MESKI pembuatan jalan raya Jambi-Pijoan sepanjang 20 Km (mulai
KM 2040) sudah diserahkan kepada 3 pemborong, Dinas PU Seksi
Batang Hari, toh masih juga ikut campur. Yakni itu PU Seksi --
yang berwenang di wilayah kerja sana minta kepada
pemborong-pemborong itu agar pekerjaan pengaspalannya diserahkan
kepadanya dengan tarif Rp 190/MÿFD. Ini tentu saja semula ditolak
para pemborong, karena menurut taksiran mereka, Rp 150/MÿFD sudah
cukup. Tapi dengan alasan akan menggunakan AMP (Asphalt Mixing
Plant), PU tetap ngotot. Para pemhorong terdiri Abunsendi,
Melati Yaga Sakti dan Karya Maju itu pun mengalahlah. Ketimbang
tak kebagian rezeki, barangkali. Padahal mereka sudah kebagian
pekerjaan masing-masing 7, 8 dan 5 Km dengan biaya rata-rata
per Km Rp 6,5 juta.
Dengan sigap para pemborong melakukan pekerjaannya masing-masing,
yakni pengerasan jalan. Tapi tatkala itu PU harus melaksanakan
tugas yang dimintanya, yakni pengaspalan (dengan bahan-bahan
dari para pemborong, kecuali aspal), alat yang dipakainya
ternyata sprayer bukan AMP. Kata orang PU, itu AMP rusak.
Tentu saja pekerjaan dengan sprayer tak sempurna. Maka timbullah
bercak-bercak dan alur-alur di jalan yang dikerjakan. Apalagi
karena lobang-lobang sprayer banyak yang mampet. Akhirnya sang
PU memoles nodanoda itu dengan pasir. Hasilnya bisa diduga,
begitu tersiram hujan, jadi berantakanlah.
Dihibahkan
Gubernur mengetahui kerja sembrono itu. Ia marah. Kepada siapa?
Siapa lagi kalau bukan kepada para pemborong. Sebab ia tak tahu
ulah sang PU, Seksi. Hingga ancaman akan mencoret para pemborong
pun sempat terluncur dari mulutnya. Tapi tampaknya sekedar
ancaman. Sebab seperti diakui Ir H. Muhammad Soejoko, Kepala
Dinas PU Propinsi, "ternyata tanpa saya minta ke-3 kontraktor
itu sudah memperbaiki sendiri. Ya, demi nama baiknya. Bagaimana
saya tega mencoret?" Juga diakuinya bahwa pengaspalannya memang
kurang sempurna. Begitu pun saluran tepi jalan - pembuatannya
bukan tugas pemborong: - tak ada. Tambah pula di malam hari
sampai dinihari Ir. Soejoko memergokinya sendiri banyak mobil
mengangkut muatan lebih dari 8 ton.
Akan halnya alat AMP, ternyata tidak rusak, tapi diambil oleh
Waskita Karya Perwakilan Jambi, pemiliknya. Ir Soejoko merasa
bahwa alat satu-satunya di propinsi Jambi itu milik PU. Padahal
menurut Ir. Daud Hambo, kepala perwakilan Waskita Karya Jambi,
sudah lebih 1 tahun alat itu milik penuh perusahaannya. Karena
sudah dihibahkan dengan nilai Rp 80 juta melalui keputusan yang
ditanda-tangani Sekwilda. Apalag sejak diterima dari Perancis,
Waskita Karya yang memakai dan merawatnya alat itu. Ditarik
kembali dari PU Seksi Batang Hari, menurut Daud Hambo, karena
Abunsendi dan sejawatnya tak mau bayar sewa. "Saya tak peduli
yang mengerjakan pengaspalan PU sendiri. Tapi semuanya
tanggungjawab 3 pemborong itu", ujar Daud Hambo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini