Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para calon gubernur Jakarta bakal memilih program pembangunan tanggul laut raksasa di pesisir utara atau giant sea wall untuk mencegah daerah khusus ini tenggelam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Calon gubernur nomor urut 3 Pramono Anung mengatakan, giant sea wall untuk mengantisipasi Jakarta tenggelam diperlukan dalam jangka panjang. Baginya, meskipun saat ini pemerintah sudah berupaya dengan membangun Stasiun Pompa di Sentiong, hal tersebut tak cukup dilakukan untuk jangka panjang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Maka, dalam jangka panjang, supaya tidak tenggelam, giant sea wall harus terwujud,” kata Pramono di tengah sesi acara Ideafest 2024 x Liputan 6, di Jakarta Convention Center, pada Ahad, 29 September 2024.
Senada, calon gubernur nomor urut 1 Ridwan Kamil juga menyetujui opsi penggunaan tanggul raksasa itu untuk mencegah Jakarta tenggelam.
Mantan Gubernur Jawa Barat itu juga menyinggung dampak global warming yang menurutnya meningkatkan ketinggian air laut. Dalam keterangannya, Ridwan optimistis bahwa dengan mengkombinasikan penggunaan pompa air dan giant sea wall, dapat mengatasi Jakarta agar tidak tenggelam.
“Jadi, digabung dengan giant sea wall, proyeknya Pak Prabowo tahun ini, itu adalah kombinasi mengatasi Jakarta supaya tidak tenggelam dalam hitungan puluhan tahun ke depan,” kata Ridwan Kamil pada kesempatan yang sama.
Wacana pembangunan giant sea wall sebelumnya disampaikan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara “Seminar Nasional Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut” di Jakarta, Rabu, 10 Januari 2024.
Airlangga mengklaim pembangunan giant sea wall menjadi solusi atas permasalahan turunnya permukaan tanah, naiknya air laut, dan banjir rob, di wilayah pesisir utara Jawa. Sebab, kata dia, penurunan permukaan tanah di Pantura Jawa terpantau antara 1 cm hingga 25 cm per tahun. Ancaman lainnya adalah kenaikan permukaan air laut yang diperkirakan mencapai 1 cm hingga 15 cm per tahun. Walhasil, kawasan Pantura Jawa rentan banjir rob.
Namun proyek tanggul raksasa itu dinilai sebagai kebijakan yang mahal dan tidak berkelanjutan. “Giant sea wall di pesisir Pantura Jawa adalah kebijakan konvensional yang mahal dan tidak berkelanjutan untuk menghadapi kenaikan permukaan air laut,” ujar Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono, kepada Tempo, dikutip Senin, 29 Januari 2024.
Menurut Yusuf, membangun mega infrastuktur untuk bertahan dari ancaman kenaikan permukaan laut adalah respons kebijakan yang salah arah.
“Tanggul laut tidak menyelesaikan akar masalah dari ancaman kenaikan air laut yang dihadapi kawasan pesisir, bahkan berpotensi membuat krisis ekologis pesisir menjadi lebih parah dan juga berpotensi menghancurkan sumber penghidupan nelayan dan masyarakat pesisir,” kata dia.
Defara Dhanya Paramita ikut berkontribusi dalam tulisan ini