Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

RUU KUHAP Dinilai Perlu Memperjelas Kewenangan Penyidik Kejaksaan

Pakar hukum mengingatkan bahwa RUU KUHAP harus mempertimbangkan peran aktif Kejaksaan Agung dalam proses penyidikan. Ini alasannya

27 Maret 2025 | 06.32 WIB

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman (tengah) memberikan keterangan pers setelah rapat dengar pendapat umum Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar untuk mendengarkan masukan pada RUU KUHAP di d Gedung DPR RI, Jakarta, 24 Maret 2025. Antara/Melalusa Susthira K
Perbesar
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman (tengah) memberikan keterangan pers setelah rapat dengar pendapat umum Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar untuk mendengarkan masukan pada RUU KUHAP di d Gedung DPR RI, Jakarta, 24 Maret 2025. Antara/Melalusa Susthira K

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana Universitas Nasional, Ismail Rumadan, menyoroti pentingnya memperkuat peran penyidik Kejaksaan Agung dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana disingkat RUU KUHAP.

Menurutnya, peran kejaksaan dalam penyidikan, khususnya dalam tindak pidana korupsi (tipikor), telah terbukti produktif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Penyidik Kejaksaan dalam tindak pidana korupsi sangat produktif. Rumusan KUHAP hendaknya memperbaiki kelemahan dalam penyidikan tipikor," ujar Ismail dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, 22 Maret 2025, dilansir dari Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Pernyataan tersebut disampaikan untuk menanggapi Pasal 6 dalam draf RUU KUHAP yang mengatur jaksa sebagai penyidik tertentu. Dalam draf yang dibagikan Komisi III DPR RI pada Kamis, 20 Maret 2025, Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa penyidik terdiri atas penyidik Polri, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan penyidik tertentu. Penjelasan lebih lanjut dalam draf menyebutkan bahwa penyidik tertentu mencakup Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Ismail juga menyoroti adanya draf yang sempat beredar, yang membatasi kewenangan penyidik Kejaksaan hanya pada perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Ia menilai bahwa pembahasan RUU KUHAP harus dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi publik.

"Saya kira prosesnya perlu lebih transparan di mana publik bisa mengakses dan terlibat secara partisipatif," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan bahwa pembahasan RUU KUHAP akan segera digulirkan setelah DPR RI menerima Surat Presiden (Surpres) terkait pembahasan revisi UU tersebut pada Kamis, 20 Maret 2025. Menurutnya, revisi KUHAP diperlukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman serta agar dapat diberlakukan bersamaan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Januari 2026.

"Draf final RUU KUHAP yang akan dibahas segera karena Surpres-nya per hari ini sudah keluar, sudah ditandatangani Presiden Republik Indonesia, Pak Prabowo Subianto," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Ia menargetkan pembahasan RUU ini rampung dalam waktu yang relatif singkat, dengan estimasi maksimal dua masa sidang. Habiburokhman juga menekankan bahwa RUU KUHAP akan mengusung nilai restoratif, restitutif, dan rehabilitatif dalam sistem peradilan pidana.

"Kami bikin satu bab khusus restorative justice. Jadi mulai penyidikan, penuntutan, sampai persidangan bisa di-restorative justice-kan," tambahnya.

Selain itu, ia menegaskan bahwa RUU KUHAP juga bertujuan untuk mencegah kekerasan dalam proses hukum, salah satunya dengan pengadaan CCTV atau kamera pengawas dalam proses pemeriksaan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus