ATAS jasa baik mbah Yas maka yu Mariani punya tambahan
penghasilan baru. Kini dia berjualan sayur mayur dan
bumbu-bumbuan buat ibu-ibu rumah tangga. Sejak itu dia disebut
wlijo. Dengan demikian dia akan menunjang penghasilan suaminya
yang tukang rem kereta api. Sebab dengan modal dua sampai
tigaribu rupiah, setiap hari paling tidak dia akan memperoleh
keuntungan tiga sampai empat ratus rupiah dikurangi sebagian
untuk mbah Yas. Sekalipun untuk itu, setiap jam tiga dinihari
dia berangkat menuju pasar Tanjung di kota Jember dengan
berjalan kaki sejauh hampir enam kilometer.
Seperti kebanyakan kolega wlijo-nya yu Mariani tidak mempunyai
modal sendiri. Kapital yang dijalankannya adalah pinjaman dari
"seseorang" di pasar Tanjung. Ceritanya demikian. Mbah Yas
adalah wlijo senior. Dia bisa mencarikan pinjaman modal buat
wlijo-wlijo masa kini yang hendak mencari kerja baru di bidang
perdagangan masuk keluar kampung dengan menyunggi kebutuhan
ibu-ibu rumah tangga. Syarat-syaratnya ringan, asal sang calon
dikenal baik dan dianggap bonafid oleh mbah Yas, maka tanpa
ini-itu dan birokrasi lainnya, mbah Yas dapat meminjamkan modal
dari "seseorang" tadi sebanyak dua tiga ribu dalam waktu
singkat, menjelang dinihari itu.
Pegawai Negeri
Pengembaliannya mudah. Setiap seribu rupiah, selama sebulan
penuh tiap sore hari peminjam modal harus menyetorkan empat
puluh rupiah buat mbah Yas. Dengan demikian maka peminjam tadi
dengan cicilannya selama sebulan jadinya akan menyetor Rp 1.200.
Pada akhir bulan, maka pinjaman itu akan habis, sedang modalnya
kini, menjadi hak peminjam sepenuhnya. "Kalau pinjamannya sampai
dua atau tiga ribu rupiah maka pengembaliannya kalikan saja
dengan Rp 40 setiap ribunya", kata mbah Yas kepada pembantu
TEMPO di sana.
Kalau sudah demikian maka jangan dianggap wlijo-wlijo tadi
setiap akhir bulan selalu mempunyai modal kontan seperti semula.
"Para pembeli, terutama pegawai negeri terlalu banyak hutang
sehingga di akhir bulan selalu saja modai menjadi susut atau
bisa-bisa habis", kata yu Mariani Kalau sudah demikian maka
lewat mbah Yas dia akan memperbaharui pinjamannya. Tetapi yu
Mariani tak perlu mengeluh, sebab itu memang dunia wlijo. "Yang
penting setiap harinya saya dapat menyisihkan keuntungan sedikit
untuk tambahan belanja, sekalipun sampai di rumah menjelang
lohor", kata yu Mariani lagi.
Tidak semua wlijo baru dapat pinjaman dengan pengembalian Rp 40
setiap sore. Sebab mbah Yas bisa saja menarik mereka sampai Rp
60 atau cuma RF 50. Kelebihannya merupakan keuntungan mbah Yas.
Menurutnya sekalipun dia menarik Rp 60 tiap sore, tidaklah
memberatkan. Sebab masih banyak lagi pinjaman yang lebih berat.
Seperti di sebelah timur pasar Tanjung, beberapa toko dan rumah
tangga di sana juga memin jamkan modal dengan ketentuan pada
akhir bulan harus disetor lunas. Bunganya diatur demikian.
Setiap pinjaman seribu rupiah tiap hari peminjam (sore atau
dipagi subuh) harus membayar Rp 25. Kalau pinjam empat ribu,
berarti peminjam setiap harinya harus menyetor bunga sebanyak
seratus rupiah. Pada akhir bulan modal harus kembali penuh.
Setelah masuk "karantina" semalam, keesokan harinya, peminjam
dapat mengambil pinjaman lagi sebanyak dia suka.
Baik wlijo kawakan mbah Yas, yu Mariani maupun pak Mai ataupun
wlijo mbok Rus, sebelumnya memang pernah berusaha mencari
pinjaman di tempat lain. Misalnya ke Bank Desa. Hal itu tidak
mereka lakukan lagi. Sebab caranya ruwet, mana lagi harus
menunjukkan petok (surat) sawah. "Kalau tak punya tanah, kan
tidak boleh pinjam pada bank", kata yu Mariani. Demikian juga
keterangan Pak Mai: "sulit untuk pinjam ke bank, sebab berurusan
ke Balai Desa berarti membuang waktu untuk berjualan, itupun
belum sekali, dua kali dapat".
Mbah Yas lain lagi. Si tua ini sudah bosan datang ke Balai Desa.
Sejak dua tahun yang lalu dia sudah mengajukan berbagai jenis
bantuan modal. Kepada Carik Warimo, dari desa Jember Lor malahan
dia tak lupa ngamplop barang tiga ratus untuk setiap kali
menghadap. Demikian juga ketika dikatakan tentang ringannya
bunga kredit candak kulak yang hanya satu persen, tak
dipercayainya. "Bosan mas, datang ke balai desa, paling-paling
hanya disemayani saja", kata mbah Yas.
Pelaksanaan kredit Candak Kulak di daerah Jember dilaksanakan
bersama-sama dengan daerah lainnya di Jawa Timur pada tanggal 25
Nopember 1976. Upacara pembukaannya di daerah Jember
diselenggarakan di sebuah gudang BUUD di desa Petemporan,
Kecamatan Kalisat. Bupati Abdulhadi secara simbolis menyaksikan
penandatanganan kontrak pinjaman dan menyerahkan secara simbolis
kepada tiga pedagang kecil masing-masing kredit candak kulak
sebanyak lima ribu rupiah. Tak lupa Bupati berpesan agar para
pamong desa dan petugas tidak mempersulit prosedur peminjaman
kredit. "Yang penting, jangan sampai ada pungutan-pungutan liar
terhadap calon peminjam, baik ketika memberi penjelasan maupun
ketika membantu pengisian formulir pengajuan", kata Bupati
Abdulhadi.
Sebagaimana diatur dalam pelaksanaan penyelenggaraan kredit
candak kulak, maka yang menyalurkan kredit untuk para pedagang
kecil ini adalah BUUD dan KUD. Dari sejumlah BWD dan KUD di
kabupaten Jember yang jumlahnya 78 buah, maka untuk tahap
pertama ini penyalurnya ditetapkan 28 BUUD dan KUD saja, dengan
modal masing-masing setengah juta rupiah. Sesuai dengan
kebijaksanaan Bupati Abdulhadi, maka para pedagang kecil yang
diutamakan para wlijo, pedagang buah dan pedagang rokok
memperoleh kredit rata-rata Rp 5.000. Pada tahap pertama ini
sebanyak 2.800 pedagang kecil di daerah Jember akan memperoleh
modal dari kredit candak kulak tahap pertama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini