DUA bintang dari Jepang jatuh di Indonesia pekan lalu.
Penghargaan paling, .. terhormat dari Kerajaan Jepang, Bintang
TandaJasa Harta Suci Kelas Satu, diberikan kepada Inspektur
Jenderal Pembangunan Soedjono Hoemardani dan bekas menko ekuin
Prof. Widjojo Nitisastro. Ada lima bintang serupa yang
dianugerahkan Kaisar Hirohito bulan lalu. Tiga lainnya jatuh di
Negeri Belanda, Inggris, dan Australia (TEMPO, 26 November).
Ini bisa jadi barometer persahabatan Indonesia-Jepang. Posisi
Indonesia cukup menonjol di mata Jepang, dibandingkan negara
lain di kawasan Asia Tenggara. Kemesraan hubungan itu dibuktikan
juga lewat penelitian pertengahan tahun ini, di lima negara
ASEAN.
Penelitian citra Jepang di masyarakat ASEAN dilaksanakan lembaga
penelitian swasta yang ada di negara-negara yang bersangkutan.
Di Indonesia oleh PT Survey Research Indonesia (SRI) bulan Juli
hingga Agustus lalu. Di negara lain, serentak di bulan April.
Hasil poll ini diumumkan 3 November.
Atas pertanyaan negara mana yang paling diketahui responden,
jawaban dari masyarakat Indonesia: Jepang 76%, menyusul AS 30%,
dan Inggris 3%. Seperti yang diduga, Jepang dikenal di Indonesi?
lewat: barang-barangnya yang mengalir di pasaran (79%), ilmu dan
teknologi (35%), perusahaan Jepang di Indonesia (30%), menyusul
bantuan ekonomi (27%).
Untuk pertanyaan tentang kesan terhadap orang Jepang, masuk
jawaban: bekerja rajin (84%), kuat dan setia kawan (33%), sopan
(27%)? punya timbang rasa (26%). Yang bernada negatif sedikit,
seperti kejam (10%) dan sombong (2%). Kekejaman Jepang mungkin
dirasakan oleh responden yang mengalaml masa penjajahan dahulu.
Namun, lebih dari 60% responden Indonesia menjawab "tidak
mempersoalkan" perlakuan Jepang ketika Perang Dunia II.
Apa yang diharapkan dari Jepang? Orang Indonesla menawab:
bantuan ekonomi (89%), peningkatan perdagangan dan investasi
swasta (45%), mempertahankan perdamaian (44%), dan pertukaran
kebudayaan (19%).
Sebanyak 87% responden Indonesia menjawab, Jepang bisa
dipercaya. Angka ini tertinggi di antara jawaban yang masuk
dari negara lain. Malaysia dan Muangthai menghasilkan 78%.
Filipina (77%) dan Singapura (74%). Untuk pertanyaan apa ada
kemungkinan Jepang menjadi negara militer raksasa, 65% jawaban
dari Indonesia menyebut: tidak. Di Filipina yang menjawab
"tidak" lebih kecil (60%), Malaysia (48%), Singapura (46%).
Muangthai menjawab "tidak" 22%, menjawab "ya" 54%.
Hasil angket seperti ini dikritik Masaaki Suzuki, 35, dalam
artikelnya di Yomiuri Shimbun, 6 November. Suzuki yang pernah
empat tahun sebaai oresponden koran itu di Jakarta menyebutkan,
Indonesia sebenarnya sangat khawatir terhadap peningkatan
kekuatan militer Jepang. Ia juga mempertanyakan apa benar
tingkat kepercayaan terhadap negara Jepang begitu tinggi di
Indonesia, melebihi Muangthai?
Jawaban yang "terlalu baik" dari Indonesia bahkan dipertanyakan
Yasuo Nakamura, sekretaris I Atase Penerangan Kedubes Jepang di
Jakarta. "Menurut pengamatan orang Jepang sendiri, baik wartawan
maupun staf kedubes di negara ASEAN, orang Muangthai bersikap
lebih baik," kata Nakamura.
Ia malah mempertanyakan, "apa karena sebagian besar responden
orang Jawa?" Melihat responden yang sepertiga dari suku Jawa,
Nakamura menduga, terjadi ketidakjujuran mengisi poll. "Mungkin
karena sopan santun mereka, apa yang seharusnya dijawab tidak,
di-ya-kan. Jadi, hasilnya bagus semua," katanya. Contoh yang
dapat dipakai untuk meragukan hasil angket ini adalah hal yang
masih sukar dilupakan, peristiwa 15 Januari 1974 ("Malari").
Yang pasti, kementerian luar negeri Jepang, menurut laporan
koresponden TEMPO, Seiichi Okawa, sangat puas dengan "suara dari
negeri tetangga".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini