Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Baku Tuduh Proyek Inpres

Keadaan gedung sd inpres di karawang mengkhawatirkan dan ada yang runtuh. pemborong dituduh sebagai penyebabnya, tapi meraka menyebuntukan banyaknya pungutan liar yang menyebabkan rendahnya mutu bangunan.(dh)

25 Februari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA alasan, mengapa R.A. Sukarsana BA, Kepala Kantor P&K Karawang akhir-akhir ini tampak gelisah. Sebab menurutnya, 90O dari 49 buah bangunan SD Inpres (10/1974) yang ada di wilayahhya dalam keadaan mengkhawatirkan. Bahkan saking khawatirnya, di beberapa tempat murid-murid yang belajar di bawah bangunan bantuan Presiden itu dipindahkan ke bangunan lain. Itu tentu karena pengalaman. Akhir tahun lalu, 2 buah di antara bangunan SD Inpres itu runtuh mencium tanah. Untung tak makan korban. Tapi kejadian itu sempat buru-buru menggerakkan hati Bupati Karawang, Tata Suwanta, untuk membangunnya kembali. Melihat kejadian itu, tak urung para pemborong yang membangun gedung-gedung SD itu cepat dituding sebagai penyebabnya. Tapi yang kena tuding tentu pula tak mau diam begitu saja. Akhirnya baku tuduh. Menurut kalangan pemborong uang Rp 2,5 juta biaya membangun gedung itu terlampau minim. Tak sedikit di antara mereka malahan rugi. "Coba fikir, biaya sebesar itu disama-ratakan tanpa menghiraukan lokasi," ujar salah seorang pemborong. Ia menunjuk ke seblah desa yang tak terjangkau oleh kenderaan. Akibatnya, bahan-bahan bangunan terpaksa dipanggul oleh tenaga manusia. Untuk ongkos angkut ini saja, si pemborong menghabiskan biaya Rp « juta. 10 Tandatangan Namun tak hanya itu. Menurut kalangan pemborong pula, "rendahnya mutu banglman juga tak dapat dilepaskan dengan adanya biaya siluman" alias pungli. Seorang pemborong yang tak mau disebutkan namanya, mengungkapkan, bahwa untuk menyelesaikan borongan harus dilalui tak kurang dari 10 tandatangan untuk tiap kali termin, yang 5 kali banyaknya. Katanya,hitung saja jika tiap tandatangan hanya dapat dibubuhkan bila disertai pelicin antara Rp 3 ribu sampai Rp 5 ribu. Silakan hitung, berapa lagi biaya sebenarnya untuk bangunan itu. Belum lagi pajak yang disulap secara paksa. Sebab MPO dan PPS serta pajak lainnya yang cuma tertulis 5%, selalu berubah jadi 10%. Dan semua itu masih berlangsung terus sampai sekarang, meski Opstib sudah menyelusur ke mana-mana. Oleh karena itu, tak banyak yang dapat dilakukan Sukarsana, kecuali rasa kecewa. Selain ia menilai hal itu sebagai "pemborosan untuk proyek pemerintah di sektor pendidikan", ia juga meminta "perlunya dedikasi pemborong". Dan sesudah itu, kata Sukarsanah, bantuan untuk proyek-proyek pendidikan perlu ditambah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus