SEBANYAK 45 desa dari 6 buah kecamatan yang terkena proyek waduk
serba guna di Wonogiri sudah pindah ke tempat baru, Sitiung
Sumatera Barat, Tapi di bekas desa desa itu bukan berarti tak
ada kehidupan lagi, Buktinya tanaman jagung dan SayUr-nlayUr
masih tumbuh subur. Artinya beberapa gelintir penduduk yang
belum pindah telah menggunakan tanah di sana untuk melanjutkan
kehidupan.
Bahkan beberapa rumah baru telah berdiri di bekas-bekas desa
itu. Dan di pagi hari mereka bercocok tanam, Mereka mengaku
sudah menerima ganti rugi atas tanah, rumah, bangunan dan
tanaman. Tapi mereka tetap ingin bertahan. Uang ganti rugi yang
semula dimaksudkan untuk mendirikan rumah baru, ternyata mereka
pinjamkan kepada kenalan.
Mereka tampaknya akan bertahan sampai tempat itu digenangi air
waduk. Meskipun menurut pengakuan mereka tak akan minta ganti
rugi atas rumah maupun tanaman yang baru mereka dirikan secara
liar itu. Bupati Wonogiri sendiri lewat SK 15 Januari 1976
dengan tegas menyebutkan bahwa daerah yang sudah memperoleh
ganti rugi tidak boleh ditanami lagi. Ini diperkuat dengan SK
Gubernur Jawa Tengah dengan dengan menegaskan bahwa tanah yang
ada di kawasan itu milik negara dan dilarang siapapun mendirikan
bangunan atau mengusahakannya.
Tapi rupanya baik bupati maupun piunpinan proyek waduk itu tak
tega rmenindak mereka. Apalagi jika diingat bahwa pengiriman
sisa-sisa transmigran bedol desa tak selancar yang dibayangkan
semula. Lebin dari 1.000 KK yang mestinya sudah berangkat
menjelang akhir tahun lalu masih tertahan di Wonogiri. "Daerah
penampungannya belum siap," ujar Humas Pemda Wonogiri kepada
Muchlis Sulin yang melawat ke daerah itu pertengahan Januari
lalu.
Karena itu bulan Januari lalu sebuah tim Pemda Wonogiri
berangkat menuju Rimbo Bujang, di Jambi. Hasilnya, tim itu belum
dapat memastikan kapan sisa itu dapat diberangkatkan. Bahkan,
"belum terfikirkan keberangkatan mereka" seperti dituturkan
Kepala Humas Pemda Wonogiri. Tapi pejabat ini menyebut sisa yang
lebih dari 1.000 KK itu sebagai jatah yang akan ditampung
Sitiung. "Mungkin keliru menyebut lokasi," ujar drs. Hawari
Siddik, jurubicara Kantor Gubernur Sumatera Barat di Padang,
"maksudnya barangkali Rirnbo Bujang di Jambia Menurut Hawari
jatah Sumatera Barat dari bedol desa itu sudah selesai. Sampai
akhir tahun lalu sudah 2.000 KK yang dimukimkan. Dan Sitiung
hanya menampung sejumlah itu.
Barangkali karena iu masuk akal jika banyak saja bekas warga
bedol desa yang enggan ditransmigrasikan. Sebab sebelumnya
mereka mendapat bayangan keadaan yang serba lebih baik dari desa
asal. Atau mungkin ini pula yang mendorong mereka secara
diam-diam mengolah kembali tanah yang telah ditinggal rekan-rekan
mereka.
Biaya Bukan Soal
Tapi yang pasti, ketak-lancaran itu satu dan ]ain hal disebabkan
sulitnya meratakan tanah Rimbo Bujang di pinggir Lintas Sumatera
itu dalam waktu cepat. Belum lagi untuk mendirikan sarana
penampungan, yaitu rumah-rumah. "Biaya tidak ada persoalan"
begitu kata pihak Kanwil Ditjen Transmigrasi Sumatera Barat.
Mestinya dalam tahun anggaran 1977/1978 dan 1978/1979 ini sudah
dapat dipindahkan 4.700 KK lagi. Tapi tahun lalu hanya berhasil
dipindah 2.000 KK karena kesulitan pembukaan hutan di daerah
Jambi itu.
Jika begitu apakah waduk serba guna akan terhambat? "Mungkin
saja" kata sumber TEMPO di Wonogiri. Sebab prograrn berikutnya
adalah memindahkan 5.200 KK lagi. Dengan pengalaman seperti
sekarang sudah tentu jumlah itu akan tertunda lagi
diberangkatkan.
Tapi patut pula diakui, pengerjaan proyek waduk itu berjalan
lancar. Di beberapa bagian bekas desa alat-alat besar sibuk
bekerja meratakan tanah menggusur bukit-bukit seluas 88 kmÿFD.
Tinggi dam proyek direncanakan 31,5 meter dengan panjang 1420
meter. Kelak waduk ini akan menampung 660 juta meter kubik air.
Dengan waduk ini pula diharapkan kelak banjir rutin Bengawan
Sala akan dapat dikendalikan, di samping sumber pembangkit
listerik. Dan sebagainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini