Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahalnya biaya pemilihan kepala daerah atau Pilkada membuat Presiden Prabowo Subianto mengusulkan agar skemanya disederhanakan menjadi dipilih lewat DPRD saja. Setelah itu, DPRD yang nanti akan memilih gubernur hingga bupati. Menurut Prabowo, sistem itu lebih efisien dan bisa menekan banyak biaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati,” kata Ketua Umum Partai Gerindra ini dalam sambutannya pada Puncak Perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Kamis 12 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Prabowo, opsi itu bisa dilakukan guna menekan banyaknya anggaran yang dialokasikan untuk menggelar Pilkada. Belum lagi banyaknya anggaran politik yang harus dikeluarkan peserta pilkada. Anggaran sebesar itu, kata Prabowo, lebih baik digunakan untuk kebutuhan masyarakat.
“Efisien enggak keluar duit? Uang yang bisa beri makan anak-anak kita, uang yang bisa perbaiki sekolah, bisa perbaiki irigasi,” kata Prabowo. “Berapa puluh triliun habis dalam satu-dua hari, dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing.”
Berdasarkan penelusuran Tempo, dalam beberapa pilkada serentak terakhir total anggaran yang digelontorkan menyentuh kisaran Rp 80,65 triliun. Adapun rinciannya, Pilkada 2017: Rp 4,2 Triliun, Pilkada 2018: Rp 18,5 triliun, Pilkada 2020: Rp 20,4 triliun, dan Pilkada 2024: Rp 37,52 triliun.
Seperti kata Prabowo, anggaran pilkada bisa dialokasikan untuk kebutuhan masyarakat. Tempo telah membandingkan anggaran yang telah dihabiskan untuk gelaran pilkada beberapa waktu terakhir tersebut dengan anggaran-anggaran program pemerintah dalam satu dekade belakangan.
Lantas seberapa efisienkah jika anggaran pilkada digunakan untuk kebutuhan masyarakat? Berikut ulasannya:
1. IKN
Pembangunan Ibu Kota Nusantara atau IKN ditaksir membutuhkan anggaran Rp 466 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 89,4 triliun ditambal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional atau APBN. Andai biaya pilkada dalam beberapa tahun terakhir dialokasikan untuk pembangunan IKN, pemerintah barangkali hanya perlu menggelontorkan APBN Rp 8,75 triliun
2. Tol trans Jawa
Menurut data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) total biaya yang digunakan dalam pembangunan 51 ruas trans Jawa mencapai Rp 582 triliun. Pemerintah perlu menggunakan utang sekitar Rp 291 triliun sebagai sumber pendanaan terbesarnya. Biaya pilkada selama ini bisa mengurangi utang menjadi hanya Rp 210,36 triliun.
3. Makan bergizi gratis
Awalnya program makan siang bergizi dialokasikan memakan biaya Rp 400 triliun tiap tahun. Terkini, biaya tersebut dipangkas menjadi hanya Rp 71 triliun pada APBN 2025. Biaya pilkada sejak 2015 jika dianggarkan untuk program makan bergizi gratis setahun akan sisa Rp 9,65 triliun.
4. Tol trans Sumatra
Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi menyebut biaya pembangunan tol trans Sumatra sekitar Rp 90 miliar sampai Rp 110 miliar per kilometer. Adapun panjang ruas tol tersebut yakni dari Lampung sampai Aceh adalah 2.900 kilometer alias memakan biaya Rp 319 triliun. Biaya tersebut bisa ditambal anggaran pilkada selama ini menjadi hanya Rp 238,35 triliun saja.
5. Bansos 2024
Pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial atau perlinsos yang mencakup Bantuan Langsung Tunai (BLT), bansos pangan, dan program keluarga harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), senilai Rp 496 triliun pada APBN 2024. Dengan mengalokasikan Rp 80,65 dari biaya pilkada selama ini, APBN yang digunakan untuk bansos 2024 hanya Rp 415,35 triliun
6. Dana abadi pendidikan
Berdasarkan APBN 2024, Dana Abadi di Bidang Pendidikan 2024 dialokasikan sebesar Rp 25 triliun. Dengan rincian alokasi Dana Abadi Pendidikan (DAP) sebesar Rp 15 triliun, Dana Abadi Penelitian Rp4 triliun, Dana Abadi Kebudayaan Rp 2 triliun, dan Dana Abadi Perguruan Tinggi sebesar Rp 4 triliun.
Adapun DAP akan dimanfaatkan untuk mendukung komitmen LPDP menyalurkan beasiswa S2 dan S3 kepada 4.000–5.000 orang per tahun untuk mencapai target 70.000 orang pada tahun 2030. Dana pilkada sejak 2015 jika dialokasikan untuk beasiswa ini, dapat digunakan selama tiga tahun dan sisa Rp 5,65 triliun.
Ilona Estherina, Hendrik Yaputra, Alfitria Nefi, Eka Yudha Saputra, Ade Ridwan Yandwiputra, Faisal Javier, Savina Rizky Hamida berkontribusi dalam penulisan artikel ini.