ADA alasan, mengapa R.A. Sukarsana BA, Kepala Kantor P&K
Karawang akhir-akhir ini tampak gelisah. Sebab menurutnya,
90O dari 49 buah bangunan SD Inpres (10/1974) yang ada di
wilayahhya dalam keadaan mengkhawatirkan. Bahkan saking
khawatirnya, di beberapa tempat murid-murid yang belajar di
bawah bangunan bantuan Presiden itu dipindahkan ke bangunan
lain.
Itu tentu karena pengalaman. Akhir tahun lalu, 2 buah di antara
bangunan SD Inpres itu runtuh mencium tanah. Untung tak makan
korban. Tapi kejadian itu sempat buru-buru menggerakkan hati
Bupati Karawang, Tata Suwanta, untuk membangunnya kembali.
Melihat kejadian itu, tak urung para pemborong yang membangun
gedung-gedung SD itu cepat dituding sebagai penyebabnya. Tapi
yang kena tuding tentu pula tak mau diam begitu saja. Akhirnya
baku tuduh. Menurut kalangan pemborong uang Rp 2,5 juta biaya
membangun gedung itu terlampau minim. Tak sedikit di antara
mereka malahan rugi. "Coba fikir, biaya sebesar itu
disama-ratakan tanpa menghiraukan lokasi," ujar salah seorang
pemborong. Ia menunjuk ke seblah desa yang tak terjangkau oleh
kenderaan. Akibatnya, bahan-bahan bangunan terpaksa dipanggul
oleh tenaga manusia. Untuk ongkos angkut ini saja, si pemborong
menghabiskan biaya Rp « juta.
10 Tandatangan
Namun tak hanya itu. Menurut kalangan pemborong pula, "rendahnya
mutu banglman juga tak dapat dilepaskan dengan adanya biaya
siluman" alias pungli. Seorang pemborong yang tak mau disebutkan
namanya, mengungkapkan, bahwa untuk menyelesaikan borongan harus
dilalui tak kurang dari 10 tandatangan untuk tiap kali termin,
yang 5 kali banyaknya. Katanya,hitung saja jika tiap tandatangan
hanya dapat dibubuhkan bila disertai pelicin antara Rp 3 ribu
sampai Rp 5 ribu. Silakan hitung, berapa lagi biaya sebenarnya
untuk bangunan itu. Belum lagi pajak yang disulap secara paksa.
Sebab MPO dan PPS serta pajak lainnya yang cuma tertulis 5%,
selalu berubah jadi 10%. Dan semua itu masih berlangsung terus
sampai sekarang, meski Opstib sudah menyelusur ke mana-mana.
Oleh karena itu, tak banyak yang dapat dilakukan Sukarsana,
kecuali rasa kecewa. Selain ia menilai hal itu sebagai
"pemborosan untuk proyek pemerintah di sektor pendidikan", ia
juga meminta "perlunya dedikasi pemborong". Dan sesudah itu,
kata Sukarsanah, bantuan untuk proyek-proyek pendidikan perlu
ditambah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini