MUI Aceh mengeluarkan fatwa bahwa Green Sands haram hukumnya. Ada penelitian bahwa kadar alkohol lebih dari 0,5% tak lagi bisa larut dalam benda padat atau cair. SEPUCUK surat yang dilayangkan ke Majelis Ulama Indonesia Aceh telah melahirkan sebuah fatwa. Dalam surat tertanggal 20 November 1990 itu, Tarmidi, sang pengirim, mengatakan bahwa "sebagian masyarakat Aceh terlalu menganggap enteng dalam mengonsumsi minuman mengandung alkohol seperti Green Sands, yang diproduksi oleh PT Multi Bintang Indonesia. Padahal mereka tahu bahwa minuman itu mengandung alkohol satu persen." Surat itulah yang menyebabkan Komisi Hukum dan Fatwa MUI Aceh mengharamkan minuman itu, dua pekan lalu. Fatwa ini lahir dua minggu sejak sidang pertamanya, tanpa mengalami kesulitan. Kemulusan itu diakui oleh Prof. H. Ismuha, ketua komisi tersebut, tak lain karena pada label minuman itu tertulis mengandung alkohol satu persen. "Artinya, sudah nyata Green Sands mengandung alkohol," kata guru besar IAIN Ar-Raniry Banda Aceh itu. Ini berarti MUI Aceh tidak melihat tinggi atau rendahnya kadar alkohol yang terkandung dalam minuman produksi PT Multi Bintang Indonesia itu. Sedikit atau banyak, tetap haram. Komisi hanya berpegang pada hadis Nabi: "Segala sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka yang sedikitnya adalah haram." Hadis yang disahihkan Ibnu Hibban ini diakui berada pada peringkat keempat di bawah sahih Bukhori dan Muslim. Jauh sebelum fatwa ini lahir, sudah ada fatwa dari Mufti Mesir, yang mengharamkan makanan atau minuman yang mengandung alkohol 0,5% ke atas. Fatwa dari Mesir itu lahir setelah diadakan penelitian oleh Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Al Azhar, Kairo, pada 1980. Dari penelitian itu ia menyimpulkan bahwa dalam jumlah tersebut alkohol tidak larut jika dicampur dengan benda padat atau benda cair, baik itu dimasak maupun tidak. Tapi masih banyak ulama yang menganggap, kadar alkohol di bawah 0,5 persen pun, yang masih larut dalam cairan atau benda padat, hukumnya haram. Di antara yang berpendapat begini adalah Ayatullah Borujerdi, ulama besar Iran sebelum Ayatullah Khomeini. Borujerdi pernah ditanya Dr. Arshe Tung, sekretaris jenderal organisasi internasional yang melawan alkohol -seperti yang diceritakan dalam sebuah buku tentang khamar yang ditulis oleh International Relation of Bunyad Bi'that. "Penggunaan alkohol secara berlebihan memang menyebabkan mabuk dan kekacauan mental. Tapi bagaimana kalau itu digunakan secara wajar dalam jum- lah yang sedikit yang tidak memabukkan?" tanya Arshe Tung. Sang Ayatullah menjawab, "Bila kita maklum bahwa keunggulan manusia atas binatang karena ia memiliki kecerdasan dan akal sehat, maka manusia wajib melindungi pemberian Tuhan itu dengan sempurna. Yakni menghindari sesuatu yang dapat melemahkan kemampuan yang diberikan itu. Jelas, minuman yang mengandung alkohol, walaupun sangat sedikit, mempunyai dampak negatif pada pikiran." Selain itu, kata Ayatullah pula, "Allah mengetahui kodrat manusia dan kecenderungannya untuk berlebih-lebihan. Maka sekiranya ia mengizinkan manusia untuk menggunakan jumlah yang sedikit dari minuman keras, maka akan timbul masalah yang rumit mengenai penentuan batas ... maka Allah telah mengeluarkan ketentuan larangan meminum minuman keras, banyak atau sedikit." Adapun K.H. Hasan Basri, Ketua MUI Pusat, yang belum tahu tentang fatwa ini, belum berani memberikan tanggapan. Ia hanya mengatakan bahwa Quran tidak menyebutkan berapa persen kadar alkohol yang diharamkan untuk diminum. "Yang pasti, minuman dinilai haram bila memabukkan," kata Hasan Basri. Yang juga hampir pasti, apa pun kata para ulama, banyak tokoh masyarakat di Aceh yakin bahwa fatwa itu akan diterima oleh masyarakat. Teuku Darwin, Wakil Ketua DPD Golkar Aceh, misalnya, yakin fatwa itu akan diikuti oleh masyarakat, karena "orang Aceh sensitif dalam soal agama." Malah Muhammad Kaoy Syah, seorang tokoh dari Partai Persatuan Pembangunan, pagi-pagi sudah mendukung fatwa MUI Aceh itu. "Jika alkohol sudah jelas haram, maka minuman yang kadar alkoholnya sedikit pun tentu haram," katanya. Tapi, sebelum ada yang salah paham, fatwa ini tidak melarang masuknya minuman ini ke daerah Serambi Mekah. "Kami hanya mengimbau agar minuman tersebut tidak dikonsumsi dan dijual oleh umat Islam Aceh," kata Ali Hasymi, Ketua MUI Aceh. Artinya, bagi orang asing atau orang dari luar Aceh yang kebetulan tak beragama Islam, menikmati Green Sands di hotel-hotel berbintang di Aceh tak ada masalah. Pihak Green Sands belum memberikan tanggapan. Tampaknya mereka hati-hati dalam soal ini. Seorang karyawan staf pada TEMPO mengatakan, mereka menunggu Tanri Abeng, Direktur Utama PT Multi Bintang Indonesia, yang kini sedang berada di Hong Kong. Satu hal yang perlu dicatat bahwa fatwa ini tidak menutup kesempatan bagi Green Sands untuk memperbaiki diri. "Bila kadar alkohol yang satu persen itu dihilangkan, maka esoknya fatwa itu akan kami cabut," kata Ali Hasymi. Julizar Kasiri, Siti Nurbaiti (Jakarta), dan Bakhtiar Lubis (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini