebabnya,
sekalipun sawah-sawah Kasultanan Banten dulu kala cuma ditanami
setahun sekali, sejak adanya Tasik Ardi lantas bisa ditanauni 2
kali setahun.
Melihat manfaat waduk untuk kemakmuran rakyat ini, Sultan Kanari
tidak kerja setengah-setengah. Kedalamannya saja 5 meter,
dasarnya yang seluas 5 hektar itu pun dialas dengan batu marmer
merah. Kecuali cukup kuat dari atas tampak pemandangan yang
indah, apalagi airnya memang selalu jernih. Tebing-tebingnya pun
ditembok cukup kuat. Dulu niscaya ada petugas khusus dari kraton
yang kerjanya menjaga kebersihan dasar dan tembok Tasik Ardi
hingga airnya tetap jernih. Adapun di tengahnya, terdapat satu
pulau kecil bergaris tengah 25 meter, bentuknya bulat. Di sana
terdapat rumah kecil mungil dari tembok yang kuat tapi indah.
Seperti dalam dongeng-dongeng saja laiknya. Dan tentulah dulu
ada pula petugas khusus yang menjaga keDrsihan dan keutuhannya.
Tapi rumah mungil itu ternyata bukan semacam pesanggrahan atau
rumah bagi para petugas Tasik Ardi. Melainkan semacam penjara.
Dulu, demikian kata sahibul-hikayat, kalau saja ada puteri
bangsawan yang berani main perlip-perlipan dengan lelaki yang
bukan muhrimnya atau tidak taat menjalankan ibadah agama
(Islam), dibuanglah ia ke pulau itu, berdiam di sana dan dijaga
ketat. Di tempat sunyi itu, ternyata tak ada serang puteri pun
yang tinggal lebih dari sebulan. Bahkan ada yang cuma tahan
seminggu. Cuma sayang, tak ada seorang ksatria yang tercatat
berani membebaskan puteri itu, "demi cinta sehidup semati"
misalnya. Dan yang empunya cerita pun tak pernah menambahkan
mengapa hanya kaum Hawa saja yang dihukum buang dengan cara
begitu. Yang jelas, sampai Kesultanan Banten runtuh pada tahun
1813 (didirikan tahun 1552 oleh Maulana Hasanuddin), Tasik Ardi
masih kukuh, sekalipun kian lama kian tak terpelihara.
Sampai kini baik danau maupun bangunan rumah mungil itu masih
bertahan terhadap waktu. Cuma karena sama sekali tidak
terpelihara, tumbuhlah di sana tanaman yang disebut enceng
gondok, mengambang menguasai hampir seluruh wilayah danau.
Sekarang, tampaknya Diparda kabupaten Serang mulai
memanfaatkannya sebagai tujuan wisata. Maka enceng gondok pun
dibersihkanlah. Pekerjaan ini tentu saja agak mudah, sebab Tasik
Ardi di alas dan dilapis berkeliling dengan batu marmer dan
tembok. Dibenahi sejak Januari, seluruhnya selesai bulan Juni
1975 yang lalu. Untuk tempat bersantai memang nyaman. Rerumputan
yang subur bisa dijadikan alas duduk yang empuk dan bersih.
Apalagi tak sedikit pula pepohonan rindang tumbuh di sana.
Diparda setempat pun sekarang sudah memasang bangku-bangku duduk
yang muat 5 orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini