Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BENNY Kabur Harman kusut masai. Rambut politikus Partai Demokrat itu acak-acakan. Jas, kemeja, dan dasinya tak lagi rapi jali. ”Ini tidak benar,” kata anggota Panitia Khusus Hak Angket Bank Century Dewan Perwakilan Rakyat itu, Kamis malam pekan lalu. Ia melanjutkan, ”Ada penumpang gelap yang punya agenda tersembunyi untuk menyingkirkan orang-orang tertentu yang tidak mereka sukai.”
Malam itu, rapat Panitia Khusus sedang berdebat keras. Persoalan utamanya: perlu-tidaknya mengeluarkan rekomendasi untuk menonaktifkan para pejabat yang dianggap bertanggung jawab atas pengucuran dana talangan ke Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun. Agun Gunandjar Sudarsa, politikus Fraksi Partai Golkar, meminta Wakil Presiden Boediono nonaktif karena ketika penyelamatan Century diputuskan pada November 2008 menjabat Gubernur Bank Indonesia.
Agun beralasan, Boediono perlu nonaktif supaya ”ketika dia diperiksa di Panitia Angket, anggota dari partai koalisi pendukung pemerintah tidak sungkan dan tidak ragu bertanya”. Agun juga mengkritik staf khusus Boediono yang meminta simbol-simbol kenegaraan dihormati dalam proses pemeriksaan kelak.
Pejabat lain yang diminta nonaktif adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani, Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang memimpin rapat penyelamatan Century. Dia dinilai tidak kooperatif. Buktinya, dalam rapat konsultasi Panitia Khusus dengan Badan Pemeriksa Keuangan, Rabu pekan lalu, Ketua BPK Hadi Purnomo menolak mengungkapkan notulen rapat Komite Stabilitas karena ”tidak mendapat izin dari Menteri Keuangan”. Sri Mulyani juga dinilai berusaha membelokkan isu ketika Direktorat Pajak melansir dugaan penggelapan pajak oleh tiga perusahaan milik Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Karena tak kunjung beroleh kesepakatan dalam forum pleno, negosiasi dilanjutkan secara tertutup. Saat rekan-rekannya sedang menggelar rapat lobi itulah, Benny mulai mencak-mencak menuding ada penumpang gelap di dalam Panitia Khusus. Siapa yang dia maksud? ”Semua sudah tahu sendirilah,” katanya. ”Mereka ini kelompok yang mau menyingkirkan orang-orang yang berani melawan pengusaha hitam.”
Tembakan buat ”penumpang gelap” sebenarnya telah dilepaskan oleh Sri Mulyani, sepekan sebelumnya. Kepada koran bisnis terbitan Singapura, The Asian Wall Street Journal, ia menganggap Aburizal Bakrie berada di balik serangan kepadanya. ”Aburizal Bakrie tidak menyukai saya,” katanya. ”Saya tidak berharap orang-orang di Golkar bersikap adil pada saya.”
Menurut Sri Mulyani, perselisihannya dengan Aburizal ”Ical” Bakrie berawal tahun lalu, ketika ia menolak permintaan Aburizal menunda pembukaan kembali perdagangan saham beberapa perusahaan keluarga koleganya di kabinet itu. Ketika itu, harga saham PT Bumi Resources, perusahaan tambang batu bara milik keluarga Bakrie, terjerembap ke level terendah. Hal yang sama terjadi pada saham lima perusahaan lain di bawah Grup Bakrie.
Bursa Efek Indonesia pun menutup perdagangan saham-saham keluarga Bakrie. Pembukaan kembali perdagangan akan membuat harga saham perusahaan-perusahaan itu semakin jatuh. Tahun lalu, Sri Mulyani juga mencegah ke luar negeri sejumlah eksekutif perusahaan tambang batu bara, termasuk Bumi, yang diduga menunggak pembayaran royalti tambang ke pemerintah.
Ketua Panitia Khusus Idrus Marham menampik kekhawatiran Menteri Keuangan. ”Jangan khawatir,” katanya. Dia menjamin Panitia Khusus akan memeriksa semua pejabat sesuai dengan fakta yang tersedia. ”Soal dugaan pelanggaran hukum, bukan kami yang bicara, tapi data,” katanya.
Sejumlah lawan politik Aburizal di Partai Golkar justru menganggap penting Ical nonaktif dari Ketua Umum Golkar. Gerakan ini antara lain dimotori Zainal Bintang. ”Ini penting supaya tidak ada persepsi Aburizal menggerakkan orang-orang Golkar di Panitia Khusus Angket untuk kepentingannya sendiri,” katanya.
Zainal tersingkir setelah Musyawarah Nasional Golkar di Pekanbaru, Oktober lalu, yang memilih Aburizal sebagai ketua umum. Saat itu, Zainal mendukung pesaing Aburizal, Surya Paloh. Bersama Ferry Mursyidan Baldan, yang juga tersingkir dari kepengurusan inti Beringin, Zainal membentuk ”Kaukus Golkar Bersih”.
Ia mengklaim Kaukus sebagai ”gerakan moral”. Zainal, politikus yang tergolong senior di Beringin, mengaku menerima banyak pesan pendek dan telepon dari politikus Golkar di daerah-daerah yang menyatakan dukungan. ”Kami ingin membersihkan partai,” kata pengusaha media dan pemilik sejumlah rumah produksi ini.
Rilis Departemen Keuangan soal penggelapan pajak perusahaan dalam Grup Bakrie, menurut Zainal, ”bagaikan sepotong roti dari langit”. Kasus ini, kata Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong, salah satu ormas pendiri Golkar, membuka pintu untuk menggalang dukungan bagi penonaktifan Aburizal. Ia khawatir suara keras rekan-rekannya di Senayan punya motif lain: menaikkan posisi tawar di mata pemerintah. ”Pengungkapan kasus Century jangan dibelokkan,” katanya.
Aburizal memainkan peran penting dalam pembentukan Panitia Khusus. Awal Desember lalu, tim yang menggagas pengajuan hak angket Century menemui sang pengusaha di rumahnya, Jalan Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta Pusat. Tim terdiri atas Maruarar Sirait (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Bambang Soesatyo (Golkar), Andi Rakhmat dan Misbakhun (Partai Keadilan Sejahtera), Chandra Tirta Wijaya (Partai Amanat Nasional), Lily Wahid (Partai Kebangkitan Bangsa), Kurdi Moekri (Partai Persatuan Pembangunan), Ahmad Muzani (Partai Gerakan Indonesia Raya), dan Akbar Faisal (Partai Hati Nurani Rakyat). Enam di antaranya ditunjuk fraksi masing-masing menjadi anggota Panitia Khusus.
Sembilan orang itulah yang sejak awal getol menuduh ada ”sesuatu” di balik kucuran dana Rp 6,7 triliun. Mereka menggulirkan penggunaan hak angket untuk mengungkap dugaan patgulipat di balik penyelamatan bank ini. Mereka berkeliling menemui tokoh-tokoh politik—dari Prabowo, Jusuf Kalla, sampai Amien Rais—untuk meminta restu. Dalam pertemuan di rumahnya, Aburizal segera menegaskan dukungannya.
Bos Partai Beringin itu, menurut Bambang Soesatyo, ingin pejabat yang bersalah dihukum. Di akhir pertemuan, Aburizal menegaskan posisinya sebagai pendukung pemerintah. ”Tapi, dia bilang, teman sejati justru akan mengingatkan kalau sahabatnya salah,” kata Maruarar, menirukan ucapan Aburizal.
Dukungan eksplisit itulah yang kini dipegang erat-erat oleh enam wakil Golkar di Panitia Khusus. Selain Bambang, ada Idrus Marham, Agun Gunandjar Sudarsa, Ade Komaruddin, Ibnu Munzir, dan Melkias Markus Mekeng. Begitu Panitia Khusus Angket terbentuk, Fraksi Partai Golkar langsung menggelar rapat pengarahan, dipimpin Ketua Fraksi Setya Novanto. ”Rapat dihadiri jajaran fraksi, tim Golkar di Pansus, dan advisory team kami,” kata Novanto, akhir pekan lalu.
Tidak ada anggota Dewan Pimpinan Pusat Partai yang hadir. Menurut Novanto, Aburizal sudah mempercayakan komando atas sepak terjang enam wakil Beringin di Panitia Khusus kepada pemimpin fraksi. ”Kami diminta ikut arus, tapi tetap mendasarkan dengan bukti yang kuat dan jelas,” kata Novanto. Karena itulah ia mengarahkan politikus Golkar di Panitia Khusus ”bekerja secara profesional, tidak menyudutkan orang-orang tertentu, dan sesuai koridor hukum”. Aburizal juga meminta Golkar ”tidak terpancing isu-isu yang menyudutkan partai”. Selain lewat Novanto, Aburizal Bakrie memberikan pengarahan kepada tim Pansus melalui Idrus Marham.
KAMIS malam pekan lalu, rapat lobi Panitia Khusus Hak Angket akhirnya memutuskan tak mengeluarkan rekomendasi penonaktifan semua pejabat yang diduga bertanggung jawab. Panitia hanya mengeluarkan imbauan. ”Ini kompromi terbaik,” kata politikus Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, M. Romahurmuziy.
Lobi yang semula dijadwalkan hanya sepuluh menit itu molor jadi lebih dari satu jam. Fraksi Partai Golkar dan PDI Perjuangan terus berkeras meminta Panitia Khusus merekomendasikan penonaktifan Menteri Keuangan dan Wakil Presiden. Kabar bahwa Golkar akan meminta penonaktifan Sri Mulyani dan Boediono sudah santer beredar sejak Rabu pekan lalu, bahkan sebelum rapat konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan berlangsung (lihat ”Ketika Sekutu Jalan Sendiri”).
Menurut Setya Novanto, pelanggaran oleh Menteri Keuangan yang terungkap dari audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan sangat serius. ”Saya harap Menteri Keuangan berkonsentrasi menjawab dan menyiapkan bantuan hukum,” katanya. Firman Subagyo, Ketua Golkar yang dikenal dekat dengan Aburizal, setuju. ”Apa salahnya nonaktif? Ini untuk memudahkan pemanggilan dan pemeriksaan,” ujarnya.
Dalam rapat lobi, Beringin dan Banteng berhadapan dengan Fraksi Partai Demokrat. Partai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini mati-matian bertahan bahwa penonaktifan kedua pejabat itu bukan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat. ”Itu hak prerogatif presiden,” kata Benny Harman.
Kompromi akhirnya tercapai setelah kedua kubu menurunkan tensi. Meski tidak sekeras naskah awalnya, rekomendasi Panitia Khusus ini, menurut Romahurmuziy, bisa memuaskan semua pihak. Fraksi Demokrat pun mengiyakan. ”Ini masih on the track,” kata Yahya Sacawiria, Wakil Ketua Panitia Khusus dari Fraksi Demokrat.
Saat mengumumkan keputusan Panitia Khusus ini, Idrus Marham berulang kali menekankan pentingnya ada kesadaran dari ”pihak-pihak yang diduga melanggar hukum” untuk mundur. ”Berikanlah pendidikan politik untuk rakyat,” ujar Idrus. ”Ini sudah ada indikasi korupsi. Kalau bersalah, ya mengundurkan diri saja,” katanya. Dari senyum lebar di wajah Idrus, tampaknya Beringin merasa meraih poin pertama pada ”pertandingan politik” ini.
Wahyu Dhyatmika, Pramono, Cheta Nilawaty
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo