DI depan Ka'bah, jemaah haji ONH atau bukan tentunya tak
berbeda. Tapi, dari tahun ke tahun, jemaah haji Indonesia yang
non-ONH, yang tidak lewat jalur resmi pemerintah RI, selalu ada
yang telantar tak bisa pulang.
Dan tahun ini, jumlah yang telantar itu cukup mengejutkan. Kabar
Senin pekan ini dari KBRI di Jeddah menyatakan 200-an jemaah
haji Indonesia belum bisa meninggalkan Arab Saudi. "Keadaan ini
lebih parah dibandingkan tahun lalu," kata pihak KBRI di Jeddah
kepada TEMPO.
Soal ketelantaran haji non-ONH itu pula yang ramai ditanyakan
dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan Departemen Agama,
Kamis pekan lalu. Menteri Agama H. Munawir Syadzali, yang baru
kali ini mengalami masa naik haji, mengakui memang masih ada
beberapa ganjalan dalam pelaksanaan naik haji. Kini sedang
dibicarakan beberapa perubahan peraturan pelaksanaan haji, kata
Menteri.
Salah satu hal yang ditanyakan Komisi IX adalah tarif tiket naik
haji yang demikian mahal. Dari Komisi V DPR, komisi perhubungan,
diperoleh data tarif carteran Jakarta-Jeddah pp paling mahal
sekitar Rp 1,1 juta. Jemaah haji ONH tahun ini harus membayar Rp
1,6 juta untuk tiket itu. Maka, kata H. Abduh Paddare, anggota
Komisi IX "Wajar bila orang mencari jalan naik haji yang lebih
murah." Dan yang lebih murah itu yang lewat non-ONH, lewat
swasta.
Total jenderal, seorang jemaah ONH (Ongkos Naik Haji - istilah
jemaah lewat jalur pemerintah) tahun ini harus membayar sekitar
Rp 3,1 juta. Memang, onkos hidup selama di Arab Saudi, yang
disebut "biaya perbekalan & pelayanan", bila ada sisa akan
dikembalikan. Danarto dari majalah Zaman yang tahun ini naik
haji mengaku menerima pengembalian Rp 500 ribu. Bila ini terjadi
juga dengan jemaah ONH yang lain, tarif haji ONH menjadi kurang
lebih Rp 2,6 juta.
Menurut Syufri Helmy Tanjung, anggota Komisi V DPR RI, dengan
tarif Rp 2,6 )uta pun sebenarnya pemerintah sudah untung sekitar
Rp 200 ribu -entah bagaimana cara menghitungnya. Yang jelas,
tarif naik haji di Malaysia cuma sekitar US$ 2 ribu, atau
sekitar Rp 2 juta.
Dan untuk ongkos sebesar itu jemaah haji ONH, konon, masih harus
mengalami ketidaknyamanan pelayanan. Misalnya, ternyata jumlah
kursi pesawat ditambah, hingga pesawat penuh sesak.
Dari hal-hal seperti itulah kemudian muncul dugaan, ada sejumlah
jemaah yang dibiayai dengan "keuntungan tarif ONH". Misalnya,
menurut Syufri, tahun ini ada sekitar 6 ribu jemaah haji atas
biaya dinas. "Untuk apa memberi jatah naik haji kepada KNPI,
kepada Pramuka," kata Syufri.
Menteri Agama tak membantah adanya "keuntungan" itu. Tapi ia
menolak bila kelebihan ongkos ONH digunakan untuk macam-macam.
"Selama ini justru dari hasil jemaah haji mengalir amal jariah,
yang kemudian diwujudkan menjadi asrama-asrama haji di beberapa
daerah," kata Menteri.
Jemaah ONH dari tahun 1980 memang terus menurun jumlahnya. Tahun
itu tercatat 76 ribu jemaah. Tahun berikutnya menurun menjadi
hanya lebih dari 67 ribu. Tahun 1982 cuma 55 ribu, dan tahun ini
resmi tercatat hanya 48 ribu. Sementara itu, jemaah non-ONH
meningkat. Tahun lalu tercatat 18 ribu jemaah, tahun ini
menjadi 21 ribu. Tapi seberapa murah ongkos haji non-ONH tak
diketahui jelas. Cuma, prosedur pengurusannya barangkali memang
tidak begitu berbelit-belit, meski dengan risiko tertipu.
Yang jelas, kini sedang direncanakan keppres baru tentang umroh
-lewat umroh inilah sebenarnya jemaah haji non-ONH mengalir.
Bila dulu hanya melibatkan Departemen Luar Negeri, Agama, dan
Kehakiman, keppres baru akan melibatkan juga Departemen Dalam
Negeri. "Kami akan melakukan pengawasan sampai ke desadesa,
sebab basis umroh itu di desa," kata Menteri Agama. Tapi,
cukupkah dengan itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini