AKHIRNYA Ir. Willy Arnold Nayoan, 40, dinyatakan bersalah.
Pengadilan Negeri Manado, Kamis petang minggu lalu, menjatuhkan
pidana lima tahun penjara dan denda Rp 20 juta (subsider enam
bulan kurungan) terhadap anggota FKP dan bendahara DPD Golkar
Sulawesi Utara itu.
Dalam tuntutannya pertengahan September lalu, Jaksa Amir Effendi
Hutapea, S.H. minta aar majelis hakim menghukum delapan tahun
penjara dan denda Rp 20 juta (subsider enam bulan kurungan)
kepada terdakwa. Willy Nayoan sebelumnya menjabat kepala Dinas
Perkebunan Sul-Ut merangkap pimpinan Proyek Peremajaan,
Rehabilitasi dan Perluasan Tanaman Ekspor.
Menurut Jaksa, antara 1979 dan 1982 terdakwa terbukti memperkaya
diri atau badan lain yang -langsung atau tidak- merugikan negara
Rp 2,3 milyar. Willy juga dituduh mencairkan uang proyek yang
sudah bukan wewenangnya lagi.
Tapi dalam keputusannya, maielis hakim menyatakan bahwa terdakwa
tidak terbukti memperkaya diri, melainkan telah menguntungkan
orang atau badan lain dan merugikan negara. Terdakwa secara
langsung merugikan uang negara sebanyak Rp 700 juta. Sedang uang
negara selebihnya merupakan kerugian yang diakibatkan tindakan
terdakwa secara tidak langsung.
Willy, bapak empat anak itu, semula tetap tegar selama mendenYar
keputusan pengadilan. Tapi, begitu ia berpelukan dengan
istrinya, matanya berkaca-kaca. Sementara ia menyatakan naik
banding, rumah mewahnya di Cilandak, Jakarta Selatan, disita
untuk negara. Enam bulan lalu, dengan yakin Willy menyatakan
kepada TEMPO bahwa ia tidak bersalah.
Tiga hari sebelum vonis, Willy mengajukan permohonan
mengundurkan diri dari keanggotaan DPR kepada ketua FKP. Ketua
umum DPP Golkar, Sudharmono, S.H., menghargai sikap itu. Adakah
itu berarti keluar dari keangotaan Golkar? Menurut Sudharmono,
tidak harus begitu. "Selama tidak bertcntangan dengan
peraturan, ya tetap jadi anggota," katanya Sabtu lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini