Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Sejarah Penghapusan Dwifungsi ABRI pada Masa Presiden Abdurrahman Wahid

Konsep dwifungsi ABRI tumbuh saat Orde Baru. Berkat ini banyak ABRI yang bisa menduduki posisi pemerintahan.

5 Oktober 2021 | 13.46 WIB

Frans Magnis Suseno, Ketua Dewan Syuro DPP PKB Abdulrahman Wahid dan Ketua PKB Hermawi Taslim di Jakarta, Selasa (24/11). Pertemuan ini membahas pidato presiden SBY kemarin yang menurut mereka tidak tegas. TEMPO/Andika Pradipta
Perbesar
Frans Magnis Suseno, Ketua Dewan Syuro DPP PKB Abdulrahman Wahid dan Ketua PKB Hermawi Taslim di Jakarta, Selasa (24/11). Pertemuan ini membahas pidato presiden SBY kemarin yang menurut mereka tidak tegas. TEMPO/Andika Pradipta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Setiap 5 Oktober diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia (HUT TNI). Dalam sejarahnya, ada penghapusan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (dwifungsi ABRI) pada masa Presiden Abdurrahman Wahid.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dwifungsi ABRI secara singkat berarti ABRI tidak hanya menjalankan peran sebagai kekuatan pertahanan saja, tetapi juga menjalankan peran sebagai pengatur negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Konsep ini tumbuh saat Orde Baru. Berkat ini, banyak ABRI yang bisa menduduki posisi pemerintahan. Namun, dilansir dari artikel ilmiah "Dwifungsi TNI dari Masa ke Masa" karya Azwar dan Suryana (2021), dwifungsi ABRI perlahan dicabut saat reformasi.

Berawal dari seminar Angkatan Darat pada 22-24 September 1998 bertema "Peran ABRI di Abad XXI". Dalam seminar itu, dihasilkan pemikiran untuk melakukan reformasi dalam tubuh TNI. Kalangan pimpinan TNI pada saat itu memiliki determinasi supaya TNI kembali menjadi tentara profesional sebagai lembaga pertahanan negara. 

Sehingga Menteri Pertahanan dan Keamanan kala itu, Jenderal Wiranto, dibantu oleh Kepala Staf Sosial Politik ABRI, Letnan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, serta pimpinan TNI lain merasa perlu mengurangi peran TNI dalam politik. Mereka pun secara bertahap menarik diri dari kegiatan politik dan pemerintahan.

Semangat ini berlanjut dalam kepemimpinan presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. Puncaknya adalah ketika Gus Dur melakukan reformasi dalam tubuh TNI. Pada masa kepemimpinannya yang sangat pendek (1999-2001), ia telah memisahkan Polisi Republik Indonesia (Polri) dengan TNI.

Gus Dur juga mencabut dwifungsi ABRI sehingga mengakibatkan TNI harus melepaskan peran sosial-politiknya. Sejak saat itu, militer aktif tak lagi bisa berpartisipasi dalam politik partisan maupun menempati jabatan sipil.

Dalam pemerintahannya, Gus Dur mencoba memberikan ruang seluas-luasnya bagi kelompok sipil untuk memberikan sumbangsih dalam pembinaan pertahanan negara. Hal ini terlihat dari penghapusan fraksi TNI-Polri dari parlemen. 

Selain itu juga terlihat dari penunjukan Menteri Pertahanan (Menhan) kepada orang sipil. Perlu diingat, semenjak 1959 jabatan Menhan selalu diisi oleh orang militer. Beberapa hal ini adalah langkah kongkret upaya penghapusan dwifungsi ABRI pada era Gus Dur.

AMELIA RAHIMA SARI

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus