Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

SBY Termasuk Anggota Dewan Kehormatan Perwira yang Mengadili Prabowo dalam Kasus Penculikan Aktivis 1998

Prabowo dapat gelar Jenderal TNI Kehormatan dari Jokowi. Pada 1998, Dewan Kehormatan Perwira memberhentikannya dari TNI, SBY salah satu anggotanya.

29 Februari 2024 | 19.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Umum Pepabri Agum Gumelar (kiri), Jenderal TNI (Purn) Wiranyo (kedua kiri), Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (kedua kanan), dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kanan), menyanyi bersama pada acara ulang tahun Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (PEPABRI) ke-64 di Wisma Elang Laut, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 12 September 2023. Dalam acara, terlihat SBY duduk bersama Prabowo, hingga Wiranto. Pada sambutan Agum Gumilar, ia menekankan tidak ada Presiden yang ingin melihat rakyatnya sengsara dan berharap pada pemilu 2024 tidak ada lagi yang memecah belah bangsa seperti istilah kadrun dan cebong. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mendapatkan gelar Jenderal TNI Kehormatan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pada 1998 silam, mantan Panglima Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) tersebut diberhentikan keanggotaannya dari TNI oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lantas siapa saja anggota DKP yang memutuskan pemberhentian terhadap Prabowo ini?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prabowo dipecat dengan hormat berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP yang diterbitkan pada 21 Agustus 1998. Dia ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan. Salah satunya, Prabowo disebut melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis prodemokrasi pada 1998.

Prabowo memberikan penugasan kepada Satuan Tugas Mawar atau Tim Mawar untuk menculik aktivis prodemokrasi. Perintah itu dikirimkan melalui Kolonel Infanteri Chairawan, yang merupakan Komandan Grup 4, dan Mayor Infanteri Bambang Kristiono. Dua anak buah Prabowo itu menjalankan tugas setelah Prabowo menyebut Tim Mawar dibentuk atas perintah pimpinan.

Karena alasan itulah, ketika diperiksa, anak buah Prabowo meyakini penculikan sebagai operasi resmi. Usut punya usut ternyata operasi itu tak pernah dilaporkan Prabowo ke atasan. Prabowo baru melapor kepada Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), kini TNI, pada April 1998. DKP mengungkap laporan itu dibuat Prabowo setelah didesak Kepala Badan Intelijen ABRI.

DKP juga menyebut Prabowo melampaui kewenangan dengan menjalankan operasi pengendalian stabilitas nasional. Operasi itu dilakukan berulang-ulang di Aceh, Irian Jaya—kini Papua, dan pengamanan presiden di Vancouver, Kanada, oleh Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Prabowo juga dinilai bersalah lantaran kerap pergi ke luar negeri tanpa izin Kasad atau Panglima ABRI.

Atas sejumlah tindakan tersebut, DKP menilai Prabowo mengabaikan sistem operasi, hierarki, dan disiplin di lingkungan militer. Prabowo juga dianggap tak menjalankan etika profesionalisme dan tanggung jawab. DKP juga menyebut Prabowo melakukan tindak pidana berupa ketidakpatuhan. Pidana lainnya adalah perintah merampas kemerdekaan orang lain serta penculikan.

Upaya membongkar dalang penculikan aktivis 1998

Dinukil dari Majalah Tempo edisi Senin, 16 Juni 2014, pengusutan kasus penculikan aktivis prodemokrasi pada 1998 pernah membuat hubungan Fachrul Razi dan Syamsu Djalal runyam. Syamsu Djalal, ketika itu Komandan Pusat Polisi Militer, mendorong perkara yang melibatkan Prabowo ke Mahkamah Militer. Sedangkan Fachrul, waktu itu Kepala Staf Umum ABRI berpangkat letnan jenderal, mencegahnya.

“Bukti awal bahwa Prabowo merupakan otak penculikan sangat kuat,” kata Syamsu Djalal.

Polisi Militer di bawah Syamsu saat itu mulai menyelidiki perkara penculikan aktivis. Sejumlah orang hendak bersaksi, termasuk sembilan aktivis yang diculik Satuan Tugas Mawar dan Satuan Tugas Merpati Kopassus. Dua satuan itu dipimpin Kolonel Chairawan dan Mayor Bambang Kristiono, anak buah Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Letnan Jenderal Prabowo.

Karena Polisi Militer di bawah koordinasi Kepala Staf Umum, kasus itu dibicarakan dulu oleh Fachrul dan Syamsu, sebelum disetujui Panglima ABRI Jenderal Wiranto. Fachrul meminta perkara ini ditangani Dewan Kehormatan. Syamsu menyerah. “Jika suatu saat keputusan ini dipersoalkan, Pak Fachrul tanggung jawab,” kata Syamsu, menceritakan kembali kepada Tempo ucapannya ketika itu.

Fachrul menganggap kasus itu bisa segera tuntas jika langsung dibawa ke DKP. Karena itu, penyelidikan hanya berfokus pada sembilan aktivis yang kembali. “Kalau termasuk 13 aktivis yang hilang, penyelesaiannya bisa berlarut- larut,” ujar Fachrul. Padahal, kata dia, keputusan perlu segera diambil untuk memulihkan wibawa ABRI yang rusak karena perkara penculikan.

Fachrul juga menimbang posisi Prabowo sebagai menantu Presiden kedua RI Soeharto. Walau bukan lagi presiden ketika kasus penculikan mulai dibongkar, Soeharto masih dihormati TNI. “Saya bilang ke Danpuspom: Kasum tanggung jawab,” kata Fachrul, yang juga mantan Wakil Panglima TNI.

Panglima ABRI kemudian menunjuk tujuh perwira un mengadili Prabowo, yang ketika itu telah menjabat Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI. DKP dipimpin Kepala Staf TNI AD Jenderal Subagyo Hadisiswoyo dan wakilnya, Fachrul Razi. Anggotanya Letnan Jenderal (Letjen) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Letjen Agum Gumelar, Letjen Yusuf Kartanegara, Letjen Arie J. Kumaat, dan Letjen Djamari Chaniago.

Dalam pemeriksaan selama tiga hari, kata Fachrul, Prabowo awalnya berkelit memerintahkan penculikan. Belakangan, setelah mengaku, menurut Fachrul, Prabowo berdalih menculik aktivis “demi mengamankan negara”. Prabowo tak sekali pun menyebutkan Soeharto sebagai pemberi perintah. Dalam beberapa kesempatan, Prabowo sudah menanggapi tuduhan itu.

“Saya bertanggung jawab, saya tidak ngumpet,” katanya kepada Tempo, Oktober 2013.

Menjelang Pemilu 2024, mantan aktivis 1998 Benny Rhamdani menilai Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, Wiranto, dan Agum Gumelar telah mengkhianati keputusan Dewan Kehormatan Perwira TNI. Keputusan itu menyatakan Prabowo Subianto terlibat dalam tindak pidana ketidakpatuhan, perampasan kemerdekaan orang lain, dan penculikan.

Wakil Ketua Umum Partai Hanura itu mengatakan Wiranto, SBY, dan Agum Gumelar telah mencederai doktrin Sapta Marga. "Jelas-jelas memberikan dukungan kepada orang yang telah melakukan tindak pidana," ucapnya dalam konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 28 Desember 2023.

MUHAMMAD MUHYIDDIN | FRANSISCO ROSARIANS | RIKY FERDIANTO | MAJALAH TEMPO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus