WANITA Muangthai? Ingatan segera membayang: perempuan
berpinggang ramping, kulit kuning dan gerak-gerik yang lemah
lembut. Lalu, kesan di beberapa kepala laki-laki: mereka pemijat
yang ramah. Gadis bar yang asyik diajak bersantai. Yang bisa
menghilangkan ketegangan setelah peperangan. Yang bisa menghibur
dan yang bisa segalanya. Tapi usainya perang Vietnam, banyak
membunuh dunia hiburan malam di kota Bangkok. Hal ini menjadikan
rasa gelisah golongan wanita Muangthai yang tadinya bekerja di
dunia hiburan. Sehingga timbullah eksodus yang begitu menyolok.
Ke Hongkong, ke Eropa bahkan di kota Jakartapun dapat anda temui
beberapa dari mereka. Dan bukanlah hal yang mustahil kalau
kemudian pejabat imigrasi dari beberapa negara mempunyai
perasaan curiga kalau memeriksa wanita Muangthai yang
jalan-jalan ke luar negeri seorang diri. Tuna susila? Tukang
pijat? Atau tukang pijat merangkap pelacur? Begitu parahkah cap
yang diletakkan di punggung wanita Muangthai?
Berikut ini saduran Impian si Pengusaha dari Bangkok Post.
Diceritakan bagaimana laki-laki Jerman Gunter Menger - seorang
pengusaha "pelesir cari bini" --mengimpor wanita-wanita
Muangthai, untuk dijadikan isteri.
"Setelah saya menikah dengan wanita asal Muangthai, banyak teman
saya merasa iri. Melihat saya memiliki "mahluk" yang begitu
cantik dan setia sebagai isteri. Saya kemudian iseng-iseng
memasang iklan di koran Jerman: "Tiga wanita Muangthai teman
isteri saya mencari suami orang Jerman". Hasiinya luar biasa.
Peti surat saya kebanjiran lamaran orang-orang Jerman yang ingin
menikah dengan wanita Muangthai". Iklan biasanya disertai pula
foto Cunter Menger dan seorang gadis 20 tahun, Ploen Nonkasem.
Gadis ini beberapa waktu yang lalu bahkan pernah mengiklankan
dirinya untuk jadi model atau hostess Tapi tidak semua orang
pernah membaca iklan Ploen yang dulu. Yang ada kini: dia sebagai
nyonya Menger karena komplit pula dipancang surat kawin made in
Muangthai.
Bertolak dari penemuan yang sederhana seperti di atas, Menger
kemudian memperluas usahanya. Usaha itu dilakukannya lebih
terbuka. Memasang iklan yang menyolok dengan kalimat: "Super
Sexy Tour" Ke Bangkok atau kota lainnya dan mengatur perjalanan
turis Jerman ke Muangthai. Di sana, mereka diperkenalkan dengan
wanita Muangthai. Kalau timbul saling cocok, perkawinan mereka
bisa diatur. Dewi dari Muangthai itu bisa kontan diboyong
pulang.
Menger, seorang pemuda berbadan tegap, baru menanjak 40 tahun
umurnya. Tak banyak yang mengetahui apa kerjanya di masa muda.
Pertama kali datang ke Bangkok, bukan sebagai seorang GI. Tapi
sebagai pengusaha kecil yang berniat mengimpor bunga buatan dari
Muangthai. Mtanya yang tajam telah menemukan bahwa bunga hidup
berupa wanita Muangthai, bisa mendatangkan uang lebih mudah.
Melihat potensi besar bahwa wanita di sana mudah didapat dan
murah harganya untuk dieksploitir. Apalagi calon langganan tidak
sukar dicari. Sementara itu pekerja Jerman yang bergaji lumayan,
banyak yang tidak tahu apa-apa tentang Bangkok. Dengan kantong
tebal tentu tidak akan segan-segan mengeluarkan uang untuk
wanita, komoditi yang relatif mahal di Jerman. Ditambah dengan
acara teve yang menggambarkan segi remang-remang kehidupan malam
di Bangkok. Adanya bar yang serba all in berikut rumah pijat
ditambah bumbu dengan wanita-wanita cantik dengan pakaian minim,
komplitlah rancangan Menger.
Dia - seperti janjinya dalam iklan akan mengusahakan semuanya.
Visa, hotel, teman kencan sampai ke pelayanan perkawinan. Tari
perjalanan: seminggu DM 3.886, dua minggu DM 4.89, tiga minggu
DM 5.996. Ditambah dengan pertanyaan: "Maukah anda punya isteri
dari Timur? Dengan bantuan Herr Menger, itu bisa terjadi".
"Pilihlah satu di antara tujuh perempuan".
Tour kawin ke Muangthai ini dimulai Menger sekitar bulan Maret
tahun ini. Kantor pusatnya terletak di Munster. Sebuah lagi di
Babenhaousen, sebuah kota kecil dekat Frankfurt yang terkenal
dengan tempat remang-remangnya. Bermula Menger berhasil menarik
7 atau 8 orang turis saja. Dia sendiri yang membawa turisnya
ini Menginap di Royal Hotel, hotel kelas menengah. Menger
biasanya lantas mencari wanita-wanita lewat supir-supir taksi.
Tidak sulit pekerjaan ini, karena hampir setiap bar atau
coffeeshop, selalu ada deretan, wanita-wanita yang mudah
dicarter.
Seorang turis biasanya diperkenalkan pada 4 - 7 wanita. Si turis
boleh pilih mana suka. Minggu pertama, biasanya cuma perkenalan
biasa saja. Minggu kedua, perkenalan semakin hot. Untuk
perkenalan yang lebih akrab, pasangan baru ini kemudian
melancong ke Pattaya, pantai Muangthai yang jadi obyek turis.
Kalau keduanya saling kena di hati, minggu ketiga biasanya sudah
meningkat ke perkawinan. Untuk menghindarkan salah pilih, Menger
dalam brosurnya menambahkan: "Boleh coba dulu, sebelum
pernikahan. Siapa yang mau beli, sebelum tahu betul rasanya?'.
Karena iklan ini, ditambah dengan siaran teve (misalnya Bangkok
Mimpi Yang Kandas, tentang nasib memelas dari sorga malam di
Bangkok), ocehan orang, dan bumbu-bumbu lain yang membuat
"sedap", mengalirlah laki-laki Jerman ke Bangkok. Sehingga
setibanya di Bangkok, bukan pasar terapung atau istana-istana
yang ingin mereka lihat, tapi cewek Muangthai yang telah
digambarkan begitu eksotis. Dan pesawat carter yang menuju ke
sana sering dipanggil bums bomber. Bums dalam bahasa populer
Jerman berarti sanggama. Pesawat yang kembali dari Bangkok, lain
lagi panggilannya. Tripper clipper, si raja singa.
Sopha Yang Malang
Karena begitu sering Menger bolak balik Jerman - Muangthai, hal
ini merupakan tekanan tersendiri baginya. Kemudian dia mencari
teman berkongsi di Bangkok. Dengan demikian, dia bisa memusatkan
perhatiannya mencari langganan di Jerman. Gagal mencari kongsi
dengan bangsanya sendui yang bermukim di Bangkok, akhirnya
Menger bertemu dengan seorang wanita Muangthai, Sopha. Bertubuh
sedikit gemuk, umur Sopha baru 30 tahun. Pernah jadi isteri
orang Demnark (kemudian meninggal), Sopha adalah janda kaya.
Berkongsi dengan Chamaiporn untuk menbuka sebuah coffeeshop
bernama Tempo di Sukumvit Road jalan gede dan mentereng - nasib
malang menimpa Sopha. Chamaiporn rupanya berniat menipu Sopha.
Pertengkaran dan pemukulan terjadi pada suatu malam. Saudara
Sopha yang melihat keadaan gawat ini membela Sopha. Chamaiporn
di malam yang naas itu meletuskan senjatanya. Tiga orang rubuh,
kecuali Sopha. Chamaiporn dihukum mati dan Tempo di Sukumvit
ditutup. Dalam keadaan setengah bangkrut inilah, muncul Menger.
Kebetulan sekali, Sopha memiliki rumah besar yang letaknya
sedikit di luar kota. Menger pun mempunyai niat untuk
memindahkan langganannya dari Royal Hotel ke hotel yang lebih
murah. Soi Baring, daerah di mana rumah Sopha terletak. cukup
memnuhi syarat. Cukup jauh dari mata iseng dan sekaligus
menjauhkan turis dari pasaran daging mentah di Bangkok.
Imbalan sebagaisewa rumah dan jerih payahnya per turis selama
tiga minggu, Menger memberi 4.000 baht (20 baht sekitar Rp 400).
Sebagai imbalan, Sopha ahan mendapat komisi dalam mengurus
perjalanan turis yang meliputi sewa bungalow di Pattaya, sewa
kendaraan, dan lain-lainnya. Nasib malang Sopha rupanya mulai
cemerlang.
Menger menggiatkan usahanya di Jerman. Iklannya: "Bujangan ingin
berbulan madu? Ya, anda memang tidak salah baca. Berangkat
sendiri dari rumah, pulangnya anda bisa membawa wanita cantik
eksotis sebagai isteri. Kami hanya melayani peminat serius.
Surat harap disertai amplop beralamat dan perangko secukupnya
untuk dikirim ke tempat anda: Hans Gunter Menger, Thai Service
Reisen, Munster. Dieburg, Goethestrasse 134". Iklan lain lagi:
"Gadis cantik mencari pasangan orang Jerman untuk suami. Pelamar
bisa dari segala lapisan sosial. Biaya hanya 4.682 DM (mendekati
Rp 800 ribu - Red.), sudah termasuk di dalamnya tiket pesawat ke
Bangkok, penginapan di hotel mewah, perkenalan yang menjamin
anda bisa memilih dengan teliti, biaya perkawinan, tiket pesawat
kembali ke Jerman untuk berdua. dan lain-lain. Keterangan
mendetail bagi peminat serius. Telepon".
Bagi yang menulis surat, Menger kemudian melampirkan brosur yang
ditulis dalam bahasa hidup. Judul: Super Sexy Tour, dengan
bentuk huruf yang menyolok. Ditambah lagi dengan keterangan yang
lebih terperinci: "Biaya ini termasuk tiket pesawat terbang
untuk kembali, kamar hotel untuk berdua sarapan pagi berdua,
biaya masuk lapangan terbang, pembuatan visa, jalan-jalan di
Bangkok dan cewek, cewek, cewek ... . Nama Sopha sebagai kepala
perwakilan di tempat, disebut pula: "Anda akan dijemput oleh
perwakilan kami. Nona Sopha akan membawa anda langsung ke hotel
yang khusus disediakan di pinggiran kota. Anda bisa istirahat
dulu atau langsung hidup bahagia. Miss Sopha akan memperkenalkan
anda pada wanita-wanita. Cuma satu pekerjaan anda: memilih. Anda
bisa ditemani seorang wanita saja atau boleh berganti pasangan
setiap hari. Selera andalah yang menentukan. Wanita kami sudah
jamin dengan baik, jadi anda tidak usah memberi apa-apa".
Si Bavaria Bosan
Untuk pelayanan seperti di atas, turis harus membajar 5.996 DM
(atau satu juta rupiah kurang 5 ribu). Pembayaran di muka 500 DM
dan selebihnya bisa dilunasi dalam waktu 30 hari sebelum tanggal
keberangkatan. Perhitungan kasar membuktikan bahwa Menger
memetik keuntungan tidak kurang Rp 600. 000 per langganan.
Karena pada kenyataannya dia menggunakan pesawat carteran dengan
harga murah. Keuntungan Sopha tidak secemerlang Menger. Janda
yang mempunyai anak satu ini rumahnya tetap dihias dengan
sederhana sekali. Beberapa poster menempel di dinding yang minta
dicat lagi.
Ketika Bangkok Post datang ke rumahnya, ada tiga turis Jerman
diam di situ. Mereka baru saja selesai belanja. Teman wanita
gadis Muangthai menyertai mereka. "Saya jemu dengan emansipasi
wanita Barat yang begitu kuat", ujar seorang Bavaria yang
umurnya sekitar 30-an. Sambil memperlihatkan sebentuk cincin
pertunangan di tangan kirinya, dia berkata lagi: "Salah seorang
saudara perermpuan saya menikah dengan laki-laki India. Wah,
perlakuan terhadap suaminya luar biasa kasarnya. Perkawinan
mereka berakhir dengan perceraian. Itupun setelah sang suami
berlaku sabar bukan main. Setelah menyaksikan perkawinan itu.
saya tidak ada niat untuk kawin dengan perempuan Barat. Seorang
gadis Muangthai yang usianya baru 18 tahun dipeluknya. Kata si
Bavaria lagi: "Pacar saya ini berasal dari sebuah kota dekat
Ubon. Kami sudah ke sana menemui orangtuanya. Minggu depan kami
menikah, dan cincin ini akan saya pakai di tangan kanan".
Diceritakan pula bahwa minggu pertama dia telah menghabiskan
2.000 DM. Untuk beli oleh-oleh, kado sang pacar. kado buat calon
mertua, biaya perjalanan dari Bangkok ke rumah orangtua pacar
dan dolan ke Pattaya. "Tidak apa, cuma lebih sedikit dari gaji
saya sebulan", ujarnya. Diakuinya pula kesulitan utama adalah
bahasa. Tapi dia yakin isterinya nanti bisa bicara Jerman
setelah setahun bermukim di sana.
Akibat dari perkawinan antar ras gaya ini, belum timbul.
Karena usaha Menger baru berlangsung beberapa bulan. Seorang
pegawai penerbangan, bangsa Jerman menyatakan pendapatnya:
"Wanita-wanita itu akan mengalami kesulitan. Apalagi kalau suami
bertempat tinggal di kota kecil, di mana penduduknya belum siap
untuk menerima orang asing. Mudah-mudahan saja kesepian dan
ingin pulang kampung tidak akan menghantui wanita itu". Ada lagi
yang memberi komentar lain. Yang ini dari wartawan yang pernah
bermukim di Bangkok: "Memang lagi mode bagi orang Jerman
tertentu. Mempunyai isteri orang Timur, dianggap menang
selangkah dari yang lain. Ini bagus selama hal ini masih
dianggap sesuatu yang tidak umum. Tapi apa yang terjadi kalau
hal ini sudah dianggap umum? Keistimewaan jadi hilang. Dan
bagaimana nasib yang menimpa wanita-wanita itu? Bagaimana dia
nantinya mencari nafkah di negeri asing atau mendapatkan mukanya
kembali apabila dia pulang ke Muangthai?". Tidak ada seorangpun
yang bisa menentukan garis nasib di masa datang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini